Rabu, 19 November 2014

PEMBANGUNAN EKONOMI INDIA



RIKA KARTIKA 1100626
RIMA KOSPIAH HANDAYANI 1201848

PEMBANGUNAN EKONOMI INDIA
ABSTRAK
            India adalah salah satu negara di Asia yang mampu melaju pesat dalam bidang ekonominya. India sempat mengalami fase yang cukup sulit ketika masa kolonial Inggris dimana pajak tanah cukup memberatkan bagi masyarakat India pada saat itu. Selain pajak barang-barang dari Inggris sangat mendominasi di pasaran India dengan tidak adanya bea masuk sedangkan barang produksi India sendiri dikenakan bea masuk, sehingga produksi barang-barang di India tidak begitu berkembang.
            Bila melihat kemajuan ekonomi India maka bisa dikatakan bahwa India penganut teori modernisasi modern dimana masyarakat pada awalnya mengembangkan industrinya secara tradisional hingga sekarang ini India menjadi negara yang sangat diperhitungkan dalam bidang industri dan teknologi, sebutlah Microsoft dan IBM yang mendirikan perusahaannya di India. Kemajuan tersebut dikarenakan India yang memang terbuka terhadap investasi dari negara asing walaupun pada awal kemerdekaannya India menganut paham dari Mahatma Ghandi, dimana salah satunya adalah swadesi yaitu cinta terhadap produk dalam negeri sangat dikedepankan.
            Selain sukses dengan industri otomotif dan teknologi sebelumnya India telah sukses dengan industri perfilmannya yang sangat terkenal. Bollywood sangat terkenal di kancah perfilman internasional bahkan mampu menyaingi film-film Hollywood. Industri animasi India juga merupakan salah satu faktor pendukung kemajuan ekonomi India dimana jasa perusahaan animasi di India banyak diminta jasanya baik dari Amerika maupun dari Eropa karena teknologinya yang sangat modern dan jasanya yang relatif lebih murah dibanding dengan AS.
Ekonomi India pada Masa Kolonial Inggris
Tahun 1857 India jatuh ketangan Inggris dan saat itulah kemunduran dari Dinasti Mughal yang membawa India ke dalam kolonialisasi Inggris (Bakri, 2011, hal. 153). Pada masa kolonialisasi Inggris ini merupakan masa yang cukup membawa pengaruh dalam pertumbuhan ekonomi India. Selayaknya negara jajahan, di Indiapun diberlakukan kebijakan-kebijakan dari kolonial Inggris demi keuntungan bagi kerajaan Inggris itu sendiri.
Tahun 1600 Inggris mendirikan East India Company of London layaknya VOC di Indonesia, pada mulanya EIC ini adalah kongsi dagang. Tahun 1612 kongsi dagang tersebut mendapatkan izin untuk berdagang di Surat (Gujarat), kemudian mendapat tempat di Benggala, tahun 1690 Inggris mendirikan benteng di Calcutta hingga tahun 1700 Inggris menempati empat tempat di Benggala. Tahun 1708 kongsi-kongsi dagang Inggris bersatu menjadi satu kongsi dagang yang baru (united company), kongsi tersebut mendapatkan hak untuk mengatur pemerintahan India.
India sempat dipimpin oleh seorang Jendral Cornwalls dimana jendral tersebut mengeluarkan suatu kebijakan mengenai aturan tanah bagi rakyat India. Dalam kebijakannya tersebut dikeluarkannya peraturan mengenai kepemilikan tanah dan pajak, sejak zaman kepemimpinan Sultan Akbar kepemilikan tanah adalah milik dari sang pemilik selamanya selama pemilik tidak menjualnya dan pajak dipungut oleh Sarkar (pemerintah) dengan cara memungutnya langsung kepada pemilik tanah. Sejak kemunduran Dinasti Mughal pungutan pajak diambil oleh seorang perantara yang menerima bagian dari pajak yang dipungutnya. Pemungut pajak tersebut sangat besar pengaruhnya, mereka memberikan persekot kepada rakyat untuk mengerjakan tanah yang biasanya tidak dapat dibayarnya, akhirnya para pemungut pajak itu menarik tanah-tanah rakyat dan menjadi tuan tanah (zamindar) (Mulia, 1951, hal. 77).
Dalam hal perniagaan barang-barang Inggris dapat masuk dan dijual dengan leluasa tanpa adanya bea masuk sedangkan barang-barang produksi India sendiri menerima bea yang cukup memberatkan. Sehingga barang-barang India tidak dapat bersaing di pasaran walaupun produk yang dihasilkan sama, sehingga industri India tidak berkembang misalnya dalam produksi tenun India tidak maju, industri yang berjalan di India hanya karung goni karena bahannya memang cukup banyak di India.
Bencana kelaparan menambah penderitaan rakyat India karena sejak zaman purbakala India memang memilki suhu yang cukup panas dan ketika musim hujan bisa menimbulkan banjir yang besar. Namun ketika zaman kerajaan sebelum Inggris datang rakyat India dapat menyimpan persediaan beras dan gandum untuk persediaan pada masa paceklik. Dimasa penjajahan Inggris hasil tanah hampir tidak ada karena terpaksa dijual untuk membayar pajak.
Reformasi Ekonomi India 1984
Pertumbuhan penduduk India meningkat sejak tahun 1980-an, maka sejak tahun 1984 pemerintah India menerapkan reformasi di bidang ekonomi, hal ini terbukti berhasil karena diimbangi oleh pertumbuhan-pertumbuhan lain di sektor pertanian, perindustrian, jasa dan infrastruktur, walaupun dalam sektor pertanian tidak begitu tinggi seperti sektor lainnya. Sebelum tahun 1980-an kebijakan yang diambil ekonomi India didominasi oleh pengembangan industri substitusi impor, yang mana kebijakan ini membutuhkan lebih banyak kebijakan proteksionisme dengan memberlakukan sistem perjanjian (Arya, 2013).
Perjanjian dinilai kurang berhasil untuk pertumbuhan ekonomi yang tinggi, karena nyatanya pertumbuhan ekonomi masih rendah. Melihat hal tersebut Perdana Mentri Rajiv Gandhi mengubah kebijakannya menjadi hanya dua puluh lima industri saja. Gandhi memberlakukan liberalisasi bagi jenis-jenis industri di luar dua puluh lima yang ditetapkan. Kemudian tahun 1991, Perdana Mentri Rarashima Rao kemudian memutuskan untuk memberlakukan liberalisasi lebih jauh dari Ghandi dengan mempersilakan investor-investor asing untuk menanamkan investasinya di India.

Ekonomi India Masa Sekarang
India dengan 1,1 miliar penduduk merupakan negara dengan populasi terbesar kedua di dunia dengan wilayah geografis terbesar ketujuh. Pada periode 1989-1991, kegagalan ekonomi diiringi dengan terjadinya kekacauan politik. Program ekonomi lewat Repelita tak bisa dijalankan. Persoalan muncul pada Agustus 1990 ketika Irak menginvasi Kuwait dan harga minyak naik. Banyak pekerja India di Teluk Persia kehilangan pekerjaan dan kembali ke India. Hal itu mengurangi devisa yang menjadi andalan penerimaan devisa negara. Kemudian diperburuk lagi oleh kekacauan domestik, seperti konflik Hindu-Muslim di Ayodhya. Pemerintah pusat di bawah Vishwanath Pratap Singh memerintah periode 2 Desember 1989 – 10 November 1990. Hal itu menyebabkan terjadinya krisis neraca pembayaran pada tahun 1990. Krisis utang India di awal 1990-an kemudian memaksa pemerintah untuk mereformasi kebijakan ekonominya secara radikal (Suhanda, 2007).
Pemerintahan jatuh di tangan Chandra Shekhar Singh periode 10 November 1990 – 21 Juni 1991. Namun akar persoalan tak selesai dengan pergantian pemerintahan yang begitu cepat, bahkan turut memperburuk keadaan. India memerlukan bantuan asing lagi. Pemerintah India tak punya pilihan kecuali menyetujui liberalisme ekonomi. India memulai strategi liberalisasi di tahun 1980 dengan menurunkan sebagian tariff dan control terhadap ekspor dan peningkatan produktivitas disertai dengan peningkatan pinjaman pemerintah serta defisit fiskal. Komitmen itu diberikan oleh penguasa pada Juni 1991. Liberalisme yang lebih serius dilakukan pada 1991 di bawah PM PV Narasimha Rao dan Menteri Keuangan Manmohan Singh (kini menjabat PM).
Kemajuan ekonomi India juga tidak terlepas dari modernisasi yang dilakukan oleh pemerintah India dalam beberapa bidang misalnya dalam bidang teknologi informasi dan pembuatan satelit angkasa mikro, mengubah Banglore menjadi kota modern dimana di kota tersebut dibangun kantor IT yang besar seperto Microsoft dan IBM. Selain itu modernisasi India di bidang otomotif sangat berkembang dengan kompetitif di India, tahun 1980-an hanya ada tiga perusahaan otomotif yaitu Hintustan Motors, Premier Autimobiles, dan Standard Motors, tetapi saat ini ada sekitar 12 pabrikan kendaraan penumpang, lima pabrikan kendaraan serbaguna, sembilan pabrikan kendaraan roda dua, lima kendaraan roda tiga, 14 pabrikan traktor, dan lima pabrikan mesin (Suhanda, 2007). Banyak produsen indutri kendaraan membidik India sebagai pusat industri mereka, kini ada sekitar 420 perusahaan kunci sektor kompenen otomotif perusahaan tersebut menyumbang sekitar 85% dari total output komponen.
Industri Film India
Film pertama kali datang ke Mumbai pada tanggal 7 Juli 1896, dimana agen perjalanan bersaudara Lumiere menunjukkan enam film pendek tanpa suara (Noname, 2014). Dadasaheb Phalke adalah seseorang yang kenal sebagai bapak perfilman di India, dia adalah seorang produser, sutradara dan penulis skenario di India. Film pertama yang diproduksi di India adalah Raja Harishchandra pada tahun 1913 yang merupakan film bisu dan pada 3 Mei  1913 film tersebut mulai ditayangkan di bioskop Mumbai di India.
Kemajuan film India ini semakin meningkat terutama sejak adanya modernisasi dalam bidang perfilman India misalnya dalam alat perekam, sistem suara hingga teknik editing. Modernisasi tersebut membawa film-film India menjadi film box office. Menurut catatan dari Central Board Of Film Certification of India, pada tahun 2003 telah diputar 877 film-film India diputar di bioskop jika dibandingkan dari Motion Picture Assosiation of America (MPAA) yang mengeluarkan 473 film. Hal ini menunjukkan bahwa perfilman India makin gencar memproduksi film. Dalam catatan United Kingdom Of Council diketahui bahwa sumbangsih film India sebesar 1,01 miliar dolar As yang terdiri dari penjualan tiket dalam negeri sebesar 809 juta dollar As dan ekspor film India yang mencapai 117,9 juta dollar AS.

Daftar Pustaka

Bakri, S. (2011). Peta Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Fajar Media Press.
Mulia, T. (1951). India: Sedjarah Politik dan Pergerakan Kebangsaan. Jakarta: Balai Pustaka.
Suhanda, I. (2007). India Bangkitnya raksasa Baru Asia: Calon Pemain utama Dinia di Era Globalisasi. Jakarta: Kompas Media Nusantara.
Arya, C. (2013, April 09). Retrieved November 19, 2013, from http://cintyarya-fisip11.web.uny
Noname. (2014, Maret 19). Wordpress. Retrieved November 19, 2014, from http://aboutbollywood.wordpress.com




Tidak ada komentar:

Posting Komentar