Minggu, 20 Januari 2013

Kebangkitan Jepang dan Indonesia // Moch Wildan Ramadan (1001841)


KEBANGKITAN JEPANG DAN INDONESIA
MAKALAH

diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi dan Antropologi Pembangunan
disusun oleh:
      Moch Wildan Ramadan           1001841













JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2012




Abstraksi

Pertumbuhan ekonomi Negara-negara dunia ketiga sedang diperhatikan oleh Negara-negara adidaya lainnya. Dikarenakan Negara-negara di Eropa saat ini sedang mengalami krisis ekonomi yang cukup parah, termasuk negara Amerika Serikat yang merupakan Negara maju dan menjadi Negara nomor satu di dunia setelah perang Dunia II. Maka dari itu banyak diantaranya Negara-negara maju yang tertarik berinvestasi di Indonesia mengingat keadaan ekonomi Eropa saat ini yang tidak setabil.
Indonesia yang menjadi salah satu dari negara dunia ketiga tentu saja menjadi pusat incaran dari negara-negara adidaya lainnya, apalagi mengingat Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Masa Orde Baru telah menciptaka perkembangan yang sangat pesat, revolusi pembangunan di berbagai bidang melalui program PERELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun) pada tahun 1969-1999 telah mengantarkan Indonesia menjadi negara yang hampir tinggal landas sesuai dengan apa yang dikemukakan dalam teorinya Growth, W.W. Rostow mengenai tahap pertumbuhan ekonomi dari suatu negara.
Akan tetapi impian masyarakat tersebut kandas. Indonesia yang hampir linggal landas jatuh karena mental dan moral para pejabat birokrasi yang menjalankan sistem pemerintahan telah bobrok. Budaya korupsi, kolusi, kkn, dan nepotisme terlalu kental mewarnai rezim Orde Baru. Sehingga di penghujung rezim Orde Baru terjadi kerisis ekonomi yang mengakibatkan kenaikan infalsi yang begitu besar sehingga menyengsarakan rakyat. Hingga terjadi demonstrasi besar-besaran di Ibu Kota serta penjarahan dan kekacauan terjadi dimana-mana. Peristiwa 1999 tersebut menjadi peristiwa demonstrasi terbesar dalam sejarah perjalanan negara ini. Menjadi lembar pahit dari perjalanan Indonesia.
Berbeda dengan perjalanan Jepang beberapa tahun setelah kekalan Jepang dalam perang Dunia II, hampir seluruhnya perekonomian Jepang mengalami kelumpuhan. Kekurangan pangan yang parah, inflasi yang tak terbendung, dan pasar gelap di mana-mana. Bangsa jepang telah kehilangan semua wilayahnya di seberang laut. Dan jumlah penduduknya telah melonjak melampaui 80 juta dengan penambahan sekitar 6 juta orang yang pulang dari luar negeri. Pabrik-pabrik terbakar dalam serangan udara. Permintaan dalam negeri jatuh dengan menghentian pesanan militer, dan perdagangan sebrang laut dibatasi oleh pasukan pendudukan.
Akan tetapi Jepang perlahan-lahan mulai membangun kembali ekonominya yang dihancurkan saat perang dengan bantuan rehabilitasi oleh Amerika Serikat. Menjelang tahun 1951, pendapatan nasional bruto telah pulih ke tingkat 1934-36. Pertumbuhan penduduk menghambat pemulihan pendapatan perkapita bangsa, tetapi menjelang tahun 1954 indikator inipun sudah mencapai kembali ke peringkat tahun 1934-36 secara nyata. Anggota militer yang dibebaskan dari tugas dan orang sipil yang kembali, menjadi tenaga kerja sehingga tenaga kerja untuk pemulihan paska perang cukup besar.
Berbagai perubahan social dilakukan setelah perang, sangat membantu dalam jalannya pemulihan ekonomi Jepang diantaranya Demiliterisasi paskaperang dan larangan  persenjataan kembali yang tertera dalam Undang-Undang Dasar yang baru meniadakan beban berat pada sumber ekonomi bangsa, hingga akhirnya Jepang berhasil memulihkan kembali ekonominya, bahkan sekarang telah menjadi negara dengan ekonomi yang mantap. Jepang berhasil bangkit dan berusaha menumbuhkan semangat dan wajah baru sebagai negara dan bangsa yang cinta damai. Pengalaman pahit dan kesengsaraan rakyat Jepang dalam perang Dunia II, yang mengakibatkan dua bom atom dijatuhkan di Hirosima dan Nagasaki merupakan pelajaran yang berharga.
           Dengan demikian penulis mengharapkan kajian ini dapat membangkitkan semangat bangsa Indonesia untuk bangun dan belajar dari apa yang Jepang lakukan. Menata kembali negaranya dan berhasil menjadi negara yang memiliki sistem ekonomi yang mantap. Karena pepatah mengatakan tidak ada kata terlambat untuk belajar. Untuk itu marilah kita bangun dan menata negeri ini sebaik mungkin supaya mencapai kesejahteraan yang telah lama kita, bangsa Indonesia idam-idamkan.







BAB I
PENDAHULUAN


 A.    Latar Belakang Masalah
Menurut Shinichi Ichimura dewasa ini pertumbuhan ekonomi Negara-negara dunia ketiga sedang diperhatikan oleh Negara-negara adidaya lainnya. Dikarenakan Negara-negara di Eropa saat ini sedang mengalami krisis ekonomi, termasuk negara Amerika Serikat yang merupakan Negara maju dan menjadi Negara nomor satu di dunia setelah perang Dunia II. Maka dari itu banyak diantaranya Negara-negara maju yang tertarik berinvestasi di Indonesia mengingat keadaan ekonomi Eropa saat ini yang tidak stabil.
Seperti halnya China, Korea, Malayasia, Singapura saat ini sedang menikmati pertumbuhan ekonominya. Akan tetapi bagaimana dengan Indonesia?, sejak dulu hingga sekarang rasanya Indonesia hanya menjadi Negara satelit, dimana upaya lepas landas yang sempat akan tercapai pada masa Orde Baru gagal. Akibatnya Indonesia menjadi Negara satelit dari Negara-negara yang dulunya menjadi Negara-negara berkembang seperti; China, Korea, Malayasia, dan singapura.
Padahal dulu Negara-negara seperti Malayasia, Singapura merupakan Negara yang masih dibawah Indonesia. Lalu apakah yang salah dengan Indonesia?
Melihat dari prestasi China dan Jepang yang merupakan Negara di Asia yang berhasil menjadi salah satu Negara yang sukses di Dunia, maka saya mencoba mengkaji, membandingkan, dan menganalisis pertumbuhan Negara Maju yang saya ambil sebagai perbandingan sebagai pembanding dengan Indonesia adalah Negara Jepang.

 B.     Rumusan Masalah
      Dari uraian diatas maka muncul pertanyaan bagaimana upaya untuk melaksanakan pembangunan ekonomi Indonesia agar Indonesia bisa menjadi Negara yang mandiri?
Identifikasi masalah: 
1.  Langkah kebijakan ekonomi apa yang dilakukan Jepang sehingga dapat menjadi salah satu Negara industri terbesar di dunia? 
2. Apa jenis-jenis Industri yang dikembangkan oleh Jepang? 
3.  Bagaimana kondisi politik ekonomi Indonesia dewasa ini?
4. Apakah Indonesia dapat keluar dari keterpurukannya dan bisa meniru strategi yang dilakukan Negara Jepang?

 C.    Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini antara lain: 
1. Mengetahui langkah kebijakan ekonomi apa yang dilakukan Jepang sehingga dapat menjadi salah satu Negara industri terbesar di dunia? 
2. Mengetahui jenis-jenis Industri yang sikembangkan oleh Jepang? 
3. Mengetahui bagaimana kondisi politik ekonomi Indonesia dewasa ini? 
4. Dapat menentukan langkah apa yang harus dilakukan Indonesia untuk keluar dari keterpurukannya dan bisa meniru strategi yang dilakukan Negara Jepang?






BAB II
PEMBANGUNAN EKONOMI JEPANG

 A.    Perkembangan Pascaperang
Struktur ekonomi Jepang terdiri dari industri, perdagangan, keuangan, pertanian, dan lain-lain yang merupakan struktur ekonomi modern. Ekonomi Jepang berada dalam tahap Industrialisasi yang maju, dilayani oleh arus informasi yang padat dan jaringan angkutan yang berkembang secara luas. Salah satu karakteristik ekonomi Jepang adalah sambungan utama sektor produksi dan jasa, seperti angkuatan, perdagangan grosir dan eceran, dan perbankan, bagi produk netto dalam negeri, sedangkan perindustrian primer seperti pertanian dan perikanan sekarang hanya berperan kecil. Ciri khas lain ialah relatif pentingnya perdagangan internasional bagi ekonomi Jepang.
Jepang merupakan Negara kepulauan, yang miskin akan sumber alam dan yang menanggung jumlah penduduk yang melebihi 120 juta dalam luas yang relatif kecil. Namun, dalam kondisi terbatas ini dan hancurnya pusat produksinya sewaktu perang Dunia ke II, jepang berhasil tidak hanya membangun kembali ekonominya, akan tetapi juga berhasil menjadi salah satu Negara industri yang terkemuka di dunia. Namun, proses perluasan industri yang cepat ini, bersama-sama dengan perubahan keadaan ekonomi dalam negeri maupun internasional selama beberapa tahun baru silam, telah menciptakan berbagai masalah ekonomi yang harus dihadapi oleh bangsa ini.   

1.      Pemulihan  Setelah Perang
Beberapa tahun setelah kekalan Jepang dalam perang Dunia II, hampir seluruhnya perekonomian Jepang mengalami kelumpuhan. Kekurangan pangan yang parah, inflasi yang tak terbendung, dan pasar gelap di mana-mana. Bangsa jepang telah kehilangan semua wilayahnya di seberang laut. Dan jumlah penduduknya telah melonjak melampaui 80 juta dengan penambahan sekitar 6 juta orang yang pulang dari luar negeri. Pabrik-pabrik terbakar dalam serangan udara. Permintaan dalam negeri jatuh dengan menghentian pesanan militer, dan perdagangan sebrang laut dibatasi oleh pasukan pendudukan.
Akan tetapi Jepang perlahan-lahan mulai membangun kembali ekonominya yang dihancurkan saat perang dengan bantuan rehabilitasi oleh Amerika Serikat. Menjelang tahun 1951, pendapatan nasional bruto telah pulih ke tingkat 1934-36. Pertumbuhan penduduk menghambat pemulihan pendapatan perkapita bangsa, tetapi menjelang tahun 1954 indikator inipun sudah mencapai kembali ke peringkat tahun 1934-36 secara nyata. Anggota militer yang dibebaskan dari tugas dan orang sipil yang kembali, menjadi tenaga kerja sehingga tenaga kerja untuk pemulihan paska perang cukup besar.
Berbagai perubahan social dilakukan setelah perang, sangat membantu dalam jalannya pemulihan ekonomi Jepang diantaranya Demiliterisasi paskaperang dan larangan  persenjataan kembali yang ertera dalam Undang-Undang Dasar yang baru meniadakan beban berat pada sumber ekonomi bangsa, dari pengeluaran sektor militer. Pemecahan zaiatsu (gabungan bisnis atau “trust” yang besar) meepaskan kekuatan-kekuatan persaingan bebas. Pemilikan lahan disalurkan kembali berdasarkan sekala besar kepada petani yang dahulu menyewanya, dan dengan demikian mereka diberikan insentif baru untuk memperbaiki nasibnya. Hambatan bagi persatuan kegiatan buruh juga dihapus sehingga keamanan kerja bagi para pekerja lebih terlindungi dan terbuka untuk kenaikan mantap dalam gaji.
Berdasarkan “system prioritas produksi”, tekanan diberikan pada peningkatan produksi batubara, yang merupakan dua pemusatan utama dari usaha industri bangsa. Satu lompatan dalam produksi  baja meletakan landasan untuk lepas landas produksi cecara keseluruhan, terlihat jelas berupa kenaikan dalam penanaman modal yang dipotong oleh pemulihan konsumsi. Produksi kemudian tidak hanya meningkat dalam industri bahan inti seperti baja, dan produk-produk kimia, tetpai juga dalam industry baru yang membuat barang konsumen seperti pesawat, televise, dan mobil.

2.      Pertumbuhan Jepang yang Terjadi Secara Pesat
Perekonomian Jepang terus melonjak darinpertengahan 1950-an hingga 1960-an, dengan hanya mengalami dua resersi pendek yaitu pada tahun 1962 dan 1965. Laju pertumbuhan tahunan rata-rata mendekati 11% dengan keadaan sebenar ya selama dasawarsa 1960-an. Hal ini serbanding dengan 4,6% untuk Republik Federasi Jerman dan 4,3% untuk Amerika Serikat pada periode 1960 sampai 1972. Dan jauh daripada sebelum yang kira-kira 4% pertahun.
Pertumbuhan perekonomian Jepang memang diakui dikarenakan oleh penenaman modal yang hebat oleh industri swasta dalam pabrik dan peralatan baru. Tingkat tingginya tabungan rumah tangga Jepang memungkinkan penanaman modal yang besar-besaran yang dilakukan oleh lembaga keuangan seperti bank pada pihak swasta untuk menciptakan alat-alat produksi yang besar. Kenaikan modal sebanding dengan penerapan teknologi-teknologi baru. Penanaman modal untuk membuat indusrti-industri Jepang lebih kuat bersaing dengan pasaran dunia, menciptakan produk baru dan membawakan perusahaan-perusahaan Jepang keuntungan –keuntungan dari produksi masal dan meningkatkan produktivitas pekerja.
Faktor lain dibalik pertumbuhan ekonomi jepang adalah meluapnya tenaga pekerja setiap tahunnya dengan kualitas dan pendidikan yang tinggi. Lumayan banyak orang muda yang masuk menjadi pekerja setiap tahunnya. Dan juga banyak perpindahan dari buruh pertanian ke pekerjaan dibidang industri baik produksi maupun jasa kebanyakan berlokasi di kota-kota yang lebih besar.
Kebijakan penggandaan pendapatan 10 tahun dan anjuran untuk menabung oleh pemerintah mengakibatkan ransangan penanaman modal sehingga dapat menjamin pelindungan industri dengan member potensi pertumbuhan, dan menggalangkan pertumbuhan ekspor. Jepang memetik buah dari pertumbuhan ekonominya dalam iklim ekspansi elkonomi dunia ini dan saat itu berlimpahnya persediaan energi dari luar negeri yang relatif murah selama periode ini.
Setelah resersi pendek pada tahun 1965, ekonomi Jepang mengalami kemakmuran yang panjang sampai sekitar musim panas 1970-an. Dengan laju pertumbuhan yang nyata selama ini mendelati 12%. Factor kunci pendorong dari perekonomian Jepang adalah penanaman modal untuk sektor produksi yang berbobot, membangun kapasitas tambahan untuk kepentingan ekspor. Dan memperoleh peralatan yang lebih mutakir untuk menjawab perubahan dalam lingjungan ekonomi dan social, seperti alat-alat penghemat tenaga dan alat mengurangi polusi. Peningkatan ekspor yang disebabkan oleh daya saing harga produk-produk Jepang juga meningkatkan daya saing bisnis yang berkesinambungan.

3.      Prekonomian Jepang yang Menghadapi Hambatan
Dengan perluasan yang pesat dari produk nasional brutonya, pada tahun 1968 Jepang sudah mencapai peringkat dua dibawah Amerika Serikat diantara ekonomi-ekonomi pasar dalam arti sekala ekonomi nasional. Namun, namun seiringnya pertumbuhan cepat ini mengalami ketidak seimbangan: relative terlambat dalam modernisasi dalam bidang pertanian dan bidang-bidang kecil; harga konsumen cenderung meningkat terus; kekurangan perumahan dan prasarana seperti jalan dan fasilitas lain untuk kebutuhan sehari-hari; populasi lingkungan dan kerusakan alam; dan depopulasi penduduk di daerah pedesaan dan kepadatan penduduk di daerah perkotaan.
Kemakmuran Jepang yang terus berlangsung sangat memperkuat kedudukanya di forum internasional. Dengan ekspansi ekspornya yang semakin menbggila, justeru membuat sebagian Negara-negara lain gencar melakukan proteksi. Yang semulanya tidak terasa akhirnya mulai terasa dampaknya di tahun 1970-1975. Pada bualan Agustus 1971, Amerika Serikat mengumumkan suspense kontervebilitas dolar ke emas, dan dengan ini mengakibatkan berakhirnya system keuangan Bretton Woods, yang selama ini merupakan salah satu sokoguru yang mendukung perkembangan ekonomi dunia bebas dalam paska perang.
Pada bulan Februari 1973 negara besar di dunia termmasuk Jepang beralih system kurs valuta asing yang mengapung. Kekacuan dalam urusan keuangan internasional turut menyebabkan wabah inflasi di seluruh dunia.

4.      Kecenderungan Makro-Ekonomi Jepang
Laju pertumbuhan ekonomi yang dipertahankan selama tahun-tahun 1960-an dan tahun-tahun awal 1970-an, berakhir dengan krisis minyak pada tahun 1973-74. Sejak kerisis munyak kedua (1979-1980), laju pertumbuhan pada umumnya kurang dari 4%. Perindudtrian Jepang yang menghadapi kenaokan dasyat daam biaya, baik untuk energy maupun untuk yenaga kerja akibat krisis-krisis minyak, berupaya sekuat tenaga untuk mengurangi kebutuhan energi dan tenaga kerja, dan memasukan teknologi baru. Upaya ini justeru menempatkan Jepang dalam kedudukan yang lebih kuat daya saingnya di dunia internasional daripada kerisis minyak.
Walaupun laju pertumb uhan ada tunun-naiknya akan tetapi voleme ekonomi Jepang terus-menerus menduduki peringkat dua di dunia bebas. Menurut prakiraan yang dikeluarkan bulan September 1987 oleh organisasi kerja sama dan Pengembangan Ekonomi (OECD), produk nasional brito Jepang pada tahun 1986 berjumlah  $1.985.5 Milyar, hanyadiatas oleh GNP Amerika Serikat yang berjumlah $4.166,8 Milyar. GNP per kapita Jepang sebanyak $16.127sebagai merupakan yang keempat tertinggi diantara Negara-negara OECD. Sebagai bandingan : AS $17.246, dan Swiss $20.800 yang memegang peringkat tinggi. Peringkat Jepang dalam GNP per kapita saat ini sudah jauh lebih tinggi dari tahun 1968, ketika itu untuk pertama kali melampaui Republik Federasi Jerman sehingga menjadi ekonomi kedua terbesar di Dunia barat berdasarkan GNP.
  

B  Jepang Dewasa Ini
Ekonomi negara Jepang yang dibangun sekitar tahun 1946, dibangun dengan pondasi yang kuat dengan industri berat, manufaktur dan jasa sebagai penopang utama perekonomian mereka. Industri milik Jepang menjadi industri yang terbaik di dunia (tahun 2008 mengalahkan AS). Industri Jepang menjadi raksasa dunia sejak 1960 sampai 2004. Industri Jepang sejak lama topang oleh modal yang besar, SDM yang berkualitas, ketersediaan listrik dan peralatan pendukung yang canggih.
            Industri utama Jepang dewasa ini yang paling dikenal dunia adalah otomotifnya (baik motor ataupun mobil), tetapi lebih dari itu Jepang juga negara penghasil kapal, elektronik, ponsel, mesin, robot (android), baja (metal), komputer, tekstil, sutera, bio-industri, semikonduktor, farmasi, kertas, petrokimia, makanan,  teknologi ruang angkasa, alumunium dan lainnya. Hampir semua industri di Jepang laku di ekspor. Mau bukti? lihat saja, di jalan-jalan Indonesia, India, Malaysia dan Filipina banyak dijumpai mobil buatan Honda, Suzuki, Toyota, Hino, Isuzu, Mitsubishi dan Mazda. Alat-alat rumah tangga didominasi alat buatan Jepang seperti Sharp, Mito, Mitoshiba, Toshiba, Canon dll. Peripheral, panel plasma, semikonduktor dan komputer merek Canon, Hitachi, Fujitsu dan Toshiba juga diminati dunia.Sampai sekarang, Jepang adalah negara industri paling sukses sepanjang sejarah.
Selain itu, Jepang juga menguasai global melalui industri anime (animasi) dan produk perfilman mereka. Anime (animasi) Jepang menyerbu dan laris manis dipasaran dunia seperti : Doraemon, Ninja Hatori, Naruto, One Piece dll. Dari industri animasi-nya (anime), Jepang membukukan keutungan bersih total sekitar 2.983,03 milliar Yen.
            Walaupun Jepang dewasa ini telah sukses menjadi negara maju, negara ini tidak melupakan bidang usaha lain yang dulu sempat terjadi ketidak stabilan. Dewasa ini seperti sektor pertanian dan peternakan di Jepang tergolong maju dan menerapkan intensifikasi pertanian, sehingga walaupun luas wilayah Jepang yang dijadikan lahan pertanian kurang dari 15 % Jepang dapat berswasembada memenuhi kebutuhan domestiknya. Lain halnya dengan Indonesia yang dikaruniakan Tuhan banyak sumber alam sampai sekarang belum mampu berswasembada bahan pangan, ironis sekali. Pertanian di Jepang kebanyakan menggunakan sistem hidroponik, aeroponik, pupuk hijau/kompos, mesin panen dan mesin-mesin pembajak yang modern. 2011 lalu, Jepang berhasil berswasembada atas komoditas beras, kedelai, kacang tanah, rumput laut, teh, tomat, sayuran, kubis, pir, jeruk, aprikot, lobak, jagung, kentang, ketan, gandum, bunga dan wasabi. Meskipun swasembada, untuk membuat Sanbei, Jepang masih mengimpor beras dari Vietnam dan Thailand.
            Pertambangan adalah usaha yang kurang berhasil di Jepang, karena bumi Jepang sangat miskin dan sedikit sekali menghasilkan mineral. Bumi Jepang tercatat hanya menghasilkan garam, batubara, tembaga, bauksit, emas, biji besi, biji nikel, tungsten dan gas alam dalam jumlah sedikit, yang jauh dari cukup. Hanya energi air, panas bumi, angin dan panas matahari yang terdapat dalam jumlah yang melimpah.
            Perikanan, perikanan Jepang sangat maju dengan dukungan alat-alat penangkapan ikan yang modern, armada yang besar dan bermodal serta area penangkapan yang sangat luas. Tak heran Jepang pernah menjadi produsen ikan nomor 1 dunia sejak 1968 sampai 1996. Pada 1996, produksi ikan di Jepang terus merosot dan akhirnya berada diposisi ke-enam sampai sekarang. Tetapi, armada perikanan tetap merupakan yang terbaik didunia. Hasil perikanan/tangkapan nelayan Jepang pada umunya yaitu : tuna, cakalang, sarden, makerel, cod, haring, paus, anjing laut, salem, kepiting, gurita, cumi, belut laut, udang, salmon, kerang tiram, saury dan jenis-jenis lain. Sedangkan, babi, sapi, kuda, domba, ayam, itik dan anjing laut serta buaya dan ular adalah hasil peternakan Jepang.   






BAB III
PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA

 A.    Perekonomian Indonesia Di Masa Orde Lama
Masa orde lama dimulai dari tanggal 17 Agustus 1945 saat Indonesia merdeka. Pada saat itu, keadaan ekonomi Indonesia mengalami stagflasi (artinya stagnasi produksi atau kegiatan produksi terhenti pada tingkat inflasi yang tinggi). Indonesia pernah mengalami sistem politik yang demokratis yakni pada periode 1949 sampai 1956. Pada tahun tersebut, terjadi konflik  politik yang berkepanjangan dimana rata-rata umur kabinet hanya dua tahun sehingga pemerintah yang berkuasa tidak fokus memikirkan masalah-masalah sosial dan ekonomi yang terjadi pada saat itu. Selama periode 1950an struktur ekonomi Indonesia masih peninggalan zaman kolonial, struktur ini disebut dual society dimana struktur dualisme menerapkan diskriminasi dalam setiap kebijakannya baik yang langsung maupun tidak langsung.
Keadaan ekonomi Indonesia menjadi bertambah buruk dibandingkan pada masa penjajahan Belanda. Hal ini dikarenakan terjadi nasionalisasi terhadap semua perusahaan asing di tanah air. Nasionalisasi perusahaan asing yang dilakukan pada tahun 1957 dan 1958 adalah awal periode “Ekonomi Terpimpin” dengan haluan sosialis/komunis. Sebenarnya politik ini hanya merupakansatu refleksi dari perasaan anti colonial, anti impralisme, dan anti kapitalisme pada saat itu. Padaakhir September 1965, ketidakstabilan politik Indonesia mencapai puncaknya dengan terjadinya kudeta yang gagal. Sejak saat itu, sistem ekonomi yang dianut Indonesia mengalami perubahandari pemikiran sosialis ke semi kapitalis yang dalam pelaksanaannya mengakibatkan munculnya kesenjangan ekonomi yang semakin besar. Periode ekonomi ini dimulai sejak proklamasi kemerdekaan hingga jatuhnya Presiden Soekarno.
Perekonomian Indonesia bisa dikatakan sebagai ekonomi perang, karena pada waktu itu masih terjadi perang antara kaum revolusioner dengan pemerintahan Belanda yang dibantu Inggris dan Australia. Situasi politik dalam negeri menjadi tidak kondusif untuk kemajuan perekonomian. Terjadi banyak pertentangan politik, muncul banyak partai, adanya keinginan negara kesatuanmaupun negara federasi serta negara agama. Situasi ini menarik perhatian republik sehingga hubungan dengan pemerintah Belanda makin memburuk. Pada waktu itu pihak swasta dalam negeri tidak mampu untuk mengambil alih perusahaan-perusahaan swasta milik Belanda.
Perekonomian Indonesia pada saat itu tidak mendapat perhatian cukup dari pemerintah, sehingga keadaan keuangan Indonesia memburuk, inflasi tinggi dan dilaksanakannya kebijakan moneter yang sangat drastis yaitu sanering (pengguntingan uang rupiah setengah lembar diganti dengan  uang baru dan dikembalikan kepada pemiliknya dan setengahnya lagi ditukar dengan obligasi negara). Setelah diadakan sanering, keadaan ekonomi Indonesia bukannya membaik namunharga-harga terus mengalami kenaikan seirama dengan keadaan politik di dalam dan luar negeri. Sampai akhirnya pada tahun 1965, tercatat tingkat inflasi terbesar 650 persen dengan pertumbuhan ekonomi tidak lebih dari 2-3 persen pertahun. Seirama dengan orientasi ke blok sosialis, sistem perbankan pun disesuaikan dengan sistem perbankan di Rusia. Dengan demikian, munculah istilah sistem perekonomian sosialis ala Indonesia. Pada masa awal kemerdekaan, keadaan ekonomi Indonesia sangat buruk, yang antara lain disebabkan oleh :
1.      Inflasi yang sangat tinggi, hal ini disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javashe Bank ,mata uang pemerintah Hindia Belanda,dan mata uang pendudukan Jepang. Pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
2.      Adanya blockade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI
3.      Kas Negara kosong
4.      Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan ekonomi,antara lain :
1.   Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan IR. Surachman pada bulan Juli 1946.
2. Upaya menembus blockade dengan diplomasi beras ke India (India merupakan Negara yang mengalami nasib yang sama dengan Indonesia yaitu sama-sama pernah dijajah, Indonesia menawarkan bantuan berupa padi sebanyak 500.000 ton dan India menyerahkan sejumlah obat-obatan kepada Indonesia),mengadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blockade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
3.    Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
4.      Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
5.    Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
6.  Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).

Masalah-masalah yang terjadi yang demikianlah yang menjadikan Indonesia mencari-cari arah dan membangun pondasi politik dan ekonominya. Dari mulai pergantian kabinet yang terlalu sering diganti, infalasi yang tinggi, serta kurangnya sumber daya manusia yang mumpuni untuk menasionalisasi perusahaan-perusahaan asing. Maka bangsa Indonesia harus berbenah diri dan belajar membangun pomdasi politik dan ekonominya pada masa “ekonomi terpinpin”. Untuk membuka diri bagi dunia. Maka Indonesia kala itu sebagai Negara dunia ke tiga menjadi bahan penelitian bagi golongan ilmuan-ilmuan barat untuk kepentingan prospek investasi mereka.


B.     Kondisi Ekonomi Indonesia Pada Awal Masa Orde Baru
Di awal Orde Baru, Suharto berusaha keras membenahi ekonomi Indonesia yang terpuruk, dan berhasil untuk beberapa lama. Kondisi ekonomi Indonesia ketika Pak Harto pertama memerintah adalah keadaan ekonomi dengan inflasi sangat tinggi, 650% setahun,” kata Emil Salim, mantan menteri pada pemerintahan Suharto.
 Orang yang dulu dikenal sebagai salah seorang Emil Salim penasehat ekonomi presiden menambahkan langkah pertama yang diambil Suharto, yang bisa dikatakan berhasil, adalah mengendalikan inflasi dari 650% menjadi di bawah 15% dalam waktu hanya dua tahun. Untuk menekan inflasi yang begitu tinggi, Suharto membuat kebijakan yang berbeda jauh dengan kebijakan Sukarno, pendahulunya. Ini dia lakukan dengan menertibkan anggaran, menertibkan sektor perbankan, mengembalikan ekonomi pasar, memperhatikan sektor ekonomi, dan merangkul negara-negara barat untuk menarik modal.
            Setelah itu di keluarkan ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaruan Kebijakan ekonomi, keuangan dan pembangunan. Lalu Kabinet AMPERA membuat kebijakan mengacu pada Tap MPRS tersebut adalah sebagai berikut. 
    1.  Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan kemacetan, seperti :
 a. Rendahnya penerimaan Negara
 b. Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran Negara
 c. Terlalu banyak dan tidak produktifnya ekspansi kredit bank
 d. Terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri penggunaan devisa bagi  impor yang
     sering kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.
2.      Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian.
3.      Berorientasi pada kepentingan produsen kecil.
 Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut maka ditempuh cara:
1.      Mengadakan operasi pajak
2.      Cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan dengan menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.
            Menurut Emil Salim, Suharto menerapkan cara militer dalam menangani masalah ekonomi yang dihadapi Indonesia, yaitu dengan mencanangkan sasaran yang tegas. Pemerintah lalu melakukan Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang (25-30 tahun) dilakukan secara periodik lima tahunan yang disebut Pelita(Pembangunan Lima Tahun) yang dengan melibatkan para teknokrat dari Universitas Indonesia, dia berhasil memperoleh pinjaman dari negara-negara Barat dan lembaga keuangan seperti IMF dan Bank Dunia.
 Liberalisasi perdagangan dan investasi kemudian dibuka selebarnya. Inilah yang sejak awal dipertanyakan oleh Kwik Kian Gie, yang menilai kebijakan ekonomi Suharto membuat Indonesia terikat pada kekuatan modal asing.
Pelita berlangsung dari Pelita I-Pelita VI.
a.       Pelita I (1 April 1969 – 31 Maret 1974)
            Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan awal pembangunan Orde Baru.
Tujuan Pelita I       :
            Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.
Sasaran Pelita I     :
            Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
Titik Berat Pelita I   :
            Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian. Muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada tanggal 15-16 Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak melakukan dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan pembakaran barang-barang buatan Jepang.

b.      Pelita II (1 April 1974 – 31 Maret 1979)
Sasaran yang hendak di capai pada masa ini adalah pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas lapangan kerja . Pelita II berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk 7% setahun. Perbaikan dalam hal irigasi. Di bidang industri juga terjadi kenaikna produksi. Lalu banyak jalan dan jembatan yang di rehabilitasi dan di bangun.

c.       Pelita III (1 April 1979 – 31 Maret 1984)
            Pelita III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan yang bertujuan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil.
Isi Trilogi Pembagunan adalah sebagai berikut:
1)      Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2)      Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3)      Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

d.      Pelita IV (1 April 1984 – 31 Maret 1989)
Pada Pelita IV lebih dititik beratkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan ondustri yang dapat menghasilkan mesin industri itu sendiri. Hasil yang dicapai pada Pelita IV antara lain swasembada pangan. Pada tahun 1984 Indonesia berhasil memproduksi beras sebanyak 25,8 ton. Hasil-nya Indonesia berhasil swasembada beras. kesuksesan ini mendapatkan penghargaan dari FAO(Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985. hal ini merupakan prestasi besar bagi Indonesia. Selain swasembada pangan, pada Pelita IV juga dilakukan Program KB dan Rumah untuk keluarga.

e.       Pelita V (1 April 1989 – 31 Maret 1994)
Pada Pelita V ini, lebih menitik beratkan pada sektor pertanian dan industri untuk memantapakan swasembada pangan dan meningkatkan produksi pertanian lainnya serta menghasilkan barang ekspor.
            Pelita V adalah akhir dari pola pembangunan jangka panjang tahap pertama. Lalu dilanjutkan pembangunan jangka panjang ke dua, yaitu dengan mengadakan Pelita VI yang di harapkan akan mulai memasuki proses tinggal landas Indonesia untuk memacu pembangunan dengan kekuatan sendiri demi menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

f.       6. Pelita VI (1 April 1994 – 31 Maret 1999)
Titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
          Disamping itu Suharto sejak tahun 1970-an juga menggenjot penambangan minyak dan pertambangan, sehingga pemasukan negara dari migas meningkat dari $0,6 miliar pada tahun 1973 menjadi $10,6 miliar pada tahun 1980. Puncaknya adalah penghasilan dari migas yang memiliki nilai sama dengan 80% ekspor Indonesia. Dengan kebijakan itu, Indonesia di bawah Orde Baru, bisa dihitung sebagai kasus sukses pembangunan ekonomi.
            Keberhasilan Pak Harto membenahi bidang ekonomi sehingga Indonesia mampu berswasembada pangan pada tahun 1980-an diawali dengan pembenahan di bidang politik. Kebijakan perampingan partai dan penerapan azas tunggal ditempuh pemerintah Orde Baru, dilatari pengalaman masa Orde Lama ketika politik multi partai menyebabkan energi terkuras untuk bertikai. Gaya kepemimpinan tegas seperti yang dijalankan Suharto pada masa Orde Baru oleh Kwik Kian Gie diakui memang dibutuhkan untuk membenahi perekonomian Indonesia yang berantakan di akhir tahun 1960.
Namun, dengan menstabilkan politik demi pertumbuhan ekonomi, yang sempat dapat dipertahankan antara 6%-7% per tahun, semua kekuatan yang berseberangan dengan Orde Baru kemudian tidak diberi tempat.
Kondisi Ekonomi Indonesia Pada Akhir Masa Orde Baru Pelita VI (1 April 1994 – 31 Maret 1999) Pada masa ini pemerintah lebih menitikberatkan pada sektor bidang ekonomi. Pembangunan ekonomi ini berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.
            Namun Pelita VI yang diharapkan menjadi proses lepas landas Indonesia ke yang lebih baik lagi, malah menjadi gagal landas dan kapal pun rusak.
            Indonesia dilanda krisis ekonomi yang sulit di atasi pada akhir tahun 1997. Semula berawal dari krisis moneter lalu berlanjut menjadi krisis ekonomi dan akhirnya menjadi krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Pelita VI pun kandas di tengah jalan.
            Kondisi ekonomi yang kian terpuruk ditambah dengan KKN yang merajalela, Pembagunan yang dilakukan, hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat. Karena pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata. Meskipun perekonomian Indonesia meningkat, tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.. Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam. Perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan, antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam.. Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial). Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
            Pembagunan tidak merata  tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilah yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia menjelang akhir tahun 1997.membuat perekonomian Indonesia gagal menunjukan taringnya.
            Namun pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru merupakan pondasi bagi pembangunan ekonomi selanjutnya.

1.      Dampak Positif Kebijakan ekonomi Orde Baru :
a.       Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program pembangunan pemerintah terencana dengan baik dan hasilnyapun dapat terlihat secara konkrit.
b.      Indonesia mengubah status dari negara pengimpor beras terbesar menjadi bangsa yang memenuhi kebutuhan beras sendiri (swasembada beras).
c.       Penurunan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan kesejahteraan rakyat.
d.      Penurunan angka kematian bayi dan angka partisipasi pendidikan dasar yang semakin meningkat.
2.      Dampak Negatif Kebijakan ekonomi Orde Baru :
a.       Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam
b.      Perbedaan ekonomi antardaerah, antargolongan pekerjaan, antarkelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam.
c.       Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial)
d.      Menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang erat dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme)
e.       Pembagunan yang dilakukan hasilnya hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat, pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata.
f.       Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
g.      Meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.
h.      Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang justru menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilahh yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia menjelang akhir tahun 1997.







BAB IV
PENUTUP

 A.    Analisis
Dari uraian diatas mengenai bagaimana ekonomi Jepang telah bangkit kembali setelah perang Dunia II dan berhasil menunjukan kepada dunia bahwa Jepang menjadi salah satu Negara Adidaya yang terbaik, tersehat, terbesar dan termodern didunia. Ekonomi Jepang bertumpu pada industri, jasa, manufaktur dan telekomunikasi yang menyumbang 78 % GDP-nya. Walaupun sudah menjadi negara yang maju dan berbasis teknologi, Jepang serta merta tidak  melupakan bidang usaha yang lain. Bahkan, dewasa ini pemerintah Jepang memberikan insentif yang besar kepada para petani, nelayan dan peternak. Karena usaha intensifikasi dibidang pertanian dan peternakan, Jepang akhirnya berswasembada pangan.
Penomena itu hampir sama dengan apa yang terjadi di Indonesia dimana saat Indonesia kembali bangkit setealah menemukan jati diri politik ekonomi pada masa kepeminpinan Orde Baru. Dimana hampir sama pertumbuhan yang dinikmati oleh Indonesia pertumbuhan Indonesia saat itu sama pesatnya dengan Jepang saat memulai memulihkan perekonomiannya paska perang Dunia II melalui upaya REPELITA dimana saat itu Suharto sejak tahun 1970-an juga menggenjot penambangan minyak dan pertambangan, sehingga pemasukan negara dari migas meningkat dari $0,6 miliar pada tahun 1973 menjadi $10,6 miliar pada tahun 1980. Puncaknya adalah penghasilan dari migas yang memiliki nilai sama dengan 80% ekspor Indonesia. Dengan kebijakan itu, Indonesia di bawah Orde Baru, bisa dihitung sebagai kasus sukses pembangunan ekonomi.
          Keberhasilan Pak Harto membenahi bidang ekonomi sehingga Indonesia mampu berswasembada pangan pada tahun 1980-an diawali dengan pembenahan di bidang politik. Kebijakan perampingan partai dan penerapan azas tunggal ditempuh pemerintah Orde Baru, dilatari pengalaman masa Orde Lama ketika politik multi partai menyebabkan energi terkuras untuk bertikai. Gaya kepemimpinan tegas seperti yang dijalankan Suharto pada masa Orde Baru oleh Kwik Kian Gie diakui memang dibutuhkan untuk membenahi perekonomian Indonesia yang berantakan di akhir tahun 1960.
Namun, dengan menstabilkan politik demi pertumbuhan ekonomi, yang sempat dapat dipertahankan antara 6%-7% per tahun, semua kekuatan yang berseberangan dengan Orde Baru kemudian tidak diberi tempat.
Kondisi Ekonomi Indonesia Pada Akhir Masa Orde Baru Pelita VI (1 April 1994 – 31 Maret 1999) Pada masa ini pemerintah lebih menitikberatkan pada sektor bidang ekonomi. Pembangunan ekonomi ini berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Namun Pelita VI yang diharapkan menjadi proses lepas landas Indonesia ke yang lebih baik lagi, malah menjadi gagal landas dan kapal pun rusak.
            Indonesia dilanda krisis ekonomi yang sulit di atasi pada akhir tahun 1997. Semula berawal dari krisis moneter lalu berlanjut menjadi krisis ekonomi dan akhirnya menjadi krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Pelita VI pun kandas di tengah jalan.
            Kondisi ekonomi yang kian terpuruk ditambah dengan KKN yang merajalela, Pembagunan yang dilakukan, hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat. Karena pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata. Meskipun perekonomian Indonesia meningkat, tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.. Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam. Perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan, antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam.. Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial). Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
            Pembagunan tidak merata  tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilah yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia menjelang akhir tahun 1997.membuat perekonomian Indonesia gagal menunjukan taringnya.
            Sehingga upaya kemajuan pembangunan yang dicita-citakan bangsa Indonesia seperti Jepang telah pupus. Sehingga perlu ada perbaikan dan berbenah diri di dalam pemerintahan sendiri melalui perundang-undanganya, selain itu melalui pendidikan moral yang dan intelektual masyarakatnya. Karena berbicara tentang memajukan perekonomian suatu Negara tidak hanya di tunjang melalui ekonomi saja melainkan harus secara komperhensip dimana nilai budaya karakter bangsa dan pendidikan ikut menjadi komponen dalam mendorong kemajuan dan perkembangan suatu bangsa.
            Karena pada saat Jepang bangkit dari keterpurukan ekonominya semasa pascaperang Dunia II Jepang berhasil menarik modal yang besar dari pihak swasta asing dan memanfaatkan generasi muda yang berpotensi mereka yang telah kembali menuntut ilmu dari luar dan menyatukan karakter budaya orang Jepang sendiri yang mempunyai etos kerja yang besar serta rasa nasionalisme yang besar terhadap Negaranya karena gaya pemerintahan Jepang menerapkan gaya pemerintahan militer.
            Dari komponen-komponen penunjang diatas maka Jepang dapat berhasil keluar dari keterpurukannya. Berbeda dengan Indonesia dimana para generasi muda mereka masi belum bisa mengolah dengan maksimal sumberdaya alam yang melimpah di negaranya sendiri sedangkan Jepang miskin sumber daya alamnya akan tetapi sumber daya manusia orang Jepang lebih maju sehingga bisa mengolah sumber daya alam yang ada di Negara sekitarnya yang relative bisa didapatkan dengan mudah. Selain itu pejabat birokrasi Indonesia kala itu memang pada masa Orde Baru memiliki kebudayaan yang kurang baik yang merugikan Negara yakni korupsi. Maka dari itu perlu dibenahi hingga sekarang moral para pejabat birokrasi pemerintahan Indonesia ini dari budaya korupsi yang merugikan Negara. Oleh karena itu pembangunan Negara Indonesia harus berjalan secara beriringan dan komperhensip dengan budaya, pendidikan, teknologi, dan kehidupan social politik Negara tersebut.    






Daftar Pustaka

Ichimura, Shinichi. (1989). Pembangunan Ekonomi Indonesia. Jakarta: Penerbit Un iversitas Indonesia (UI-Press).
Mangandaralam, Syahbuddin. (1989). Mengenal Dari Dekat Jepang, Negara Matahari Terbit. Bandung: Remadja Karya CV.
Siahaan, Bisuk. (2000) .Industrialisasi di Indonesia: Sejak hutang Kehormatan Sampai Banting Stir. Bandung: Penerbit ITB.
Wakaba, Royal. (1989). Jepang Dewasa Ini. Tokyo: Internasional Society for Educational Information, Inc.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar