IWAN RASIWAN
0901865
Pembangunan Ekonomi Di
Afrika Selatan Selama Di Duduki Imperialisme Inggris
Kehidupan
sosial ekonomi penduduk Afrika Selatan sejak abad ke-20 mengalami banyak
perubahan. Walaupun pertanian milik Afrikaner masih tetap ada, namun banyak
perdesaan perdesaan yang wajahnya diubah menjadi kota-kota. Pemerintah inggris
yang semenjak 1902 menguasai seluruh Afrika Selatan melakukan modernisasi
sesuai dengan pola dan politik kolonialnya. Revolusi industri berjalan
berangsur-angsur kota-kota besar mulai dibangun, seperti Johannesburg, Cape
Town, Port Elizabeth, Durban dan sebagainya berhubung banyak pertambangan
dibuka oleh kaum kapitalis Inggris dan industri-industri sekunder didirikan,
maka muncullah golongan baru non-Eropa yang tinggal di kota-kota. Mereka adalah
buruh-buruh yang menjadi penghuni tetap di kota-kota mereka lebih banyak dari
pada orang-orang Eropa yang berkedudukan di kota.
Industrialisasi
dan ekonomi modern di Afrika Selatan mengakibatkan adanya kelas buruh dan
majikan, buruh terdiri atas buruh terdidik, semi terdidik dan tidak terdidik.
Pada umumnya orang-orang Eropa menjadi majikan dan buruh terdidik sedangkan buruh kulit hitam
biasanya melarat mereka berjuang melawan kelaparan mereka mengalami kesulitan
dalam bidang sosial demikian juga dengan keadaan buruh orang Asia dan coloured.
Di Afrika pertentangan bukanlah terjadi karena ada perbedaan majikan dan buruh
tetapi perbedaan terjadi yaitu berdasarkan dari warna kulit dan ras.
Masyarakat
Afrika dibagi menjadi: (1) Kelompok majikan, yaitu kaum industrialis,
pemilik-pemilik pertambangan, kaum finansir kota, kaum pemilik pertanian di
perdesaan; (2) kelompok buruh putih, terdiri atas pekerja tangan kelompok ini
sering menjadi majikan bagi orang-orang bumi putra yang bekerja kepadanya sebagai
pembantu-pembantu rumah tangga.
Orang
pribumi Afrika yang tinggal di kota sebagian besar adalah penghuni tetap kota.
Mereka banyak yang memasuki sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan yang telah
tersedia, maka dalam waktu yang tidak lama muncul golongan cendikiawan
dikalangan pribumi Aferika banyak diantara mereka yang menjabat sebagai guru,
dokter dan buruh terdidik, padahal sebelum perang mereka hanya buruh tidak terdidik
dalam industri kulit putih. Penduduk pribumi Afrika yang tinggal di kota
semakin bertambah tiap tahun nya sebanyak 5% kedudukan mereka yang makin hari
makin baik dalm bidang ekonomi merupakan faktor yang menentukan bagi politik
pemerintah terhadap pribumi Afrika.
Dari
kenyataan yang ada Afrika Selatan telah dirubah menjadi salah satu kota besar
dan penting untuk orang-orang Eropa, kekayaan mineral dan keindahan Afrika
Selatan telah menjadi daya tarik yang kuat bagi negra-negara di eropa khususnya
Inggris untuk memperlancar kegiatan Industrinya, pembangunan insfrastruktur di
Afrika Selatan seperti Johannesburg,
Cape Town, Port Elizabeth, Durban dan sebagainya telah merubah tatanan sosial
yang ada disana dijadikan kota-kota mewah dengan kehidupan yang modern banyak
bule-bule dari eropa berkunjung untuk sekedar berwisata bahkan menanamkan modal
nya untuk membuka pertambangan secara garis besar kehidupan di Afrika Selatan
telah berubah.
Perubahan
itu terjadi baik dari segi
insfrastruktur maupun kehidupan ekonominya tetapi dalam hal ini perlu kita
tinjau pembangunan dari sisi lain yaitu dari sisi pembangunan manusianya,
apakah di Afrika Selatan ini berjalan beriringan pemvbangunanya antara
pembangunan fisik dan pembangunan manusianya, saya kira tidak hal ini bisa kita
lihat dari masih adanya semacam pembedaan kulit hitam dan kulit putih dan
pembedaan rasa dan antar suku, apa yang terjadi di Afrika Selatan orang dari
suku tertentu derajat nya seperti direndahkan contoh suku Bushman yang tidak
dijadikan buruh terdidik mereka hanya jadi pembantu untuk suku-suku lain yang
lebih kaya, kehidupan atar suku da golongan belum bisa menyatukan kekuatan di
Afrika Selatan ini yang menjadi kelemahan dan dianggap penting bagi bangsa
koloni seperti Inggris. Perbedaan ras putih hitam merupakan masalah yang sulit
diatasi ada juga masa;lah colored, tetapi masalahnya tidak sehebat putih hitam.
Bahkan nampak adanya kecendrungan bahwa antara Colored dan Putih akan
melakuakan kerja sama, sedang antara putih dan hitam garis pemisahnya makin
dipertajam.
Color-line
tersebut terutama dipegang teguh di provinsi-provinsi utara, dibuktikan dengan
adanya hotel-hotel, teater-teater, kereta apai yang disediakan hanya untuk
kulit putih saja atau untuk kulit berwarna saja. Di Provinsi Café misalnya di
Café Town dan Sekitarnya peraturan-peraturan masih bersifat agak longgar di
Café organisasi-organisasi buruh mengijinkan buruh kulit berwarna yang
tergolong buruh terdidik menjadi anggota dan memiliki hak yang sama dengan
anggota-anggota kulit putih. Di provinsi-provinsi utara, buruh non putih tidak
di ijinkan dan mereka juga tidak di beri kesempatan untuk menjadi buruh
terdidik. Ditinjau dari sudut pandang teori sosiologi antropologi pembangunan
apa yang terjadi di Afrika Selatan merupakan sebuah perubahan yang didasari
atas bentuk modernisasi klasik Teori ini merupakan warisan pola pikir yang berparadigma
pada teori evolusi dan teori fungsionalisme.
Dalam teori ini, nilai tradisional
dianggap sebagai faktor penghambat pembangunan.Teori ini bersandar teguh pada
analisa yang abstrak dan tipologi. Subjek yang diperhatikan yaitu Negara
Dunia Ketiga, tingkat analisa berada dalam lingkup nasional, variabel pokok
penyebab keterbelakangan berasal dari internal yaitu berupa nilai-nilai budaya dan
pranata sosial, konsep pokok teori ini yaitu tradisional dan modern, implikasi
kebijakannya yaitu bahwa modernisasi memberikan manfaat positif.
Dalam teori ini, tradisi dinilai
sebagai penghalang pembangunan.Metode kajiannya abstrak dan berkonstruksi
tipologi, arah pembangunannya berupa garis lurus dan hanya menggunakan USA
sebagai model.Teori modernisasi klasik ini tidak memperhatikan faktor ekstern
dan konflik dan dengan jelas mencoba menunjukan peran negative nilai
tradisional.
Namun, para pengkritik teori ini beranggapan bahwa peneliti yang menggunakan teori modernisasi klasik akan cenderung memiliki analisa yang abstrak, dan tidak jelas periode sejarah dan wilayah negra mana yang dimaksud. Maksudnya, teori modernisasi klasik tidak memiliki batas ruang dan waktu dalam analisanya.
Namun, para pengkritik teori ini beranggapan bahwa peneliti yang menggunakan teori modernisasi klasik akan cenderung memiliki analisa yang abstrak, dan tidak jelas periode sejarah dan wilayah negra mana yang dimaksud. Maksudnya, teori modernisasi klasik tidak memiliki batas ruang dan waktu dalam analisanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar