Minggu, 20 Januari 2013

Pembangunan Ekonomi Di Afrika Selatan Selama Di Duduki Imperialisme Inggris


IWAN RASIWAN
0901865
Pembangunan Ekonomi Di Afrika Selatan Selama Di Duduki Imperialisme Inggris

Kehidupan sosial ekonomi penduduk Afrika Selatan sejak abad ke-20 mengalami banyak perubahan. Walaupun pertanian milik Afrikaner masih tetap ada, namun banyak perdesaan perdesaan yang wajahnya diubah menjadi kota-kota. Pemerintah inggris yang semenjak 1902 menguasai seluruh Afrika Selatan melakukan modernisasi sesuai dengan pola dan politik kolonialnya. Revolusi industri berjalan berangsur-angsur kota-kota besar mulai dibangun, seperti Johannesburg, Cape Town, Port Elizabeth, Durban dan sebagainya berhubung banyak pertambangan dibuka oleh kaum kapitalis Inggris dan industri-industri sekunder didirikan, maka muncullah golongan baru non-Eropa yang tinggal di kota-kota. Mereka adalah buruh-buruh yang menjadi penghuni tetap di kota-kota mereka lebih banyak dari pada orang-orang Eropa yang berkedudukan di kota.
Industrialisasi dan ekonomi modern di Afrika Selatan mengakibatkan adanya kelas buruh dan majikan, buruh terdiri atas buruh terdidik, semi terdidik dan tidak terdidik. Pada umumnya orang-orang Eropa menjadi majikan dan  buruh terdidik sedangkan buruh kulit hitam biasanya melarat mereka berjuang melawan kelaparan mereka mengalami kesulitan dalam bidang sosial demikian juga dengan keadaan buruh orang Asia dan coloured. Di Afrika pertentangan bukanlah terjadi karena ada perbedaan majikan dan buruh tetapi perbedaan terjadi yaitu berdasarkan dari warna kulit dan ras.
Masyarakat Afrika dibagi menjadi: (1) Kelompok majikan, yaitu kaum industrialis, pemilik-pemilik pertambangan, kaum finansir kota, kaum pemilik pertanian di perdesaan; (2) kelompok buruh putih, terdiri atas pekerja tangan kelompok ini sering menjadi majikan bagi orang-orang bumi putra  yang bekerja kepadanya sebagai pembantu-pembantu rumah tangga.
Orang pribumi Afrika yang tinggal di kota sebagian besar adalah penghuni tetap kota. Mereka banyak yang memasuki sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan yang telah tersedia, maka dalam waktu yang tidak lama muncul golongan cendikiawan dikalangan pribumi Aferika banyak diantara mereka yang menjabat sebagai guru, dokter dan buruh terdidik, padahal sebelum perang mereka hanya buruh tidak terdidik dalam industri kulit putih. Penduduk pribumi Afrika yang tinggal di kota semakin bertambah tiap tahun nya sebanyak 5% kedudukan mereka yang makin hari makin baik dalm bidang ekonomi merupakan faktor yang menentukan bagi politik pemerintah terhadap pribumi Afrika.
Dari kenyataan yang ada Afrika Selatan telah dirubah menjadi salah satu kota besar dan penting untuk orang-orang Eropa, kekayaan mineral dan keindahan Afrika Selatan telah menjadi daya tarik yang kuat bagi negra-negara di eropa khususnya Inggris untuk memperlancar kegiatan Industrinya, pembangunan insfrastruktur di Afrika Selatan seperti  Johannesburg, Cape Town, Port Elizabeth, Durban dan sebagainya telah merubah tatanan sosial yang ada disana dijadikan kota-kota mewah dengan kehidupan yang modern banyak bule-bule dari eropa berkunjung untuk sekedar berwisata bahkan menanamkan modal nya untuk membuka pertambangan secara garis besar kehidupan di Afrika Selatan telah berubah.
Perubahan itu terjadi  baik dari segi insfrastruktur maupun kehidupan ekonominya tetapi dalam hal ini perlu kita tinjau pembangunan dari sisi lain yaitu dari sisi pembangunan manusianya, apakah di Afrika Selatan ini berjalan beriringan pemvbangunanya antara pembangunan fisik dan pembangunan manusianya, saya kira tidak hal ini bisa kita lihat dari masih adanya semacam pembedaan kulit hitam dan kulit putih dan pembedaan rasa dan antar suku, apa yang terjadi di Afrika Selatan orang dari suku tertentu derajat nya seperti direndahkan contoh suku Bushman yang tidak dijadikan buruh terdidik mereka hanya jadi pembantu untuk suku-suku lain yang lebih kaya, kehidupan atar suku da golongan belum bisa menyatukan kekuatan di Afrika Selatan ini yang menjadi kelemahan dan dianggap penting bagi bangsa koloni seperti Inggris. Perbedaan ras putih hitam merupakan masalah yang sulit diatasi ada juga masa;lah colored, tetapi masalahnya tidak sehebat putih hitam. Bahkan nampak adanya kecendrungan bahwa antara Colored dan Putih akan melakuakan kerja sama, sedang antara putih dan hitam garis pemisahnya makin dipertajam.
Color-line tersebut terutama dipegang teguh di provinsi-provinsi utara, dibuktikan dengan adanya hotel-hotel, teater-teater, kereta apai yang disediakan hanya untuk kulit putih saja atau untuk kulit berwarna saja. Di Provinsi Café misalnya di Café Town dan Sekitarnya peraturan-peraturan masih bersifat agak longgar di Café organisasi-organisasi buruh mengijinkan buruh kulit berwarna yang tergolong buruh terdidik menjadi anggota dan memiliki hak yang sama dengan anggota-anggota kulit putih. Di provinsi-provinsi utara, buruh non putih tidak di ijinkan dan mereka juga tidak di beri kesempatan untuk menjadi buruh terdidik. Ditinjau dari sudut pandang teori sosiologi antropologi pembangunan apa yang terjadi di Afrika Selatan merupakan sebuah perubahan yang didasari atas bentuk modernisasi klasik Teori ini merupakan warisan pola pikir yang berparadigma pada teori evolusi dan teori fungsionalisme.
Dalam teori ini, nilai tradisional dianggap sebagai faktor penghambat pembangunan.Teori ini bersandar teguh pada analisa yang abstrak dan tipologi. Subjek yang diperhatikan yaitu Negara Dunia Ketiga, tingkat analisa berada dalam lingkup nasional, variabel pokok penyebab keterbelakangan berasal dari internal yaitu berupa nilai-nilai budaya dan pranata sosial, konsep pokok teori ini yaitu tradisional dan modern, implikasi kebijakannya yaitu bahwa modernisasi memberikan manfaat positif.
Dalam teori ini, tradisi dinilai sebagai penghalang pembangunan.Metode kajiannya abstrak dan berkonstruksi tipologi, arah pembangunannya berupa garis lurus dan hanya menggunakan USA sebagai model.Teori modernisasi klasik ini tidak memperhatikan faktor ekstern dan konflik dan dengan jelas mencoba menunjukan peran negative nilai tradisional.
Namun, para pengkritik teori ini beranggapan bahwa peneliti yang menggunakan teori modernisasi klasik akan cenderung memiliki analisa yang abstrak, dan tidak jelas periode sejarah dan wilayah negra mana yang dimaksud. Maksudnya, teori modernisasi klasik tidak memiliki batas ruang dan waktu dalam analisanya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar