RIKA KARTIKA 1100626
RIMA KOSPIAH HANDAYANI
1201848
PEMBANGUNAN EKONOMI INDIA
ABSTRAK
India
adalah salah satu negara di Asia yang mampu melaju pesat dalam bidang
ekonominya. India sempat mengalami fase yang cukup sulit ketika masa kolonial
Inggris dimana pajak tanah cukup memberatkan bagi masyarakat India pada saat
itu. Selain pajak barang-barang dari Inggris sangat mendominasi di pasaran
India dengan tidak adanya bea masuk sedangkan barang produksi India sendiri
dikenakan bea masuk, sehingga produksi barang-barang di India tidak begitu
berkembang.
Bila
melihat kemajuan ekonomi India maka bisa dikatakan bahwa India penganut teori
modernisasi modern dimana masyarakat pada awalnya mengembangkan industrinya
secara tradisional hingga sekarang ini India menjadi negara yang sangat
diperhitungkan dalam bidang industri dan teknologi, sebutlah Microsoft dan IBM
yang mendirikan perusahaannya di India. Kemajuan tersebut dikarenakan India
yang memang terbuka terhadap investasi dari negara asing walaupun pada awal
kemerdekaannya India menganut paham dari Mahatma Ghandi, dimana salah satunya
adalah swadesi yaitu cinta terhadap produk dalam negeri sangat dikedepankan.
Selain
sukses dengan industri otomotif dan teknologi sebelumnya India telah sukses
dengan industri perfilmannya yang sangat terkenal. Bollywood sangat terkenal di
kancah perfilman internasional bahkan mampu menyaingi film-film Hollywood.
Industri animasi India juga merupakan salah satu faktor pendukung kemajuan
ekonomi India dimana jasa perusahaan animasi di India banyak diminta jasanya
baik dari Amerika maupun dari Eropa karena teknologinya yang sangat modern dan
jasanya yang relatif lebih murah dibanding dengan AS.
Ekonomi
India pada Masa Kolonial Inggris
Tahun 1857 India jatuh ketangan
Inggris dan saat itulah kemunduran dari Dinasti Mughal yang membawa India ke dalam
kolonialisasi Inggris (Bakri, 2011, hal. 153). Pada masa
kolonialisasi Inggris ini merupakan masa yang cukup membawa pengaruh dalam
pertumbuhan ekonomi India. Selayaknya negara jajahan, di Indiapun diberlakukan
kebijakan-kebijakan dari kolonial Inggris demi keuntungan bagi kerajaan Inggris
itu sendiri.
Tahun 1600 Inggris mendirikan East India Company of London layaknya
VOC di Indonesia, pada mulanya EIC ini adalah kongsi dagang. Tahun 1612 kongsi
dagang tersebut mendapatkan izin untuk berdagang di Surat (Gujarat), kemudian
mendapat tempat di Benggala, tahun 1690 Inggris mendirikan benteng di Calcutta
hingga tahun 1700 Inggris menempati empat tempat di Benggala. Tahun 1708
kongsi-kongsi dagang Inggris bersatu menjadi satu kongsi dagang yang baru (united company), kongsi tersebut
mendapatkan hak untuk mengatur pemerintahan India.
India sempat dipimpin oleh seorang
Jendral Cornwalls dimana jendral tersebut mengeluarkan suatu kebijakan mengenai
aturan tanah bagi rakyat India. Dalam kebijakannya tersebut dikeluarkannya
peraturan mengenai kepemilikan tanah dan pajak, sejak zaman kepemimpinan Sultan
Akbar kepemilikan tanah adalah milik dari sang pemilik selamanya selama pemilik
tidak menjualnya dan pajak dipungut oleh Sarkar
(pemerintah) dengan cara memungutnya langsung kepada pemilik tanah. Sejak
kemunduran Dinasti Mughal pungutan pajak diambil oleh seorang perantara yang
menerima bagian dari pajak yang dipungutnya. Pemungut pajak tersebut sangat
besar pengaruhnya, mereka memberikan persekot kepada rakyat untuk mengerjakan
tanah yang biasanya tidak dapat dibayarnya, akhirnya para pemungut pajak itu
menarik tanah-tanah rakyat dan menjadi tuan tanah (zamindar) (Mulia, 1951, hal. 77).
Dalam hal perniagaan barang-barang
Inggris dapat masuk dan dijual dengan leluasa tanpa adanya bea masuk sedangkan
barang-barang produksi India sendiri menerima bea yang cukup memberatkan.
Sehingga barang-barang India tidak dapat bersaing di pasaran walaupun produk
yang dihasilkan sama, sehingga industri India tidak berkembang misalnya dalam
produksi tenun India tidak maju, industri yang berjalan di India hanya karung
goni karena bahannya memang cukup banyak di India.
Bencana kelaparan menambah
penderitaan rakyat India karena sejak zaman purbakala India memang memilki suhu
yang cukup panas dan ketika musim hujan bisa menimbulkan banjir yang besar.
Namun ketika zaman kerajaan sebelum Inggris datang rakyat India dapat menyimpan
persediaan beras dan gandum untuk persediaan pada masa paceklik. Dimasa
penjajahan Inggris hasil tanah hampir tidak ada karena terpaksa dijual untuk
membayar pajak.
Reformasi
Ekonomi India 1984
Pertumbuhan penduduk India
meningkat sejak tahun 1980-an, maka sejak tahun 1984 pemerintah India
menerapkan reformasi di bidang ekonomi, hal ini terbukti berhasil karena
diimbangi oleh pertumbuhan-pertumbuhan lain di sektor pertanian, perindustrian,
jasa dan infrastruktur, walaupun dalam sektor pertanian tidak begitu tinggi
seperti sektor lainnya. Sebelum tahun 1980-an kebijakan yang diambil ekonomi
India didominasi oleh pengembangan industri substitusi impor, yang mana
kebijakan ini membutuhkan lebih banyak kebijakan proteksionisme dengan memberlakukan
sistem perjanjian (Arya, 2013).
Perjanjian dinilai kurang berhasil
untuk pertumbuhan ekonomi yang tinggi, karena nyatanya pertumbuhan ekonomi
masih rendah. Melihat hal tersebut Perdana Mentri Rajiv Gandhi mengubah
kebijakannya menjadi hanya dua puluh lima industri saja. Gandhi memberlakukan
liberalisasi bagi jenis-jenis industri di luar dua puluh lima yang ditetapkan.
Kemudian tahun 1991, Perdana Mentri Rarashima Rao kemudian memutuskan untuk
memberlakukan liberalisasi lebih jauh dari Ghandi dengan mempersilakan
investor-investor asing untuk menanamkan investasinya di India.
Ekonomi
India Masa Sekarang
India dengan 1,1 miliar penduduk
merupakan negara dengan populasi terbesar kedua di dunia dengan wilayah
geografis terbesar ketujuh. Pada periode 1989-1991, kegagalan ekonomi diiringi
dengan terjadinya kekacauan politik. Program ekonomi lewat Repelita tak bisa
dijalankan. Persoalan muncul pada Agustus 1990 ketika Irak menginvasi Kuwait
dan harga minyak naik. Banyak pekerja India di Teluk Persia kehilangan
pekerjaan dan kembali ke India. Hal itu mengurangi devisa yang menjadi andalan
penerimaan devisa negara. Kemudian diperburuk lagi oleh kekacauan domestik,
seperti konflik Hindu-Muslim di Ayodhya. Pemerintah pusat di bawah Vishwanath
Pratap Singh memerintah periode 2 Desember 1989 – 10 November 1990. Hal itu
menyebabkan terjadinya krisis neraca pembayaran pada tahun 1990. Krisis utang
India di awal 1990-an kemudian memaksa pemerintah untuk mereformasi kebijakan
ekonominya secara radikal (Suhanda, 2007).
Pemerintahan jatuh di tangan
Chandra Shekhar Singh periode 10 November 1990 – 21 Juni 1991. Namun akar
persoalan tak selesai dengan pergantian pemerintahan yang begitu cepat, bahkan
turut memperburuk keadaan. India memerlukan bantuan asing lagi. Pemerintah
India tak punya pilihan kecuali menyetujui liberalisme ekonomi. India memulai
strategi liberalisasi di tahun 1980 dengan menurunkan sebagian tariff dan control terhadap ekspor dan peningkatan produktivitas disertai
dengan peningkatan pinjaman pemerintah serta defisit fiskal. Komitmen itu
diberikan oleh penguasa pada Juni 1991. Liberalisme yang lebih serius dilakukan
pada 1991 di bawah PM PV Narasimha Rao dan Menteri Keuangan Manmohan Singh (kini menjabat PM).
Kemajuan ekonomi India juga tidak
terlepas dari modernisasi yang dilakukan oleh pemerintah India dalam beberapa
bidang misalnya dalam bidang teknologi informasi dan pembuatan satelit angkasa
mikro, mengubah Banglore menjadi kota modern dimana di kota tersebut dibangun kantor
IT yang besar seperto Microsoft dan IBM. Selain itu modernisasi India di bidang
otomotif sangat berkembang dengan kompetitif di India, tahun 1980-an hanya ada
tiga perusahaan otomotif yaitu Hintustan Motors, Premier Autimobiles, dan
Standard Motors, tetapi saat ini ada sekitar 12 pabrikan kendaraan penumpang,
lima pabrikan kendaraan serbaguna, sembilan pabrikan kendaraan roda dua, lima
kendaraan roda tiga, 14 pabrikan traktor, dan lima pabrikan mesin (Suhanda,
2007). Banyak produsen indutri kendaraan membidik India sebagai pusat industri
mereka, kini ada sekitar 420 perusahaan kunci sektor kompenen otomotif
perusahaan tersebut menyumbang sekitar 85% dari total output komponen.
Industri
Film India
Film pertama kali datang ke Mumbai
pada tanggal 7 Juli 1896, dimana agen perjalanan bersaudara Lumiere menunjukkan
enam film pendek tanpa suara (Noname, 2014). Dadasaheb Phalke adalah seseorang
yang kenal sebagai bapak perfilman di India, dia adalah seorang produser,
sutradara dan penulis skenario di India. Film pertama yang diproduksi di India
adalah Raja Harishchandra pada tahun 1913 yang merupakan film bisu dan pada 3
Mei 1913 film tersebut mulai ditayangkan
di bioskop Mumbai di India.
Kemajuan film India ini semakin
meningkat terutama sejak adanya modernisasi dalam bidang perfilman India
misalnya dalam alat perekam, sistem suara hingga teknik editing. Modernisasi
tersebut membawa film-film India menjadi film box office. Menurut catatan dari
Central Board Of Film Certification of India, pada tahun 2003 telah diputar 877
film-film India diputar di bioskop jika dibandingkan dari Motion Picture
Assosiation of America (MPAA) yang mengeluarkan 473 film. Hal ini menunjukkan
bahwa perfilman India makin gencar memproduksi film. Dalam catatan United
Kingdom Of Council diketahui bahwa sumbangsih film India sebesar 1,01 miliar
dolar As yang terdiri dari penjualan tiket dalam negeri sebesar 809 juta dollar
As dan ekspor film India yang mencapai 117,9 juta dollar AS.
Daftar Pustaka
Bakri, S. (2011). Peta Sejarah
Peradaban Islam. Yogyakarta: Fajar Media Press.
Mulia, T. (1951). India:
Sedjarah Politik dan Pergerakan Kebangsaan. Jakarta: Balai Pustaka.
Suhanda, I. (2007). India
Bangkitnya raksasa Baru Asia: Calon Pemain utama Dinia di Era Globalisasi.
Jakarta: Kompas Media Nusantara.
Arya,
C. (2013, April 09). Retrieved November 19, 2013, from
http://cintyarya-fisip11.web.uny
Noname. (2014, Maret 19). Wordpress.
Retrieved November 19, 2014, from http://aboutbollywood.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar