DERI SEPTI EFENDI
1005918
1005918
Cina
dan India telah dikenal luas sebagai negara super power masa depan dalam perekonomian
dunia. Dengan memainkan berbagai peran, sebagai konsumen, suppliers, pesaing,
pembaharu (innovator) dan penyedia sumber daya manusia yang handal, Cina dan
India akan membentuk kembali perekonomian dunia. Kedua negara tersebut menjadi pemain
yang tangguh dalam penekanan biaya produksi, peningkatan teknologi dan jasa, serta
memiliki pertahanan yang kuat dalam memajukan negara. Bahkan keduanya mendesak
para ekonom besar seperti Paul Samuelson untuk memikirkan kembali mengenai
perdagangan bebas dan comparative advantage. Cina dan India juga mendorong
munculnya kegelisahan dan perdebatan mengenai persaingan global Amerika dan
negara –negara maju (G8) di masa depan.
kita
awali dari telaah Teori ekonomi tradisional yang memberi perhatian utama pada
efisiensi, alokasi dan pemanfaatan sumber daya langka dengan cara
yang paling hemat serta pertumbuhan optimal dari sumber daya
langka tersebut sepanjang waktu guna menghasilkan produk dan jasa
yang cakupannya semakin luas (Todaro, 2000). Pandangan yang juga disebut sebagai
teori ekonomi klasik atau neo-klasik ini sampai sekarang masih banyak dianut oleh
berbagai negara. Semakin banyak negara yang percaya bahwa perekonomian akan menjadi
lebih baik, tumbuh pesat bila memiliki beberapa persyaratan seperti:
tersedianya kapital yang mencukupi di pasar modal; adanya
kedaulatan untuk memilih (adanya persaingan bisnis) bagi konsumen
sehingga mengarah pada terbentuknya mekanisme penyesuaian harga
secara otomatis; keputusan transaksi ekonomi didasarkan pada analisis
marginal (rasio pertambahan input dibanding output, rasio keuntungan dan perhitungan
utilitas); dan keseimbangan luaran (outcome) dalam semua produk dan pasar sumber
daya ekonomi. Semua persyaratan tersebut mengindikasikan adanya rasionalitas dalam
keputusan ekonomi yang sepenuhnya materialistik, individualistik, berorientasipada kepentingan diri sendiri.
Dalam
perkembangannya, ada masa ketika terjadi banyak kasus yang menunjukkan ekonomi
neoklasik tidak dapat diterapkan secara mandiri. Ia memerlukan dukungan dan intervensi
dari institusi lain (sosial dan politik) agar terus menjadi primadona model pembangunan
ekonomi. Interaksi ekonomi dan praktik politik inilah yang kemudian mewarnai
aktivitas ekonomi-politik di seantero bumi ini dalam beberapa dekade terakhir, termasuk
ketika ekonomi kapitalis berhasil meruntuhkan kejayaan regim ekonomi terpusat
di negara – negara sosialis-komunis. Runtuhnya pesaing kapitalis, dan mulai maraknya
negara – negara eks sosialis-komunis mengadopsi ekonomi kapital, memutar jentera
teori ekonomi neoklasik kembali ke posisi puncak.
China
dan India tak luput dari pengaruh neoklasik dan ekonomi politik. Perekonomian Cina
berkembang dengan pesat sejak pemerintahan Deng Xiaoping mulai membuka belenggu
perekonomian negara pada tahun 1979. Karpet merah digelar bagi investor asing
yang membawa masuk modal ke China dalam bentuk Foreign Direct Investment (FDI).
Tak heran, hingga akhir 1990-an Cina tercatat sebagai negara tujuan FDI
terbesar di Asia. Setiap dorongan pertumbuhan ekonomi ditandai
dengan gelombang baru china fever oleh perusahaan asing. Peningkatan ini
didukung dengan munculnya manifestasi baru dari kapitalisme Cina,
seperti perusahaan-perusahaan pribadi, kemakmuran konsumen,
pabrik-pabrik ekspor, bursa saham, dan kantor partai komunis dalam suatu bisnis.
India
di pihak lain, selama kurang lebih 15 tahun yang lalu berada dalam pengawasan negara
maju seperti Amerika dan Inggris. Reformasi ekonomi yang diawali tahun 1991 menghasilkan
kemajuan dramatis yang membayangi keberhasilan India. Keberhasilan India
tidak hanya dapat dilihat dari indikator GDP dan daya saing, namun juga
tercermin dari harapan hidup warganya yang semakin panjang
(Rajadhyaksha, 2007). Berbeda dengan China yang mengundang FDI,
pada awalnya, keberhasilan India lebih banyak disokong oleh
investasi domestik. Sampai akhir 90-an, meski industrialisasi di India cukup
sukses, seperti software, desain semi konduktor, dan back-office call centers, namun
sangat sedikit yang terlihat di pasar global.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar