Nama
: Hendi Antopani
NIM : 1005753
Artikel
Sosiologi Antropologi Pembangunan
Pembangunan
berkelanjutan merupakan suatu bentuk baru dalam pembangunan dengan melihat
aspek lingkungan dan pemanfaatan sumber daya untuk jangka panjang. Pembangunan
berkelanjutan juga terkait dengan aspek ekonomi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Kemiskinan menjadi aspek yang menjadi fokus dalam perekonomian. Kebijakan
pemerintah banyak dilakukan dalam pemulihan sistem perekonomian dan penurunan
kemiskinan. Salah satunya adalah Bantuan Langsung Tunai. Keterkaitan antara BLT
dan pembangunan berkelanjutan dapat dilihat dari manfaat jangka panjang dari
program
pemerintah tersebut.
Masalah kemiskinan
banyak dikaitkan dengan pembangunan ekonomi. Namun dalam pelaksanaan
pembangunan ekonomi terkadang kurang memperhatikan keadaan untuk jangka panjang.
Mengatasi hal tersebut, pembangunan berkelanjutan dapat menjadi suatu bentuk
rancangan yang dapat digunakan. Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu
pembangunan yang memperhatikan keberlanjutan untuk jangka panjang. Pembangunan
berkelanjutan menjadi model pembangunan yang memperhatikan segi sumber daya dan
juga lingkungan.
Pembangunan yang
dilakukan di Indonesia berubah seiring dengan perubahan sistem pemerintahan
yang terjadi. Sisa-sisa pembangunan di setiap pemerintahan ada yang memberikan
dampak pada kenaikan tingkat kemiskinan. Pembangunan sebagai penyebab
kemiskinan terkait dengan adanya utang yang belum dilunasi dan pihak terkait
yang lepas tangan akan keadaan tersebut. Pelaksanaan kebijakan dan pembangunan
untuk mengatasi kemiskinan pun menjadi hal yang banyak menjadi sorotan untuk
segera dibenahi. Salah satunya Bantuan Langsung Tunai (BLT).
BLT dianggap sebagai salah satu solusi cepat untuk mengatasi
kenaikkan harga BBM pada tahun 2008. Pelaksanaan kebijakan ini diharapkan dapat
membantu meringankan keadaan rakyat miskin, walaupun dalam prakteknya masih
kurang tepat sasaran. Pemberian BLT juga dapat dikaitkan dengan model
pembangunan berkelanjutan. Kaitan yang terlihat adalah dimana keadaan penerima
BLT merupakan masyarakat yang digolongkan miskin. Mereka bisa diaktakan
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup apalagi untuk memikirkan masalah
lingkungan yang menjadi salah satu aspek dalam model pembangunan berkelanjutan.
Untuk itu dapat dilihat bahwa penerimaan BLT tidak memberikan suatu kontribusi
bagi pembangunan yang berkelanjutan.
Indonesia sampai saat
ini masih menjadi negara yang berkembang. Ilmu pengetahuan dan perekonomian
yang ada di dunia global menjadi tolak ukur sejauh mana negara ini berkembang.
Sayangnya, beberapa masalah perekonomian terutama kemiskinan yang dirasakan
sebagian besar masyarakat Indonesia sulit untuk diselesaikan dan memperlambat
laju pembangunan yang diharapkan untuk tercipta. Pembangunan yang saat ini
menjadi pemikiran adalah membuat suatu pembangunan berkelanjutan dalam segi
perekonomian dengan dibantu oleh program pemerintah untuk menuju Indonesia yang
lebih maju.[1]
Pembangunan memiliki
makna melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Pembangunan yang diharapkan
dapat terlaksanan dengan baik yaitu pembangunan yang berkelanjutan. Menurut
Jaya (2004), pembangunan yang berkelanjutan pada hekekatnya ditujukan untuk
mencari pemerataan pembangunan antar generasi pada masa kini maupun masa
mendatang. Tujuan akhir setiap usaha pembangunan ialah memperlakukan manusia, laki-laki,
perempuan, anak-anak sebagai tujuan, untuk memperbaiki kondisi manusia dan
memperbesar pilihan manusia (Streeten 1995 dalam Luhulima 1998)[2].
Salah satu yang menjadi bagian dari pembangunan berkelanjutan adalah dimensi
manusia atau bisa juga disebut dengan ‘pembangunan manusia’. Menurut Mahbub ul
Haq (1995) dalam Luhulima (1998), ada empat komponen utama dalam paradigm
pembangunan manusia, yaitu pemerataan atau kesetaraan (equity),
berkelanjutan, produktivitas dan pemberdayaan.
Pelaksanaan dari pembangunan
yang berkelanjutan, menurut Ife dan Tesoriero (2006), sering dihubungkan dengan
pertumbuhan. Namun sebenarnya, hal ini akan memberikan makna keberlanjutan
menjadi lebih lemah karena pertumbuhan yang diharapkan dalam prinsip
keberlanjutan disini adalah dimana sistem-sistem yang berperan harus mampu
dipertahankan dalam jangka panjang[3]. Terkadang
pencarian suatu kemudahan yang membuat pembangunan tidak bertahan menjadi suatu
sistem yang bersifat jangka panjang, tetapi hanya menyelesaikan masalah dengan
cepat untuk masa yang singkat. Paradigma seperti inilah yang membuat banyaknya
pembangunan tidak berjalan untuk menyelesaikan masalah secara mendasar.
Berdasarkan konsep
pembangunan berkelanjutan tersebut, maka indikator pembangunanberkelanjutan
tidak akan terlepas dari aspek-aspek tersebut diatas, yaitu aspek
ekonomi,ekologi/lingkungan, sosial, politik, dan budaya.[4]
Pemerintah dalam
mengatasi kemiskinan memberikan solusi dengan memberikan program-program yang
sifatnya mendukung dalam pengentasan kemiskinan. Pelaksanaan tersebut merupakan
bentuk kesadaran pemerintah akan kesulitan yang dialami rakyat. Program bantuan
pun digulirkan dengan bantuan departemen-departemen yang terkait dalam
perekonomian serta kesejahteraan masyarakat.
Program-program yang
diberikan terdiri dari berbagai bentuk bantuan dalam berbagai hal. Misalnya
beberapa diantaranya yaitu bantuan pendidikan, pemenuhan kebutuhan pokok,
sampai bantuan uang tunai. Program-program tersebut memiliki sasaran utama
masyarakat yang dikategorikan miskin dan sebagian besar tinggal di daerah kota
dan pinggiran kota. Dalam pelaksanaannya, apabila mengesampingkan beberapa
penyimpangan yang mungkin terjadi, program-program yang dilaksanakan memang cukup
memberikan kemudahan untuk membantu kehidupan masyarakat yang dikategorikan
miskin. Permasalahan pembanguan ekonomi pun dapat diperbaiki dan memberikan
jalan keluar yang baik dalam hal kesejahteraan sosial terutama bagi masyarakat
yang dikategorikan miskin. Seperti yang dinyatakan oleh Basri (2002) bahwa
“format baru pembangunan ekonomi Indonesia tidak boleh lagi memisahkan diantara
keduanya[10], melainkan harus padu (built in) didalam
strategi dan setiap kebijakan pembangunan.
Kebutuhan manusia yang
tidak terbatas menuntut manusia untuk berusaha mendapatkan apa yang mereka
butuhkan. Bekerja menjadi modal utama untuk membiayai kelangsungan hidup
keluarga dalam memenuhi kebutuhan. Harga-harga yang terus berubah dan semakin
meningkat memperkecil kemampuan rakyat untuk mengkonsumsi barang-barang
kebutuhan dasar. Pemerintah tentunya mengharapkan adanya kesejahteraan sosial
seperti yang disebutkan dalam sila kelima Pancasila. Menurut Basri (2002),
“Kesejahteraan sosial terwujud melalui tercapainya kemakmuran (prosperity)
yang berkeadilan (justice)”. Melalui pernyataan tersebut, bisa dikatakan
bahwa masyarakat miskin belumlah mendapatkan keadilan dalam hal kemakmuran.
Pemenuhan untuk kebutuhan hidup yang sulit mereka dapatkan merupakan suatu
ukuran bahwa mereka belumlah makmur, apalagi dikatakan sejahtera. Untuk itulah,
pemerintah mencanangkan program dalam meningkatkan kesejahteraan mereka.
Program Bantuan Langsung
Tunai (BLT) mulai digulirkan pada bulan Mei 2008 bagi keluarga yang
dikategorikan miskin. Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) merupakan salah satu
solusi meminimalkan dampak kenaikan harga BBM dengan memberikan subsidi
langsung bagi rakyat miskin.[11] Subsisdi ini diharapkan dapat
membantu rakyat miskin dalam pemenuhan kebutuhan karena akibat kenaikan BBM
tentunya berpengaruh dengan harga kebutuhan pokok.
BLT merupakan salah satu kebijakan pemerintah
dalam mengantisipasi masalah yang mungkin timbul bagi rakyat miskin. Program
ini merupakan instruksi presiden pada tahun 2008.
“Bantuan Langsung Tunai
(BLT) tahun 2008 diberikan berdasarkan Instruksi Presiden No 3 tahun 2008
kepada Rumah Tangga Sasaran (RTS) yang masuk dalam kategori sangat miskin,
miskin dan hampir miskin. BLT diberikan dalam rangka kompensasi pengurangan
subsidi BBM (Departemen Sosial, 2008) dengan tujuan untuk (i) membantu
masyarakat miskin agar tetap dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, (ii) mencegah
penurunan tarat kesejahteraan masyarakat miskin akibat kesulitan ekonomi, dan
(iii) meningkatkan tanggung jawab sosial bersama.”[12]
Penyaluran BLT seperti
yang sudah dijelaskan sebagai kompensasi dari kenaikan harga bahan bakar
diharapkan dapat membantu para penerimanya untuk membeli kebutuhan sehari-hari.
Namun, tidak selamanya penggunaan tersebut tepat seusai apa yang diharapkan
oleh pemerintah. Apalagi, masyarakat yang mendapatkan BLT malahan bukan
tergolong masyarakat miskin. Dalam praktek penyalurannya, masihbanyak
kekurangan dalam penentuan sasaran penerima BLT.
BLT yang notabenenya
berupakan bantuan, bisa menjadi masalah jika kita melihat dari sisi
berkelanjutan bagi masyarakat yang menerima. BLT yang diberikan seolah-olah
menggambarkan bahwa pemerintah menolong rakyat miskin. Tetapi yang sebenarnya
terjadi adalah suatu bentuk ketergantungan akan bantuan dari pemerintah.
Pemberian uang secara cuma-cuma, memang memberikan kemudahan, namun penggunaan
uang yang tidak pada tempatnya yang mungkin terjadi dapat menjadi masalah baru
nantinya. Faktor keberlanjutan disini diharapkan bahwa masyarakat nantinya
dapat tertolong dan lebih mandiri dengan bantuan yang diberikan. Bukan hanya
pemberian bantuan langsung habis sekali pakai. Belum lagi masalah akan
penyaluran yang tidak tepat sasaran.
Pemberian BLT memberikan
gambaran bahwa masyarakat Indonesia yang tergolong miskin memang masih banyak.
Pembangunan yang dilakukan dapat dilakukan dengan membenahi jumlah masyarakat
miskin. Pemeberian BLT terkait dengan banyaknya masyarakat miskin di Indonesia,
dan masyarakat miskin Indonesia mempunyai kaitan dengan pembangunan
berkelanjutan. Sehingga dapat kita ambil suatu kesimpulan bahwa BLT tentunya
terhubung dengan pembangunan berkelanjutan.
Para penerima BLT
tergolong masyarakat miskin yang sulit memenuhi kebutuhan. Kesulitan ini
berarti akan memberikan pengurangan dalam perhatian masyarakat terhadap lingkungan
yang menjadi aspek penting dalam pembangunan berkelanjutan. Untuk memikirkan
kebutuhan hidup saja sudah sulit, apalagi lingkungannya. BLT belum
menggambarkan masyarakat yang dapat menerima kelayakan dalam hal lingkungan
atau membentuk masyarakat yang peduli lingkungan. Masyarakat berhak untuk
mendapatkan lingkungan hidup yang sehat seperti yang tercantum dalam pasal 5
ayat (1) UUPLH bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup
yang baik dan sehat (Hardjasoemantri, 2001).[13]
Pembangunan
berkelanjutan dan hubungannya dengan BLT dapat dilihat dari segi karakteristik
kemampuan dari penerima BLT. Penerima BLT tergolong masyarakat miskin sehingga
mereka sulit untuk lebih memberi perhatian pada segi lingkungan yang merupakan
bagian proses pembangunan berkelanjutan. Selain itu, program BLT juga belum
dapat membuat peningkatan perekonomian dengan menambah kemampuan berusaha para
penerima BLT yang nantinya berdampak pada pembangunan berkelanjutan yang
diinginkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Askar Jaya, “Konsep Pembangunan Berkelanjutan”,
sumber http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/09145/askar_jaya.pdf, diakses
tanggal 29 Desember 2012.
Press Release BPS: Kemiskinan Juli 2009,
sumber: www.bps.com, diakses tanggal 29 Desember 2012.
Press Release BPS: Kemiskinan Juli 2009,
sumber: www.bps.com, diakses tanggal 29 Desember 2012.
Ife,Jim dan Tesoriero, Frank. (2008).
Community Development: Alternatif Pengembangan
Masyarakat di Era Globalisasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
Collins, Elizabeth Fuller.
(2008). Indonesia Dikhianati. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama