PERKEMBANGAN EKONOMI REPUBLIK KOREA
PASCA PERANG SAUDARA
PASCA PERANG SAUDARA
(1953-2000)
Oleh:
Andi Aris Munandar (1002480)
Zainal Ibnu Nurdin (1205926)
ABSTRAK
Korea Selatan merupakan
salah satu keajaiban ekonomi Asia. Dalam waktu yang relatif singkat Korea
berhasil menjadi negara industri modern sekaligus kekuatan ekonomi yang
diperhitungkan oleh dunia. Keberhasilan pembangunannya menjadi model bagi
negara-negara lainnya. Keberhasilan ekonomi Korea Selatan tidak terlepas dari
peran Park Chung-hee sebagai peletak dasar pembangunan ekonomi Korsel. Park
Chung-hee sangat intens dengan program pembangunan. Perhatiannya tercurah untuk
melaksanakan program-program dasar untuk pembangunan Korea Tulisan ini mencoba
mengkaji kebijakan Park dalam membangun perekonomian Korsel. Pada dasawarsa
tahun 1980-1990 siapa yang kenal Samsung atau LG; semua produk elektronik
diborong merek Jepang, dan sangat wajar jika kita tidak mengenal Korea Selatan
(asal negara produk elektronik diatas) karena pada tahun 1950-an sebelumnya,
Korea Selatan adalah salah satu negara termiskin di dunia, setara dengan negara
miskin di Asia dan Afrika. Setelah diduduki Jepang, Korea pecah karena Perang
Saudara, perekonomian Korea Selatan pun hanya bergantung dari sektor pertanian
tanpa SDA (Sumber Daya Alam) yang kaya dan melimpah. Dalam 4 dekade, Korea
Selatan berubah cepat dari negara termiskin, menjadi salah satu Negara paling
kaya dan tercanggih di dunia dengan nilai ekonomi Trilyunan dollar. Tahun 1963,
GDP perkapitanya cuma $100. Tahun 1995 sudah $10.000. 2010, $30.200 (brutto).
Goldman Sachs meramalkan Korea tahun 2050 nanti akan jadi negara terkaya nomor
2 di dunia, mengalahkan semua bangsa lainnya kecuali Amerika Serikat dengan
pendapatan perkapita $81.000. Korea, juga tercatat sebagai bangsa dengan
kecepatan pertumbuhan ekonomi tercepat sepanjang sejarah.
Kata Kunci:
Republik Korea, Ekonomi, Park Chung-hee.
Pendahuluan
Menurut
ekonom Korea Institut for International Economic Policy, Chuk Kyo Kim, keberhasilan Korea Selatan dapat tidak lepas
dari perhatian besar pemerintah Korsel pada pendidikan, pembangunan sumber daya
manusia, serta investasi agresif di kegiatan penelitian dan pengembangan.
Disamping
faktor besar dari pemerintah, kesuksesan Korsel juga tidak lepas dari
pembangunan karakter dan kebangsaan rakyat Korsel yang tangguh. Tumbunya jiwa
kewiraswastaan, tenaga kerja yang sangat terlatih, pengelolaan utang luar
negeri yang baik, pemerintahan yang relatif bersih, makroekonomi yang solid,
dan kondisi sosial-politik yang relatif bebas dari konflik.
Keberhasilan
Korsel jelas didukung budaya kerja keras dan etos kerja yang tinggi. Orang
Korsel dikenal sebagai pekerja keras, dengan jam kerja jauh lebih panjang
dibandingkan negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama dan
Pembangunan Ekonomi (OECD) lain. Faktor lain adalah adanya kemitraan kuat antara
pemerintah, swasta dan masyarakat, serta kemampuan masyarakat untuk beradaptasi
dengan cepat terhadap perubahan teknologi dan tantangan baru.
Dari
sisi strategi kebijakan, dari awal penguasa Korsel menyadari pentingnya
mengembangkan sektor generatif. Hal itu meliputi sektor-sektor ekonomi unggulan
yang secara simultan bisa menjadi sumber akumulasi kapital dan memungkinkan
terjadinya pertumbuhan berbagai industri turunan dan industri terkait,
sekaligus sumber inovasi teknologi dan kelembagaan, seperti pada kasus industri
baja dan industri pembuatan kapal.
Setelah
berakhirnya perang Korea tahun 1953, income per kapita hanya mencapai 67
dollar, lebih rendah dari sebelum perang dan merupakan salah satu pendapatan
yang terendah di dunia. 40% struktur telah hancur, 2/3-nya dari sektor
industri. Produksi pertanian 27% lebih rendah dari masa sebelum perang,
sehingga tanpa adanya bantuan dari luar banyak orang Korea yang kelaparan.
Gambar
1. Perbandingan laju perkembangan PDB per kapita (USD) dengan Indonesia
Park Chung-hee
Keberhasilan
ekonomi di Korea Selatan tidak terlepas dari peranan Presiden Park Chung Hee.
Ia merupakan peletak dasar pembangunan ekonomi Korea Selatan. Park Chung Hee
memulai karier militernya pada dinas ketentaraan kolonial Jepang. Rezim militer
di Korea mulai muncul setelah terjadinya kudeta militer oleh Mayor Jenderal
Park Chung Hee dibantu rekannya Kolonel Kim Jong Pil pada tanggal 16 Mei 1961.
Menurut
Park Chung-hee cara demokrasi tidak hanya akan membawa kemajuan ekonomi
yang lamban tetapi juga pemisahan sosial dan memperlemah pertahanan nasional.
Baginya yang berlaku adalah demokrasi “terbatas”, membatasi kebebasan sipil,
kebebasan bicara dan pers. Ia sangat dekat dengan birokratisme dan kepemimpinan
militer ala Jepang pada periode Meiji, yang di bawah kepemimpinan militer yang
kuat mendorong modernisasi ekonomi dan pembangunan militer melalui ideologi ishin atau revitalisasi.
Dalam
rangka memenuhi tuntutan untuk mengatasi kebutuhan ekonomi yang mendasar dan
mendesak, pemerintahan militer di bawah Park Chung-hee mengambil beberapa
langkah penting. Pertama, membuka hubungan diplomasi dengan Jepang untuk
mengundang arus PMA dan bantuan ekonomi dari negara tersebut. Kedua, mengambil
sikap mengalah terhadap tekanan-tekanan dari AS (terutama untuk mendapatkan
dukungan politik dan pengakuannya) serta menerima anjuran dari kelompok
teknokrat untuk menggalakkan usaha-usaha ekspor, terutama ekspor hasil-hasil
industri manufaktur.
Economic Planning Board (EPB)
Peran
negara dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di Korea adalah dengan mengarahkan
dan menciptakan kondisi-kondisi yang memungkinkan untuk investasi modal,
produksi, dan juga ekspor. Salah satunya adalah dengan membentuk Badan
Perencanaan Ekonomi (EPB) pada bulan Juni 1961. EPB yang diketuai Wakil Perdana
Menteri bertanggung jawab terhadap Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun).
Program Repelita disusun dalam empat tahap dimulai pada tahun 1962. Tahap
pertama dan kedua diarahkan untuk pembangunan industri. Tahap ketiga (1972-1976)
untuk menciptakan keseimbangan antara pembangunan industri dan pertanian, dan
tahap keempat (1977-1981) adalah pembangunan ekonomi yang mandiri dan
pemerataan hasil pembangunan.
Perencanaan,
penentuan anggaran dan pelaksanaan rencana-rencana yang dilakukan oleh
Kementrian-kementrian Perdagangan dan Industri, Keuangan, Bangunan,
Transportasi, Komunikasi, serta Pertanian dan Perikanan berada di bawah
pengawasan EPB. EPB mencanangkan target-target untuk semua variabel ekonomi
terpenting termasuk investasi, konsumsi, tabungan, tingkatan-tingkatan output,
impor dan ekspor, serta alokasi-alokasi terinci oleh sektor-sektor industri.
EPB bersama dengan kementrian-kementrian itu mempunyai wewenang untuk mengubah
pajak, tarif, subsidi, tarif keperluan-keperluan umum, mengontrol harga
barang-barang tertentu, dan juga mengubah lisensi-lisensi impor,
lisensi-lisensi investasi, penggunaan devisa, dan lisensi-lisensi pendirian
usaha baru tanpa membutuhkan persetujuan Majelis Nasional.
Industri
baja yang kuat menjadi katalis bagi tumbuhnya industri otomotif, pembangunan
kapal, peti kemas, jalan raya, konstruksi, dan industri perlengkapan rumah
tangga, yang saling mendukung dan memperkuat. Sementara itu, industri pembuatan
kapal melahirkan industri rekayasa elektrik, elektronik, kimia, material, dan
mekanis.
Penutup
Jadi, selain “political will”
pemerintah Korsel yang tinggi terhadap pembangunan bangsanya, mentalitas rakyat
Korea sudah terbentuk dengan bangga dan cinta menggunakan produk lokal. Orang
Korea paling benci menggunakan produk dari negara yang pernah menjajahnya yakni
Jepang. Untuk menggunakan produk canggih, secara bertahap dan mandiri, mereka
memproduksi sendiri. Karakter bangsa yang cinta akan produk dalam negeri ini
membuat perusahaan-perusahaan raksasa Korea jaya didalam negeri sekaligus
bertahap jaya di luar negeri.
Kemajuan ekonomi Korea Selatan yang
berjalan dengan sangat mengesankan sampai saat ini telah dimulai dari kebijakan
ekonomi yang dilakukan oleh Park Chung-hee. Korea Selatan mampu membangun
kekuatan industri yang begitu dahsyat meskipun tidak didukung oleh sumber daya
alam yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa kesuksesan pembangunan ekonomi
Korea terletak pada kemampuan manusianya, terutama pada pemimpinnya berkaitan
dengan strategi kebijakan yang dijalankannya. Pemerintah menyadari pentingnya
industri dasar yang akan menjadi katalis bagi berkembangnya industri hilir
lainnya. Keajaiban ekonomi Korea Selatan yang telah dicapai sampai saat ini
tentu bukan semata-mata pada faktor pemerintahnya saja melainkan juga dukungan
masyarakat Korsel itu sendiri. Budaya kerja dan etos kerja yang tinggi serta
kecintaan terhadap produk-produk dalam negeri menjadikan produk-produk yang
dihasilkan Korea dikonsumsi oleh pasar dalam negeri dan luar negeri. Dengan
melihat pengalaman yang ada Indonesia dapat belajar dari Korea.
Daftar
Pustaka
Alexander
Irwan, “Kenaikan Upah Riil pada Sektor Pengolahan di Korea Selatan”, Prisma,
No. 8, Th. 1989.
Hero
Utomo Kuntjoro-Jakti, Ekonomi Politik Internasional di Asia Pasifik, Jakarta:
Erlangga, 1995.
Hilmy
Mochtar, “Strategi Pembangunan Kawasan Periferal: Pengalaman Korea Selatan dan
Filipina”, Prisma, No. 8, Agustus 1996.
Nahm,
Andrew C., Introduction To Korean History and Culture, Seoul: Hollym
International, 1993.
Steinberg,
David I., The Republic of Korea: Economic Transformation and Social Change,
Boulder and London: Westview Point, 1989.
Yo
Hanjohng, “Sejarah Ringkas Ekonomi Korea Periode Rekonstruksi (1953-1961)”,
Korea Jurnal, Vol. 1, No. 1, Maret 1989.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar