Selasa, 05 November 2013

Menelaah Perekonomian Singapura Pasca Kemerdekaan Menggunakan Perspektif Teori Modernisasi

Ahmad Toni Harlindo (0608875)

Abstrak

Singapura merupakan negara dengan luas wilayah minimal (kecil), apabila dibandingkan luasnya tidak lebih dari pulau Jawa (Indonesia) dan sumber daya alam maupun sumber daya manusianya terbatas tetapi dapat muncul ke permukaan kancah internasional sebagai negara yang maju dan patut diperhitungkan. Bahkan disebutkan bahwa Singapura merupakan negara yang memiliki pelabuhan tersibuk dan teramai kelima didunia. Hal tersebut tentunya dapat menjadi sebuah pengantar yang menarik untuk membahas kemajuan yang dialami Singapura melihat dari sisi segi sumberdaya alam dan sumber daya manusia yang terbatas, kenapa Singapura dapat muncul menjadi negara yang maju.
Dalam proses kemajuan sebuah negara dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung dalam masyarakatnya selain dari aspek yang sangat mendasar, yaitu sumberdaya alam dan kualitas sumberdaya manusianya yang harus didukung pula dengan bidang lainnya seperti : bidang politik dan pemerintahan yang mengatur, mengarahkan masyarakatnya dalam proses pembangunan untuk mengentaskan bangsanya untuk mencapai taraf hidup yang sejahtera. Selain itu faktor dalam bidang religi (agama) sangat berperan dalam memecut semangat mempertahankan diri dan memenuhi harapan manusia sebagaimana yang diungkapkan Harsojo (1977) bahwa manusia memiliki Basic Drive (Kebutuhan-kebutuhan Dasar), yaitu : 1. Pertahanan diri (contoh : makan, minum, dari cuaca dingin, dari sakit), 2. Untuk melanjutkan keturunan (beristri, bersuami), 3. Menyatakan diri (bekerja, dan berprestasi). Hampir 70% warga singapura berasal dari Cina dan beragama Konfusianisme sehingga nilai-nilai konfusianisme yang berkembang juga berkontribusi pada pembentukan kualiatas pemerintah dan masyarakatnya. Etika konfusianisme menekankan pentingnya faktor efisiensi, harmoni, dan sekaligus integrasi dari berbagai bagian yang berbeda dari masyarakat dalam usaha produksi (Suwarsono-So, 1991:38). Konfusianisme yang tertanam pada diri masyarakat etnis Cina di singapura membentuk suatu karakter yang positif terhadap bangsa Singapura yang mengantarkannya dalam proses kemajuan ekonominya.
Singapura mengalami perubahan strategi perekonomiannya dari industri substitusi impor menjadi industri yang berorientasi ekspor. Perubahan strategi perekonomiannya itu berawal dari gagalnya merger antara Singapura dengan Malaysia, dimana pada tahun 1963 dalam suatu wadah Federasi Malaysia penggabungan tersebut dilakukan. Mengingat luas wilayah singapura dan sumber daya alam yang terbatas, maka singapura merubah arah strategi perekonomiannya, langkah awalnya pasca hengkangnya dari federasi Malaysia, Pemerintah mengubah arah kebijakan Singapura menjadi negara Industri yang berorintasi ekspor dan memanfaatkan letak geografisnya yang strategis menjadi tempat perdagangan dan jasa internasional dengan mengajak perusahaan-perusahaan internasional mendirikan kantor cabang di Singapura. Pemanfaatan selat Malaka secara optimal sebagai pelabuhan internasional dan jasa internasional yang dimana selat jalur laut yang sangat strategis dan padat ini menghubungkan anatara benua Eropa dengan kawasan Asia tenggara. Strategi Industrialisasi yang dilakukan Singapura diikuti dengan strategi menarik investor sebanyak-banyaknya, mengingat modal pembangunan yang sangat terbatas dan terbatasnya sumberdaya manusia yang berkualitas pada masa itu.
Kajian mengenai pembangunan perekonomian Singapura ini menarik sekali untuk ditelaah lebih dalam, oleh karena itu peneliti akan mencoba sekilas mengungkapkan perkembangan pembangunan perekonomian Singapura ini dalam sudut pandang teori modernisasi yang diungkapkan oleh Rostow. Menurut Suwarsono-So (1991:21) modernisasi merupakan suatau proses bertahap. Jelas bahwa untuk mencapai kemajuan modern harus melalui proses yang ada. Dalam pandangan Rostow pertumbuhan ekonomi yang dilalui masyarakat akan mengalami berbagai fase. Fase pertama, dimualai dengan fase masyarakat tradisional dimana kebanyakan masyarakatnya dalam memenuhi kebutuhan ekonomi masih mengandalkan produksi pertanian. Fase kedua, fase prakondisi tinggal landas  yaitu adanya revolusi industri dari sistem pertanian tradisional mulai mencoba menerapkan pola pertanian dengan penemuan – penemuan baru misalnya bibit unggul. Fase ketiga, fase  tinggal landas (lepas landas) dicirikan dengan pertumbuhan ekonomi yang dinamis yang berkelanjutan dari dalam tidak lagi membutuhkan dorongan dari luar seperti industri tekstil di Inggris, beberapa industri dapat mendukung pembangunan. Fase keempat, fase menuju kedewasaan, setelah lepas landas akan terjadi proses kemajuan yang terus bergerak ke depan, meskipun kadang-kadang terjadi pasang surut. Pendapatan nasional selalu di investasikan kembali sebesar 10% sampai 20%, untuk mengatasi persoalan pertambahan penduduk.  Fase Kelima, fase era konsumsi tingkat tinggi, ini merupakan tahapan terakhir dari lima tahap model pembangunan Rostow. Pada tahap ini, sebagian besar masyarakat hidup makmur. Orang-orang yang hidup di masyarakat itu mendapat kemakmuran dan keseberagaman sekaligus. Pada tahap ini perhatian masyarakat sudah lebih menekankan pada masalah-masalah yang berkaitan dengan konsumsi dan kesejahteraan masyarakat bukan lagi kepada masalah produksi.
Fase-fase yang dipaparkan Rostow tersebut dapat diterapkan dalam tahapan pertumbuhan ekonomi di Singapura. Berawal dari masyarakat tradisional yang hanya sedikit mengalami perubahan sosial, kemudian secara lambat laun memasuki tahap pra tinggal landas dimana terdapat perubahan karena terdapat kaum usahawan yaitu sudah mulai adanya industrialisasi. Walaupun sudah ada perubahan pada tahap pra tinggal landas ini Rostow memandangnya sebagai prakondisi untuk mencapai tahap tinggal landas. Investasi menjadi hal yang cukup penting dalam perubahan ke fase tinggal landas. Rostow menjelaskan bahwa faktor penentu untuk mencapai tahap tinggal landas dan pertumbuhan ekonomi yang otonom dan berkelanjutan adalah pemilikan kemampuan untuk melakukan investasi 10% dari pendapatan nasional (Suwarsono-So, 1991:17). Hal ini memang terbukti, singapura dapat tinggal landas karena menerapkan peluang berinvestasi yang cukup besar kepada pihak asing. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang otonom dan berkelanjutan Rostow juga memaparkan, maka selanjutnya akan tercapai tahap kematangan pertumbuhan dengan diikuti oleh pesatnya perluasan kesempatan kerja, meningkatnya pendapatan nasioanal, peningkatan permintaan konsumen, dan pembentukan pasar domestik yang tangguh. Rostow memebrkan label tahapan akhir ini sebagai ‘masyarakat dengan konsumsi massa tinggi” (Suwarsono-So, 1991:17).
Pertumbuhan perekonomian suatu negara yang baik ditunjang pula oleh suasana politik yang stabil. Oleh karena itulah Singapura berupaya untuk mempertahankan dan menjaga suasana politik negaranya agar stabil dan ditunjang oleh terjaminnya keamanan dan pertahanan. Mereka sadar dengan keadaan bahwa mereka hanya memiliki wilayah yang sempit dengan miskinnya sumber daya alam yang dimiliki, mereka sadar pula akan strategisnya letak wilayah negara mereka sehingga menimbulkan gagasan untuk memajukan perekonomian negaranya dengan membuka jalur perdangan di pelabuhan dan jasa internasional di wilayah mereka. Pelabuhan singapura merupakan salah satu pelabuhan tersibuk di dunia. Dengan stabilnya politik maka kebijakan untuk membuka investasi asing mendapat respon yang baik dari para investor asing untuk menanam modal di Singapura. Segala ketakutan-ketakutan para investor menjadi hilang karena kestabilan politiknya dengan ditunjang oleh keamanan dan pertahanan. Selain itu, dukungan rakyat sangat penting, pemerintah harus memastikan persetujuan rakyatnya untuk politik luar negeri maupun politik dalam negerinya yang dirancang untuk mengarahkan unsur-unsur nasional supaya dapat mendukung didalam menunjang pemerintahnya untuk melaksanakan program-program pembangunan yang telah dirancang.
            Apabila mencermati salah satu ciri manusia modern yang disebutkan Inkeles bahwa manusia modern percaya terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk percaya akan kemampuannya untuk menundukkan alam semesta. Itulah yang dilakukan penduduk Singapura dengan wilayahnya yang sempit tetapi dapat dijadikan tempat transit yang cukup ramai. Mereka juga aktif dalam percaturan politik tetapi disiplin sehingga dapat dilihat bahwa tingkat korupsi di negara Singapura cukup rendah. Suksesnya pembangunan ekonomi Singapura dinilai tak bisa dilepaskan dari etika Konfusianisme yang menekankan pada kerajinan, enovasi, disiplin, kesetiaan pada keluarga, penghormatan pada orang tua dan otoritas, selalu mencarai harmoni, dan sifat-sifat baik lainnya yang mendukung sukses. Apabila dilihat dari teori modernisasi baru, sebenarnya konfusianisme yang bersifat tradisional dapat bergandengan dengan hal-hal modern. Awalnya tradisi itu dianggap sebagai penghalang pembangunan dalam teori modernisasi namun dalam kajian modernisasi baru justru tradisi seperti konfusianisme menjadi faktor positif yang dapat mendukung pembangunan Singapura. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Bellah dalam contoh kasusnya di jepang dan Cina, konfusianisme menekankan pentingnya faktor efisiensi harmoni dan sekaligus integrasi dari berbagai bagian yang berbeda dari masyarakat dalam usaha produksi (Suwarsono-SO, 1991:38). Konfusianisme yang tertanam pada diri masyarakat etnis Cina di Singapura membentuk suatau karakter social yang positif terhadap bangsa Singapura sebagai bangsa yang tertib, bersih, teratur, dan nyaman.
Selain bertahap, modernisasi juga merupakan proses sistemik dimana didalamnya ada proses industrialisasi. Karena sifatnya yang sistemik dan transformatif maka prosesnya akan berjalan terus-menerus. Teori ini berusaha untuk mengentaskan kemiskinan bahkan mengajak negara dunia ketiga untuk meninggalkan keterbelakangan. Singapura dapat berubah kearah yang progresif karena didukung oleh mentalitas setiap penduduknya. Kesuksesan Singapura juga tidak terlepas dari peran tokoh Lee Kuan Yew Perdana Menteri pertama Singapura dari tahun 1965 sampai 1990, Lee merancang ekonomi Singapura dengan keunggulan sistem ekonomi kapitalisme dan sosialisme (Soepriyatno, 2008). Dari sisi kapitalisme, Singapura membuka selebar-lebarnya peluang investasi asing atau swasta sedangkan dari sisi sosialisme, sektor usaha strategis seperti telekomunikasi, pembangunan infrastruktur seperti bandara, jalan raya, dan lain-lain dikuasai Pemerintah.

1 komentar: