Kamis, 20 November 2014

PERKEMBANGAN EKONOMI REPUBLIK KOREA PASCA PERANG SAUDARA (1953-2000)

PERKEMBANGAN EKONOMI REPUBLIK KOREA 
PASCA PERANG SAUDARA
(1953-2000)

Oleh:
Andi Aris Munandar (1002480)
Zainal Ibnu Nurdin (1205926)

ABSTRAK
Korea Selatan merupakan salah satu keajaiban ekonomi Asia. Dalam waktu yang relatif singkat Korea berhasil menjadi negara industri modern sekaligus kekuatan ekonomi yang diperhitungkan oleh dunia. Keberhasilan pembangunannya menjadi model bagi negara-negara lainnya. Keberhasilan ekonomi Korea Selatan tidak terlepas dari peran Park Chung-hee sebagai peletak dasar pembangunan ekonomi Korsel. Park Chung-hee sangat intens dengan program pembangunan. Perhatiannya tercurah untuk melaksanakan program-program dasar untuk pembangunan Korea Tulisan ini mencoba mengkaji kebijakan Park dalam membangun perekonomian Korsel. Pada dasawarsa tahun 1980-1990 siapa yang kenal Samsung atau LG; semua produk elektronik diborong merek Jepang, dan sangat wajar jika kita tidak mengenal Korea Selatan (asal negara produk elektronik diatas) karena pada tahun 1950-an sebelumnya, Korea Selatan adalah salah satu negara termiskin di dunia, setara dengan negara miskin di Asia dan Afrika. Setelah diduduki Jepang, Korea pecah karena Perang Saudara, perekonomian Korea Selatan pun hanya bergantung dari sektor pertanian tanpa SDA (Sumber Daya Alam) yang kaya dan melimpah. Dalam 4 dekade, Korea Selatan berubah cepat dari negara termiskin, menjadi salah satu Negara paling kaya dan tercanggih di dunia dengan nilai ekonomi Trilyunan dollar. Tahun 1963, GDP perkapitanya cuma $100. Tahun 1995 sudah $10.000. 2010, $30.200 (brutto). Goldman Sachs meramalkan Korea tahun 2050 nanti akan jadi negara terkaya nomor 2 di dunia, mengalahkan semua bangsa lainnya kecuali Amerika Serikat dengan pendapatan perkapita $81.000. Korea, juga tercatat sebagai bangsa dengan kecepatan pertumbuhan ekonomi tercepat sepanjang sejarah.
Kata Kunci: Republik Korea, Ekonomi, Park Chung-hee.


Pendahuluan
Menurut ekonom Korea Institut for International Economic Policy, Chuk Kyo Kim,  keberhasilan Korea Selatan dapat tidak lepas dari perhatian besar pemerintah Korsel pada pendidikan, pembangunan sumber daya manusia, serta investasi agresif di kegiatan penelitian dan pengembangan.
Disamping faktor besar dari pemerintah, kesuksesan Korsel juga tidak lepas dari pembangunan karakter dan kebangsaan rakyat Korsel yang tangguh. Tumbunya jiwa kewiraswastaan, tenaga kerja yang sangat terlatih, pengelolaan utang luar negeri yang baik, pemerintahan yang relatif bersih, makroekonomi yang solid, dan kondisi sosial-politik yang relatif bebas dari konflik.
Keberhasilan Korsel jelas didukung budaya kerja keras dan etos kerja yang tinggi. Orang Korsel dikenal sebagai pekerja keras, dengan jam kerja jauh lebih panjang dibandingkan negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) lain. Faktor lain adalah adanya kemitraan kuat antara pemerintah, swasta dan masyarakat, serta kemampuan masyarakat untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan teknologi dan tantangan baru.
Dari sisi strategi kebijakan, dari awal penguasa Korsel menyadari pentingnya mengembangkan sektor generatif. Hal itu meliputi sektor-sektor ekonomi unggulan yang secara simultan bisa menjadi sumber akumulasi kapital dan memungkinkan terjadinya pertumbuhan berbagai industri turunan dan industri terkait, sekaligus sumber inovasi teknologi dan kelembagaan, seperti pada kasus industri baja dan industri pembuatan kapal.
Setelah berakhirnya perang Korea tahun 1953, income per kapita hanya mencapai 67 dollar, lebih rendah dari sebelum perang dan merupakan salah satu pendapatan yang terendah di dunia. 40% struktur telah hancur, 2/3-nya dari sektor industri. Produksi pertanian 27% lebih rendah dari masa sebelum perang, sehingga tanpa adanya bantuan dari luar banyak orang Korea yang kelaparan.

   Gambar 1. Perbandingan laju perkembangan PDB per kapita (USD) dengan Indonesia

Park Chung-hee
Keberhasilan ekonomi di Korea Selatan tidak terlepas dari peranan Presiden Park Chung Hee. Ia merupakan peletak dasar pembangunan ekonomi Korea Selatan. Park Chung Hee memulai karier militernya pada dinas ketentaraan kolonial Jepang. Rezim militer di Korea mulai muncul setelah terjadinya kudeta militer oleh Mayor Jenderal Park Chung Hee dibantu rekannya Kolonel Kim Jong Pil pada tanggal 16 Mei 1961.
Menurut Park Chung-hee cara demokrasi tidak hanya akan membawa kemajuan ekonomi yang lamban tetapi juga pemisahan sosial dan memperlemah pertahanan nasional. Baginya yang berlaku adalah demokrasi “terbatas”, membatasi kebebasan sipil, kebebasan bicara dan pers. Ia sangat dekat dengan birokratisme dan kepemimpinan militer ala Jepang pada periode Meiji, yang di bawah kepemimpinan militer yang kuat mendorong modernisasi ekonomi dan pembangunan militer melalui ideologi ishin atau revitalisasi.
Dalam rangka memenuhi tuntutan untuk mengatasi kebutuhan ekonomi yang mendasar dan mendesak, pemerintahan militer di bawah Park Chung-hee mengambil beberapa langkah penting. Pertama, membuka hubungan diplomasi dengan Jepang untuk mengundang arus PMA dan bantuan ekonomi dari negara tersebut. Kedua, mengambil sikap mengalah terhadap tekanan-tekanan dari AS (terutama untuk mendapatkan dukungan politik dan pengakuannya) serta menerima anjuran dari kelompok teknokrat untuk menggalakkan usaha-usaha ekspor, terutama ekspor hasil-hasil industri manufaktur.

Economic Planning Board (EPB)
Peran negara dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di Korea adalah dengan mengarahkan dan menciptakan kondisi-kondisi yang memungkinkan untuk investasi modal, produksi, dan juga ekspor. Salah satunya adalah dengan membentuk Badan Perencanaan Ekonomi (EPB) pada bulan Juni 1961. EPB yang diketuai Wakil Perdana Menteri bertanggung jawab terhadap Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun). Program Repelita disusun dalam empat tahap dimulai pada tahun 1962. Tahap pertama dan kedua diarahkan untuk pembangunan industri. Tahap ketiga (1972-1976) untuk menciptakan keseimbangan antara pembangunan industri dan pertanian, dan tahap keempat (1977-1981) adalah pembangunan ekonomi yang mandiri dan pemerataan hasil pembangunan.
Perencanaan, penentuan anggaran dan pelaksanaan rencana-rencana yang dilakukan oleh Kementrian-kementrian Perdagangan dan Industri, Keuangan, Bangunan, Transportasi, Komunikasi, serta Pertanian dan Perikanan berada di bawah pengawasan EPB. EPB mencanangkan target-target untuk semua variabel ekonomi terpenting termasuk investasi, konsumsi, tabungan, tingkatan-tingkatan output, impor dan ekspor, serta alokasi-alokasi terinci oleh sektor-sektor industri. EPB bersama dengan kementrian-kementrian itu mempunyai wewenang untuk mengubah pajak, tarif, subsidi, tarif keperluan-keperluan umum, mengontrol harga barang-barang tertentu, dan juga mengubah lisensi-lisensi impor, lisensi-lisensi investasi, penggunaan devisa, dan lisensi-lisensi pendirian usaha baru tanpa membutuhkan persetujuan Majelis Nasional.
Industri baja yang kuat menjadi katalis bagi tumbuhnya industri otomotif, pembangunan kapal, peti kemas, jalan raya, konstruksi, dan industri perlengkapan rumah tangga, yang saling mendukung dan memperkuat. Sementara itu, industri pembuatan kapal melahirkan industri rekayasa elektrik, elektronik, kimia, material, dan mekanis.

Penutup
Jadi, selain “political will” pemerintah Korsel yang tinggi terhadap pembangunan bangsanya, mentalitas rakyat Korea sudah terbentuk dengan bangga dan cinta menggunakan produk lokal. Orang Korea paling benci menggunakan produk dari negara yang pernah menjajahnya yakni Jepang. Untuk menggunakan produk canggih, secara bertahap dan mandiri, mereka memproduksi sendiri. Karakter bangsa yang cinta akan produk dalam negeri ini membuat perusahaan-perusahaan raksasa Korea jaya didalam negeri sekaligus bertahap jaya di luar negeri.
Kemajuan ekonomi Korea Selatan yang berjalan dengan sangat mengesankan sampai saat ini telah dimulai dari kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh Park Chung-hee. Korea Selatan mampu membangun kekuatan industri yang begitu dahsyat meskipun tidak didukung oleh sumber daya alam yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa kesuksesan pembangunan ekonomi Korea terletak pada kemampuan manusianya, terutama pada pemimpinnya berkaitan dengan strategi kebijakan yang dijalankannya. Pemerintah menyadari pentingnya industri dasar yang akan menjadi katalis bagi berkembangnya industri hilir lainnya. Keajaiban ekonomi Korea Selatan yang telah dicapai sampai saat ini tentu bukan semata-mata pada faktor pemerintahnya saja melainkan juga dukungan masyarakat Korsel itu sendiri. Budaya kerja dan etos kerja yang tinggi serta kecintaan terhadap produk-produk dalam negeri menjadikan produk-produk yang dihasilkan Korea dikonsumsi oleh pasar dalam negeri dan luar negeri. Dengan melihat pengalaman yang ada Indonesia dapat belajar dari Korea.
Daftar Pustaka
Alexander Irwan, “Kenaikan Upah Riil pada Sektor Pengolahan di Korea Selatan”, Prisma, No. 8, Th. 1989.
Hero Utomo Kuntjoro-Jakti, Ekonomi Politik Internasional di Asia Pasifik, Jakarta: Erlangga, 1995.
Hilmy Mochtar, “Strategi Pembangunan Kawasan Periferal: Pengalaman Korea Selatan dan Filipina”, Prisma, No. 8, Agustus 1996.
Nahm, Andrew C., Introduction To Korean History and Culture, Seoul: Hollym International, 1993.
Steinberg, David I., The Republic of Korea: Economic Transformation and Social Change, Boulder and London: Westview Point, 1989.

Yo Hanjohng, “Sejarah Ringkas Ekonomi Korea Periode Rekonstruksi (1953-1961)”, Korea Jurnal, Vol. 1, No. 1, Maret 1989.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar