Wisnu Adam Alfiqri 0906275
Abstrak
Pembangunan
di Indonesia dapat dilihat dari berbagai sector, sector pendidikan dan sector
perekonomian adalah salah satunya. Pembangunan pembangunan yang dilakukan oleh
pemerintahan membawa cita – cita luhur para pejuang bangsa dalam merebut
kemerdekaan Negara Kesatuan Rapublik Indonesia. Proklamasi kemerdekaan pada
tanggal 17 Agustus 1945, menandai dimulainya bangsa Indonesia berdiri oleh kaki
sendiri, tanpa bergantung pada Negara lain. Upaya Berdikari berdiri dibawah
kaki sendiri yang dilakukan oleh
pemerintah dalam pembangunan negeri ini tentunya memiliki berbagai
polemik.
Gejolak politik pada masa orde lama yang masih dibayang –
bayangi oleh Belanda yang ingin menginjakan kakinya kembali di negeri yang
pernah mereka kuasai selama 350 tahun, tentunya menjadi hambatan bagi
pembangunan Indonesia, anggaran yang untuk pembangunan harus rela dibagi dengan
anggaran pertahanan militer yang memang menjadi prioritas utama pada awal
kemerdekaan Indonesia, namun hal itu tidak menjadi masalah disbanding dengan
semangat membangun negeri ini.
Masa orde lama dimulai dari tanggal 17 Agustus 1945 saat
Indonesia merdeka. Pada saat itu,keadaan ekonomi Indonesia mengalami
stagflasi (artinya stagnasi produksi atau kegiatan produksi
terhenti pada tingkat inflasi yang tinggi). Indonesia pernah mengalami sistem
politik yang demokratis yakni pada periode 1949 sampai 1956. Pada tahun
tersebut, terjadi konflik politik yang berkepanjangan dimana rata-rata umur
kabinet hanya dua tahun sehingga pemerintah yang berkuasa tidak
fokus memikirkan masalah-masalah sosial dan ekonomi yangterjadi pada saat itu.
Selama masa orde lama, berbagai sistem ekonomi telah
mewarnai perekonomian Indonesia, antara lain :
1.
Sistem ekonomi Pancasila & Ekonomi Demokrasi : Awal
Berdirinya RI
2. Liberalisme : Awal 1950an1957an
3.
Sistem Etatisme : Awal 1958an – orde baru
Selama masa tersebut, telah dibentuk beberapa program dan
rencana perekonomian guna meningkatkan kualitas perekonomian di Indonesia.
Diantara program – program tersebut adalah :
1. Program Banteng tahun 1950, yang
bertujuan membantu pengusaha pribumi, Program Benteng
(Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong
importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan
membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada
importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi
agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun
usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan
tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
Pada
kabinet ini untuk pertama kalinya terumuskan suatu perencanaan pembangunan yang
disebut Rencana Urgensi Perekonomian (RUP).
2. Gunting Syarifuddin, yaitu
pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang
yang beredar agar tingkat harga turun.
3. Program Benteng (Kabinet Natsir),
yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional
agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang
tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta
memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi
dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat
pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan
pengusaha non-pribumi.
4. Nasionalisasi De Javasche Bank
menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan
fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
5. Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali
Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr. Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan
kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi
diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah
menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini
tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman,
sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni
Indonesia-Belanda.
Namun demikian kesemua program dan rencana tersebut tidak
memberikan hasil yang berarti bagi perekonomian Indonesia. Beberapa faktor yang
menyebabkan kegagalan adalah, Program-program tersebut disusun oleh tokoh-tokoh
yang relatif bukan bidangnya, namun oleh tokoh politik, dengan demikian
keputusan-keputusan yang dibuat cenderung menitik beratkan pada masalah
politik, dan bukannya masalah ekonomi. Hal ini dapat dimengerti mengingat pada
masa-masa ini kepentingan politik tampak lebih dominan, seperti mengembalikan
negara Indonesia ke negara kesatuan, usaha mengembalikan Irian Barat, menumpas
pemberontakan di daerah-daerah, dan masalah politik sejenisnya. Akibat lanjut
dari keadaan di atas, dana negara yang seharusnya dialokasikan untuk
kepentingan kegiatan ekonomi, justru dialokasikan untuk
keperluan perang atau militer.
Pada tahun 1947 Perencanaan pembangunan di Indonesia diawali
dengan lahirnya “Panitia Pemikir Siasat Ekonomi”. Perencanaan pembangunan 1947
ini masih mengutamakan bidang ekonomi mengingat urgensi yang ada pada waktu itu
(meskipun di dalamnya tidak mengabaikan sama sekali masalah-masalah nonekonomi
khususnya masalah sosial-ekonomi, masalah perburuhan, aset Hindia Belanda,
prasarana dan lain lain yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial). Tanpa
perencanaan semacam itu maka cita-cita utama untuk “merubah ekonomi kolonial
menjadi ekonomi nasional” tidak akan dengan sendirinya dapat terwujud. Apalagi
jika tidak diperkuat oleh Undang-Undang yang baku pada masa itu.
Pada tahun 1050 – 1957 disebut masa
demokrasi liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan
prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori
mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha
pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi,
terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi
perekonomian Indonesia yang baru merdeka. Sejak tahun 1955, pembangunan ekonomi
mulai meramba ke proyek-proyek besar. Hal ini dikuatkan dengan keluarnya
kebijakan Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun. Kebijakan ini berisi rencana
pendirian proyek-proyek besar dan beberapa proyek kecil untuk mendukung proyek
besar tersebut. Rencana ini mencakup sektor-sektor penting dan menggunakan
perhitungan modern. Namun sayangnya Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun
ini tidak berjalan atau dapat dikatakan gagal karena beberapa sebab seperti
adanya kekurangan devisa untuk menyuplai modal serta kurangnya tenaga ahli,
perekonomian Indonesia pada masa ini mengalami penurunan atau memburuk.
Sekitar
tahun 1960 sampai 1965 proses sistem perencanaan pembangunan mulai
tersndat-sendat dengan kondisi politik yang masih sangat labil telah
menyebabkan tidak cukupnya perhatian diberikan pada upaya pembangunan untuk
memperbaiki kesejahtraan rakyat. Pada masa ini perekonomian Indonesia berada
pada titik yang paling suram. Terjadinya pengeluaran besar-besaran yang bukan
ditujukan untuk pembangunan dan pertumnbuhan ekonomi melainkan berupa
pengeluaran militer untuk biaya konfrontasi Irian Barat, Impor beras, proyek
mercusuar, dan dana bebas (dana revolusi) untuk membalas jasa teman-teman dekat
dari rezim yang berkuasa. Perekonomian juga diperparah dengan terjadinya
hiperinflasi yang mencapai 650%. Selain itu Indonesia mulai dikucilkan dalam
pergaulan internasional dan mulai dekat dengan negara-negara komunis.
1.2 Perekonomian
Pada Masa Orde Baru
Keadaan
ekonomi yang kacau sebagai peninggalan masa Demokrasi Terpimpin,pemerintah
menempuh cara (1) Mengeluarkan Ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang
Pembaruan Kebijakan ekonomi, keuangan dan pembangunan. (2) MPRS mengeluarkan
garis program pembangunan, yakni program penyelamatan, program stabilitas dan
rehabilitasi, serta program pembangunan.
Program
pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional terutama
stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Stabilisasi
berarti mengendalikan inflasi agar harga barang-barang tidak melonjak
terus. Sedangkan rehabilitasi
adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana ekonomi. Hakikat dari
kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi berencana yang menjamin berlangsungnya
demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila
Program Stabilisasi dilakukan dengan cara
membendung laju inflasi. Hasilnya
bertolak belakang dengan perbaikan inflasi sebab harga bahan kebutuhan pokok
melonjak namun inflasi berhasil dibendung (pada tahun akhir 1967- awal 1968). Sesudah
kabinet Pembangunan dibentuk pada bulan Juli 1968 berdasarkan Tap MPRS
No.XLI/MPRS/1968, kebijakan ekonomi pemerintah dialihkan pada pengendalian yang
ketat terhadap gerak harga barang khususnya sandang, pangan, dan kurs valuta
asing. Sejak saat itu kestabilan ekonomi nasional relatif tercapai sebab sejak
1969 kenaikan harga bahan-bahan pokok dan valuta asing dapat diatasi.
Pembangunan Nasional
Dilakukan
pembangunan nasional pada masa Orde Baru dengan tujuan terciptanya masyarakat
yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan kebijaksanaan
ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. Pedoman pembangunan
nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan.
Inti dari kedua pedoman tersebut
adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan
ekonomi yang stabil. Isi Trilogi
Pembagunan adalah sebagai berikut. (1) Pemerataan pembangunan dan
hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. (2) Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. (3) Stabilitas nasional
yang sehat dan dinamis. Pelaksanaannya pembangunan nasional dilakukan secara
bertahap yaitu, Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30
tahun, Jangka pendek mencakup
periode 5 tahun (Pelita/Pembangunan Lima Tahun), merupakan jabaran lebih rinci
dari pembangunan jangka panjang sehingga tiap pelita akan selalu saling
berkaitan/berkesinambungan.
A. REPELITA I
(1967-1974)
Mulai berlaku sejak tanggal 1april
1969. Tujuan yang ingin dicapai adalah pertumbuhan ekonomi 5% per tahun dengan
sasaran yang diutamakan adalah cukup pangan, cukup sandang, perbaikan prasarana
terutama untuk menunjang pertanian. Tentunya akan diikuti oleh adanya perluasan
lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan
bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi
melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk
Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada tanggal 15-16 Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak melakukan dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan
Muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada tanggal 15-16 Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak melakukan dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan
B.
REPELITA II (1974-1979)
Target pertumbuhan ekonomi adalah
sebesar 7,5% per tahun. Prioritas utamanya adalah sektor pertanian yang
merupakan dasar untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dan merupakan
dasar tumbuhnya industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
Pelita II berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk 7%
setahun. Perbaikan dalam hal irigasi. Di bidang industri juga terjadi kenaikna
produksi. Lalu banyak jalan dan jembatan yang di rehabilitasi dan di bangun.
C. REPELITA
III (1979-1984)
Prioritas tetaap pada pembangunan
ekonomi yang dititikberatkan pada sector pertanian menuju swasembada pangan,
serta peningkatan industri yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi. Pelita
III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan yang bertujuan terciptanya
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan
kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. Pedoman
pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur
Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua
lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil. Isi Trilogi
Pembagunan adalah sebagai berikut. (1). Pemerataan pembangunan dan
hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. (2).Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. (3). Stabilitas nasional
yang sehat dan dinamis.
D.
REPELITA IV (1984-1989)
Adalah peningkatan dari REPELITA
III. Peningkatan usaha-usaha untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat, mendorong
pembagian pendapatan yang lebih adil dan merata, memperluas kesempatan kerja.
Priorotasnya untuk melanjutkan usaha memantapkan swasembada pangan dan
meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri.
Jika ditarik kesimpulan maka pembangunan ekonomi menurut REPELITA adalah mengacu
pada sektor pertanian menuju swasembada pangan yang diikuti pertumbuhan
industri bertahap. Pada Pelita IV lebih dititik beratkan
pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan ondustri yang
dapat menghasilkan mesin industri itu sendiri. Hasil yang dicapai pada Pelita
IV antara lain swasembada pangan. Pada tahun 1984 Indonesia berhasil
memproduksi beras sebanyak 25,8 ton. Hasil-nya Indonesia berhasil swasembada
beras. kesuksesan ini mendapatkan penghargaan dari FAO(Organisasi Pangan dan
Pertanian Dunia) pada tahun 1985. hal ini merupakan prestasi besar bagi
Indonesia. Selain swasembada pangan, pada Pelita IV juga dilakukan Program KB
dan Rumah untuk keluarga.
E. REPELITA V (1989 – 1994)
Pada
Pelita V ini, lebih menitik beratkan pada sektor pertanian dan industri untuk
memantapakan swasembada pangan dan meningkatkan produksi pertanian lainnya
serta menghasilkan barang ekspor. Pelita V adalah akhir dari pola pembangunan
jangka panjang tahap pertama. Lalu dilanjutkan pembangunan jangka panjang ke
dua, yaitu dengan mengadakan Pelita VI yang di harapkan akan mulai memasuki
proses tinggal landas Indonesia untuk memacu pembangunan dengan kekuatan
sendiri demi menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila.
F. REPELITA
VI (1994 – 1999)
Titik
beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan
industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya
manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama
pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara
Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik
dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
Disamping itu Suharto sejak tahun 1970-an juga menggenjot penambangan minyak dan pertambangan, sehingga pemasukan negara dari migas meningkat dari $0,6 miliar pada tahun 1973 menjadi $10,6 miliar pada tahun 1980. Puncaknya adalah penghasilan dari migas yang memiliki nilai sama dengan 80% ekspor Indonesia. Dengan kebijakan itu, Indonesia di bawah Orde Baru, bisa dihitung sebagai kasus sukses pembangunan ekonomi.
Keberhasilan Pak Harto membenahi bidang ekonomi sehingga Indonesia mampu berswasembada pangan pada tahun 1980-an diawali dengan pembenahan di bidang politik. Kebijakan perampingan partai dan penerapan azas tunggal ditempuh pemerintah Orde Baru, dilatari pengalaman masa Orde Lama ketika politik multi partai menyebabkan energi terkuras untuk bertikai. Gaya kepemimpinan tegas seperti yang dijalankan Suharto pada masa Orde Baru oleh Kwik Kian Gie diakui memang dibutuhkan untuk membenahi perekonomian Indonesia yang berantakan di akhir tahun 1960. Namun, dengan menstabilkan politik demi pertumbuhan ekonomi, yang sempat dapat dipertahankan antara 6%-7% per tahun, semua kekuatan yang berseberangan dengan Orde Baru kemudian tidak diberi tempat.
Disamping itu Suharto sejak tahun 1970-an juga menggenjot penambangan minyak dan pertambangan, sehingga pemasukan negara dari migas meningkat dari $0,6 miliar pada tahun 1973 menjadi $10,6 miliar pada tahun 1980. Puncaknya adalah penghasilan dari migas yang memiliki nilai sama dengan 80% ekspor Indonesia. Dengan kebijakan itu, Indonesia di bawah Orde Baru, bisa dihitung sebagai kasus sukses pembangunan ekonomi.
Keberhasilan Pak Harto membenahi bidang ekonomi sehingga Indonesia mampu berswasembada pangan pada tahun 1980-an diawali dengan pembenahan di bidang politik. Kebijakan perampingan partai dan penerapan azas tunggal ditempuh pemerintah Orde Baru, dilatari pengalaman masa Orde Lama ketika politik multi partai menyebabkan energi terkuras untuk bertikai. Gaya kepemimpinan tegas seperti yang dijalankan Suharto pada masa Orde Baru oleh Kwik Kian Gie diakui memang dibutuhkan untuk membenahi perekonomian Indonesia yang berantakan di akhir tahun 1960. Namun, dengan menstabilkan politik demi pertumbuhan ekonomi, yang sempat dapat dipertahankan antara 6%-7% per tahun, semua kekuatan yang berseberangan dengan Orde Baru kemudian tidak diberi tempat.
Kondisi Ekonomi
Indonesia Pada Akhir Masa Orde Baru
Pelita VI (1 April
1994 – 31 Maret 1999)
Pada masa ini
pemerintah lebih menitikberatkan pada sektor bidang ekonomi. Pembangunan
ekonomi ini berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan
peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.
Namun Pelita VI yang diharapkan menjadi proses lepas landas Indonesia ke yang lebih baik lagi, malah menjadi gagal landas dan kapal pun rusak.
Indonesia dilanda krisis ekonomi yang sulit di atasi pada akhir tahun 1997. Semula berawal dari krisis moneter lalu berlanjut menjadi krisis ekonomi dan akhirnya menjadi krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Pelita VI pun kandas di tengah jalan.
Kondisi ekonomi yang kian terpuruk ditambah dengan KKN yang merajalela, Pembagunan yang dilakukan, hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat. Karena pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata. Meskipun perekonomian Indonesia meningkat, tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.. Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam. Perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan, antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam.. Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial). Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilah yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia menjelang akhir tahun 1997.membuat perekonomian Indonesia gagal menunjukan taringnya.
Namun Pelita VI yang diharapkan menjadi proses lepas landas Indonesia ke yang lebih baik lagi, malah menjadi gagal landas dan kapal pun rusak.
Indonesia dilanda krisis ekonomi yang sulit di atasi pada akhir tahun 1997. Semula berawal dari krisis moneter lalu berlanjut menjadi krisis ekonomi dan akhirnya menjadi krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Pelita VI pun kandas di tengah jalan.
Kondisi ekonomi yang kian terpuruk ditambah dengan KKN yang merajalela, Pembagunan yang dilakukan, hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat. Karena pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata. Meskipun perekonomian Indonesia meningkat, tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.. Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam. Perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan, antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam.. Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial). Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilah yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia menjelang akhir tahun 1997.membuat perekonomian Indonesia gagal menunjukan taringnya.
Namun
pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru merupakan pondasi bagi pembangunan
ekonomi selanjutnya.
-Dampak Positif
Kebijakan ekonomi Orde Baru :
1. Pertumbuhan
ekonomi yang tinggi karena setiap program pembangunan pemerintah terencana
dengan baik dan hasilnyapun dapat terlihat secara konkrit.
2. Indonesia mengubah status dari negara pengimpor beras terbesar menjadi bangsa yang memenuhi kebutuhan beras sendiri (swasembada beras).
3. Penurunan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan kesejahteraan rakyat.
4. Penurunan angka kematian bayi dan angka partisipasi pendidikan dasar yang semakin meningkat.
-Dampak Negatif Kebijakan ekonomi Orde Baru :
2. Indonesia mengubah status dari negara pengimpor beras terbesar menjadi bangsa yang memenuhi kebutuhan beras sendiri (swasembada beras).
3. Penurunan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan kesejahteraan rakyat.
4. Penurunan angka kematian bayi dan angka partisipasi pendidikan dasar yang semakin meningkat.
-Dampak Negatif Kebijakan ekonomi Orde Baru :
1. Kerusakan serta
pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam
2. Perbedaan ekonomi antardaerah, antargolongan pekerjaan, antarkelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam.
2. Perbedaan ekonomi antardaerah, antargolongan pekerjaan, antarkelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam.
3. Terciptalah
kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial)
4. Menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang erat dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme)
4. Menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang erat dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme)
5. Pembagunan yang
dilakukan hasilnya hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan
masyarakat, pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata.
6. Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
6. Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
7. Meskipun
pertumbuhan ekonomi meningkat tapi secara fundamental pembangunan ekonomi
sangat rapuh.
8. Pembagunan tidak
merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang justru menjadi
penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor
inilahh yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional
Indonesia menjelang akhir tahun 1997.
Thanks yah :)
BalasHapus.
BalasHapuslengkap sekali, terima kasih banyak
DAPET REJEKI NOMPLOK
KENANGAN ITU BERMUNCULAN KEMBALI
AKU PERGI DULU SAYANG, MUNGKIN KU TAKKAN KEMBALI
.