Yophy
Diky Wahyudi
0901393
Pembangunan Ekonomi Jepang Pada Masa Pendudukan Sekutu
a. Kebijakan
Demokratisasi Ekonomi
Ada
beberapa masalah perekonomian yang muncul setelah kekalahan jepang dalam PD II.
Salah satu masalah tersebut adalah pengangguran. Pengangguran saat itu
disebabkan oleh pembubaran kekuatan militer. Dampaknya, banyak para pegawai
yang bekerja untuk memproduksi keperluan militer kehilangan pekerjaannya.
Selain
pengangguran, hal lain yang menjadi kendala adalah masalah mengenai krisis
energi dan kekurangan produksi pangan. Saat itu sumber energi utama Jepang
adalah batubara dan listrik tenaga air. Hal tersebut dikarenakan setelah
kekalahan Jepang pasokan batubara dari luar negeri terhenti. Keudian hasil
panen jepang pada waktu itu juga tak lepas dari kendala, dimana hasil panen
menurun sehingga persediaan pangan nasional menurun dan membuat banyak rakyat
Jepang menderita kelaparan.
Masalah-masalah
tadi terjadi pada masa pendudukan sekutu. Dan untuk menyelesaikan masalah
tersebut, pemerintah Jepang diinstruksiakn oleh SCAP untuk menjalankan
kebijakan demokratisasi ekonomi. Pada pelaksanaannya terdapat tiga aspek utama
demokratisasi ekonomi, yaitu tanah pertanian, pemecahan zaibatsu, dan reformasi
tenaga kerja.
1. Reformasi
tanah pertanian
Pemerintah
sekutu menginstruksikan pemerintah Jepang agar melaksanakan reformasi dibidang
pertanian, yang dikenal dengan istilah reformasi tanah pertanian (No chi
Kaikaku) yang dilaksanakan pada tahun 1947. Reformasi ini merupakan tindakan
yang diambil olehsekutu untuk mengubah status kepemilikan tanah pertanian.
Selain itu juga reformasi ini berdampak pada distribusi pendapatan masyarakat.
Distribusi pendapatan sektor pertanian menjadi lebih merata dan para petani ppenggarap
mempunyai kesempatan untuk memiliki lahan pertanian sendiri.
Kebijajan
reformasi tanah pertanian yang dikeluarkan oleh SCAP ini memiliki dua tujuan,
yakni memindahkan kepamilikan tanah kepada petani penggarap yang melakukan
kegiatan bercocok tanam sendiri dan memperbaiki praktik sewa menyewa atas tanah
pertanian bagi orang yang melangsungkan hidupnya sebagai petani penggarap yang
menjadi penyewa tanah. Reformasi tanah pertanian di Jepang membuat para petani
penggarap berkesempatan untuk memiliki tanah pertanian.
reformasi tanah pertanian juga berdampak pada distribusi pendapatan masyarakat Jepang yang bermata pencaharian sebagai petani. Kebijakan ini perlahan-lahan menghapus hubungan feodal antara tuan tanah dengan petani penggarap. Adanya perubahan tersebut mendukung demokratisasi masyarakat dipedesaan, dan reformasi ini berpengaruh besar terhadap stabilitas ekonomi, sosial, dan politik masyarakat Jepang seusai perang.
reformasi tanah pertanian juga berdampak pada distribusi pendapatan masyarakat Jepang yang bermata pencaharian sebagai petani. Kebijakan ini perlahan-lahan menghapus hubungan feodal antara tuan tanah dengan petani penggarap. Adanya perubahan tersebut mendukung demokratisasi masyarakat dipedesaan, dan reformasi ini berpengaruh besar terhadap stabilitas ekonomi, sosial, dan politik masyarakat Jepang seusai perang.
2. Pemecahan
Zaibatsu
SCAP
menganggap bahwa zaibatsu merupakan sumber penting bagikekuatan militer Jepang,
dan menghanbat perkembangan demokrasi ekonomi. Tujuan dari pembubaran zaibatsu
adalah untuk menghentikan dukungan pihak zaibatsu kepada militer Jepang.
Industri Jepang sebelumnya berada dibawah penguasaan gabungan beberapa zaibatsu
yang mendapat hak dan perlakuan khusus dari pemerintah Jepang. Tujuan
penguasaan industri tersebut untuk mempertahankan dan melanjutkan hubungan semi
feodal antara tenaga kerja dan sistem manajemen. Hal tersebut dilakukan dengan
cara menekan para pekerja dengan upah yang rendah, mencegah perkmbangan serikat
pekerja, menghalangi kebebasan perusahaan yang berpotensi, dan menghalangi
kebangkitan kelas menengah.
Zaibatsu
merupakan pusat aktivitas industri dan ekonomi di Jepang yang berpengaruh besar
terhadap pemerintah Jepang sebelum perang.
Langkah
awal yang dilakukan dalam pemecahan zaibatsu adalh memecah perusahaan induk
yang menjadi inti dari zaibatsu tersebut dengan menjual saham-saham tersebut
kepada publik dan perorangan. Langkah berikutnya adalah melakukan penghapusan
konsentrasi ekonomi seperti hak milik dan aset milik zaibatsu. Tujuannya, untuk
memberikan kesempatan bagi industri dan perusahaan yang baru untuk berkompetisi
dan bersaing secara sehat tanpa tekanan dari zaibatsu.
Dengan
adanya kebijakan tersebut, perekonomian Jepang diharapkan memiliki struktur
yang kompetitif, adil, serta terbebas dari intervensi zaibatsu dan terlepas
dari struktur monopoli.
3. Reformasi
tenaga kerja
Pada
masa perang, terdapat masalah bagi tenaga kerja di Jepang, antara lain gaji
yang rendah, kesejahteraan para pekerja yang kurang memadai, serta diskriminasi
wanita dalam pekerjaan. Hal tersebut membuat pemerintah pendudukak (SCAP)
merasa perlu untuk mengambil langkah reformasi demokrasi ekonomi dengan
memperbaiki kesejahteraan para tenaga kerja. SCAP menginstruksikan pemerintah
Jepang untuk membuat landasan ukum tentang hubungan para pekerja dengan
industri serta perusahaan dengan merancang undang-undaang yang menjamin hak
dasar bagi para pekerja. Selain itu juga SCAP mendukung gerakat serikat para
pekerja yang demokratis untuk memperjuangkan hak pekerja.
Akhirnya
pada bulan Desember 1945 ditetapkanlah undang-undang yang pertama mengenai
tenaga kerja di Jepang yang bernama undang-undang serikat pekerja.
Undang-undang ini mengatur hak dasar para pekerja untuk melakukan mogok kerja,
bernegosiasi dengan perusahaan, dan untuk berserikat. Dengan adanya
undang-undang ini para tenaga kerja dapat membentuk serikat atau organisasi
para pekerjayang bertujuan untuk melindungi kepentingannya.
Selain
itu, terbentuk pula undang-undang pengaturan tenaga kerja dan undang-undang
standarisasi tenaga kerja. Dengan adanya undang-undang yang mendukung para
pekerja, maka jumlah sarikat pekerja semakin lama semakin bertambah jumlahnya.
b. Rencana
Dodge
Pada
masa awal pendudukan sekutu, arah kebijakan pemerintah pendudukan dibidang
ekonomi masih terfokus pada demilitersasi dan demokratisasi. Rekonstruksi
perekonomian Jepang diserahkan kepada pemerintah Jepang sendiri.
Dalam
mengatasi masalah inflasi yang terus meningkat dan produksi yang mengalami
stagnasi, pada tanggal 18 Desember 1948 pemerintah pendudukan mengumumkan
program Sembilan Prinsip Kestabilan Ekonomi, yang terdiri dari :
1. Mencapai
keseimbangan anggaran
2. Mempercepat
dan memperkuat program penarikan pajak
3. Membatasi
dan menjamin kredit yang mendukung dan berhubungan dengan pemulihan ekonomi
Jepang
4. Membuat
sebuah program untuk mencapai kesetaraan upah
5. Membuat
regulasi yang mengendalikan harga barang
6. Meningkatkan
dan memperkuat regulasi dalam perdagangan luar negeri
7. Meningkatkan
efektivitas sistem distribusi dan rasionalisasi yang bertujuan untuk
meningkatkan ekspor
8. Meningkatkan
produksi bahan mentah dan produk manufaktur yang terdapat di dalam negeri
9. Memperbaiki
efisiensi rencana produksi pangan
Prinisp
pertama sampai keempat dalam point tersebut menjadi inti dalam Dodge Plan untuk
menekan inflasi. Dodge Plan merupakan sebuah program kebijakan dalam bidang
fiskal dan moneter untuk mengatasi inflasi.
c. Rekomendasi
Pajak Shoup
Pada
tahun 1914 SCAP meminta pemerintah AS untuk membantu reformasi sistem
perpajakan di Jepang, dan AS mengirimkan sekelompok ahli perpajakan ke Jepang
yang diketuai oleh seorang profesor ahli perpajakan yang bernama Carl Summer
Shoup. Setelah mela;ui serangkaian proses, keluarlah beberapa rekomendasi dari
kelompok tersebut, yakni:
1. Memprioritaskan
penarikan pajak penghasilan
2. Melakukan
revaluasi atas modal dan tanah supaya menyesuaikan nilai aset tersebut pada
tingkat harga yang berlaku
3. Melakukan
penekanan atas pajak langsung
4. Menekankan
pentingnya kebijakan fiskal pada setiap daerah administratif untuk meningkatkan
penarikan pajak di daerah
5. Menerapkan
pajak kekayaan dan pajak pertambahan nilai
Referensi :
Kunio,
Yoshihara. 1983. Perkembangan Ekonomi Jepang. Jakarta: Gramedia
Wikipedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar