Pembangunan
ekonomi pada masa orde baru dianggap sebagai titik tolak awal pembangunan
modern di Indonesia. Banyak dari kebijakan kebijakan pemerintah yang dianggap
sangat memihak rakyat. Kesejahteraan rakyat dianggap sedikit lebih membaik dari
masa sebelumnya bahkan dari masa sekarang. Dengan adanya kebijakan untuk
membangun fasilitas kesehatan bagi rakyat, fasilitas pendidikan dan juga mulai
masuknya modal modal asing sehingga terdapat pergeseran budaya mata pencaharian
masyarakat dari masyarakat agraris menjadi masyarakat perkantoran dan Industri.
Berbagai rupa
masalah yang dihadapi negara-negara berkembang sampai sekarang tetap berpokok
pada tingkat hidup yang rendah dan tertekan. Sebagian besar penduduk
negara-negara berkembang berada dalam keadaan yang ditandai dengan banyaknya
kemiskinan. Dasawarasa 60-an dinyatakan oleh PBB sebagai dasawarsa pembangunan
pertama. Pada tahap ini diharapkan usaha bersama negara-negara maju dan
negara-negara berkembang untuk mengatasi jarak pemisah antara kedua golongan
negara yang bersangkutan., disertai dengan usaha-usaha untuk menanggulangi
masalah kemiskinan. Dasawarsa pembangunan pertama tidak berhasil dilihat dari
sudut pemberantasan kemiskinan, perluasan lapangan kerja, dan perataan kekayaan
dan pendapatan. Oleh sebab itu pemikiran mengenai strategi pembangunan dalam
dasawarsa 70-an, yang dinyatakan sebagai dasawarsa pembangunan kedua telah
dirumuskan kembali dalam gagasan PBB yang kedua. Akan tetapi gagasan ini pun
mengalami sorotan kritis. Gagasan tersebut dirasakan kurang menonjolkan aspek
kemiskinan, pengangguran dan perataan pendapatan sebagai sasaran pokok dalam
rangka pembangunan. Tingkat hidup rendah dan kemiskinan yang menghinggapi
sebagian besar penduduk dunia merupakan pokok persoalan yang sangat
mempengaruhi kehidupan masyarakat dan kstabilan politik.
Zaman
orde baru di Indonesia dianggap sebagai titik awal pembangunan dan pemertaan
pembangunan dilaksanakan. Disini penulis tertarik untuk membahas pembangunan
ekonomi pada masa ini karena pada masa ini dirasakan bahwa masyarakat dapat
beberapa tingkat lebih sejahtera dari sebelumnya dan banyak kebijakan-kebijakan
yang dianggap berhasil dalam pembangunan ekonomi bahkan pada masa ini Indonesia
untuk pertama kalinya dapat mencapai swasembada pangan dengan tidk mengimpor
bahan pangan pokok dari luar negeri sendiri.
Masalah
pembagian pendapatan dalam masyarakat adalah masalah yang ada di Indonesia pada
waktu itu. Selama sebagian besar penduduk masih hidup di bawah tingkat yang
minimal (dalam arti kewajaran derajat manusia), atau dengan perkataan lain:
selama sebagian besar dari pergaulan hidup masih kekurangan konsumsi nyta yang
meliputi komponen-komponen kebutuhan pokok maka selama itu pula tingkat hidup
rata-rata suatu masyarakat beradda pada tingkat yang tertekan dan rendah.
Akibatnya ialah daya ketahanan dalam masyarakat pada umumnya serba terbatas.
Peningkatan
taraf hidup dan perataan pendapatan antar golongan masyarakat merupakan dua
masalah yang kait mengait. Peningkatan taraf hidup berarti memenuhii kebutuhan
konsumsi nyta secara kuantitatif maupun kwalitatif. Sasaran itu hanya akan
tercapai dengan usaha memperbesar produksi masyarakat secara menyeluruh, yaitu
dengan menambah produksi yang meningkatkan seluruh pendapatan nasional
(pendapatan masyarakat) dan yang mempercepat proses pertumbuhan ekonomi. Akan
tetapi harus ditandaskan pula bahwa pertumbuhan ekonomi dan pembagian hasil
pertumbuhan (hasil produksi ataupun pendapatan) itu secara lebih merata
sepatutnyalah merupakan dua aspek kembar dari satu masalah pokok dalam tiap
kerangka dan garis siasat kebijaksanaan pembangunan. Satu sama lain hal itu
menjadikan masalah yang semakin mendesak, bila dihubungkan dengan dengan jumlah
penduduk yang semakin bertambah dengan pesat.
Pertambahan
penduduk di dunia pada umumnya, di Indonesia pada khususnya merupakan faktor
dinamika yang paling penting. Faktor penduduk mempengaruhi, bahkan menentukan
arah perkembangan masyarakat dan negara di masa yang akan datang. Dalam
hubungan ini, cukuplah kita tonjolkan pengaruhnya atas tiga masalah pokok, yang
telah disinggung tadi. Pertama pengadaan kebutuhan –kebutuhan pokok secara
totalharus diperbesar, khususnya pengadaan pangan. Kedua, penduduk yang
bertambah juga menambah angkatan kerja. Hal ini berarti keharusan untuk
memperluas lapangan kerja guna menanggulangi masalah pengangguran. Ketiga,
pertambahan penduduk cenderung untuk mempertajam kepincangan dalam pembahagian
pendapatan antar golongan masyarakat, antar ddaerah dan antar pedesaan dan
kota.
Usaha
untuk meningkatkan produksi tergantung sekali dari empat sarana pentin, yaitu
tersedianya tanah garapan, sumber daya air, sarana pupuk dan sumber energi.
Kita lihat betapa masalah pangan langsung menyangkut serentetan hal lain yang
semuanya merupakan persoalan yang sangat penting dalam ruang lingkup nasional
maupun dalam hubungan antar negara.
Dalam
struktur ekonomi negara kita, sama keadaannya seperti di banyak negara-negara
berkembang, sebagian besar penduduk mata pencahariannya tergantung dari
produksi primer, yang meliputi sektor pertanian yang termasuk perikanan dan
perternakan serta termasuk sektor rkstraktif yaitu pertambangan dan kehutanan.
Dalam tingkat pertama pertambahan penduduk dan angkatan kerja menimbulkan
kesulitan di sektor pertanian dan sektor-sektor yang dekat dengan pertanian.
Dan selanjutnya membawa akibat yang lebih luas di bidang-bidang lain. Kalau
perimbangan antara tenaga manusia dan luas tanah sudah sangat mendesak maka
kepemilikan tanah akan semakin terpencar. Luas tanah yang semakin kecil dalam
proses produksi merupakan kesatuan yang kurang ekonomis. Pertamabahan angkatan
kerja di sektor yang bersangkutan menimbulkan gejala pengangguran yang tidak
kentara (terselubung) di daerah pedesaan atau disebut juga dengan rural disguised
unemployment. Oleh karena lapangan kerja di daerah pedesaan menjadi terbatas
maka sebagian angkatan kerja berpindah ke kota-kota yang menimbulkan masalah
urbanisasi. Salah satu akibat gerak arus tenaga kerja dari daerah pedesaan ke
lingkungan kota (rural urban migration) ialah adanya urban under-employment.
Banyak di antara angkatan kerja di kota dan sekitarnya tidak sepenuhnya
produktif, sehingga pendapatannya berada di bawah tingkat memadai bagi derajat
manusia.
Dari
uraian diatas cukup jelass betapa perluasan kesempatan kerja seharusnya
merupakan salah satu sasaran pokok dalam rangka kebijaksaan pembangunan. Usaha
untuk menciptakan lapangan kerja haruslah ditunjukan pada penggunaan angkatan
kerja secara produktif, dengan jalan meluaskan kegiatan ekonomi dengan cara
meningkatkan produktivitas tenaga kerja di bidang kegiatan yang baru maupun
bidang tradisional. Pada dasarnya ada dua cara untuk meluaskan kesempatan kerja
yaitu pengembangan industri, terutama jenis industri terutama jenis industri padat
karya yang menyerap relatif banyak tenaga kerja dalam proses produksi dan
melalui berbagai proyek pekerjaan umum seperti pembuatan jalan, saluran air,
bendungan, jembatan dan sebagainya. Penciptaan lapangan kerja dan peningkatan
produktivitas di sektor-sektor kegiatan yang semakin meluas akan menambah
pendapatan bagi banyak penduduk yang bersangkutan. Kebijaksanaan yang diarahkan
pada perluasan kesempatan kerja dan peningkatan produktivitas tenaga kerja
harus dilihat pula sebagai aspek pokok dari kebijaksanaan untuk mewujudkan
pembagian pendapatan secara lebih merata.
Nama : Amaliatul Hubbillah
NIM : 0906092
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen Pendidikan dan Kebuddayaan.
(1983). Sejarah Pengaruh Pelita terhadap
Kehidupan Masyarakat Pedesaan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Jakarta : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Daerah.
Djojohadikusumo, Sumitro. (1976).
Indonesia Dalam Perkembangan Dunia Kini
dan Masa Datang. Jakarta: LP3ES.
Poesponegoro, Marwati Djoened, Nugroho
Notosusanto. (1993). Sejarah Nasional
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar