Kamis, 20 November 2014

Pembangunan Ekonomi Jepang Pada Masa Pendudukan Amerika Serikat Tahun 1945-1952



Irfan Iskandar              : 11014859
Rheza Herlambang      : 1101785

Pembangunan Ekonomi Jepang Pada Masa Pendudukan Amerika Serikat Tahun 1945-1952

             Abstrack :
Kekalahan jepang padang perang pasifik menjatuhkan jepang pada posisi krisis apalagi di bidang ekonomi yang dimana kerusakan dan kerugian karena perang sangat berpengaruh kepada bidang infrastruktur dan produksi sehingga menjatuhkan jepang pada krisis ekonomi, namun dalam perkembangan ekonomi selanjutnya jepang dibantu oleh amerika yang disebut surrender polcy for japan disana terlihat kebijakan politik Amerika kepada Jepang. Jiak dlihat dari phenomena kebijakan Amerika setelah perang ini bisa kita lihat bahwa terjadi sebuah proses modernisasi pada pembangunan Jepang pasca perang Pasifik, namun pada perkembangannya pembangunan Jepang mengembangkan perekonomiannya dengan melakukan moderenisasi namun masih mempertahan kan buday – budaya nya agar menjadi faktor positif pembangunan. Jika ditinjau dari fenomena yang terjadi teori pembangunan yang diterapkan jepang adalah teori mderenisasi baru yang dimana jepang menaikan kelas negaranya dari negara berkembang menjadi negara maju dengan proses modernisasi yang diterapkan yang tidak terlalu berkiblat pada Amerika yang membantu jepang pada saat itu, hasilnya Jepang berhasil menjadi salah satu negara maju yang mampu mengembangkan ekonominy hingg setara dengan Amerika.
Kata kunci : Amerika Serikat, Ekonomi, Jepang
Berakhirnya perang meninggalkan ekonomi Jepang dalam kehancuran. Pabrik-pabrik industri tidak bekerja, berjuta-juta orang menganggur karena dibebaskan tugas kemiliteran demobilisasi. Pertanian tidak dapat menghasilkan cukup untuk memberi makanan penduduk, meski ada pembagian jatah yang sangat ketat namun tetap saja ada penyelewengan terhadap makanan tersebut mengakibatkan  rakyat  jepang mengalami  kelaparan. Setelah Amerika Serikat keluar sebagai pemenang perang pacific , Amerika Serikat melakukan pendudukan di jepang yang dipimpin oleh Jendral Mc Arthur dan menerapkan beberapa kebijakan dalam berbagai bidang.

Peran Amerika dalam membantu bangkitnya Jepang Pasca Perang Pasific
Politik Amerika Serikat memberikan kesempatan bagi Jepang untuk mengembangkan sistem perekonomian dan demokrasi ditegaskan antara Amerika Serikat dan Jepang di perjanjian Postdam. Hal ini ditegaskan lagi dalam United States Initial Post Surrender Policy for Japan  pada 9 Agustus 1945 yang didalamnya dicantumkan secara garis besar kebijaksanaan politik pendudukan Amerika Serikat. Eksperimen demokrasi Amerika Serikat di Jepang saat dikatakan berhasil, karena bisa dibuktikan dengan hasil-hasil pendudukannya tersebut. Secara garis besar beberapa perubahan yang dialami Jepang ketika AS berperan dalam memajukannya pasca Perang Pasifik meliputi bidang politik, ekonomi, keagamaan, pendidikan, dan sosial. Khusus dalam bidang ekonomi amerika serikat melakukan perubahan dalam pendudukannya di jepang sehingga jepang berhasil bangkit dari ketrpurukannya pasca perang pacific.
Keberhasilan bangsa Jepang dalam bidang ekonomi sangat mengagumkan, siapa sangka setelah mengalami kehancuran dahsyat dalam Perang Dunia II, Jepang mampu bangkit kembali dengan kekuatan yang luar biasa. Jepang muncul sebagai negara paling maju di wilayah Asia Timur. Hanya dalam dua dekade setelah peristiwa pengeboman kota Hiroshima dan Nagasaki, Jepang berhasil menempatkan dirinya di kalangan negara yang berpengaruh dalam perekonomian dunia. Negeri Matahari Terbit itu membuktikan pada dunia bahwa mereka mampu membangun kembali perekonomian mereka yang hancur. Dahulu Jepang tidak dikenal dan tidak dipandang sebagai negara maju, tetapi sekarang negara itu menjadi contoh dan teladan negara-negara yang berpengaruh di dunia. Berikut beberapa kebijakan pemerintah pendudukan Amerika Serikat di jepang dalam bidang ekonomi :
a.    Zaibatsu dibubarkan, hal ini dilakukan dengan jalan menbubarkan semua holding Company, yakini unsur-unsur pusat perusahaan raksasa dan sham-sahamnya dijual kepada rakyat.
b.         Diperbaharuinya UU agraria 1846 diman tuan-tuan tanah harus absentte (tuan-tuan tanah yang tidak berdiam di tananya) harus menjualnya kepada pemerintah. Tuan tanah yang tinggal di tanah miliknya hanya boleh memiliki 2,5 acre. Semua ini diakukan dengan tujuan memperbaiki nasib para petani dan membangkitkan kesadaran politik pada mereka.
Faktor lain bangkitnya Jepang
Kebangkitan Jepang dari kehancuran dahsyat dalam Perang Pasific bukan karena sebuah keajaiban, melainkan diperoleh memalui semangat juang yang tinggi, disiplin ketat, dan kerja keras.  Segala kesenangan, kemewahan, dan kekayaan negara itu diperoleh dengan usaha yang tidak kenal lelah, disiplin ketat, dan semangat kerja keras yang diwarisi secara turun-temurun.
Pada awalnya, mutu produk Jepang dianggap paling rendah. Namun, sekarang produk Jepang dianggap sebagai produk terbaik dan berkualitas. Jepang telah diakui sebagai negara termaju dan salah satu pengendali utama negara-negara industri. Adapun faktor yang mendorong Jepang mampu bangkit kembali antara lain:
1.        Kerja Keras
Sudah menjadi rahasia umum bahwa bangsa Jepang adalah pekerja keras. Rata-rata jam kerja pegawai di Jepang adalah 2.450 jam per tahun, sangat tinggi dibandingkan dengan Amerika (1.957 jam per tahun), Inggris (1.911 jam per tahun), Jerman (1.870 per tahun), dan Prancis (1.680 per tahun). Seorang pegawai di Jepang bisa menghasilkan sebuah mobil dalam 9 hari, sedangkan pegawai di negara lain memerlukan 47 hari untuk membuat mobil yang bernilai sama. Sebagian besar literatur menyebutkan bahwa dengan kerja keras inilah sebenarnya kebangkitan dan kemakmuran Jepang bisa tercapai.
2.   Malu
Malu adalah budaya leluhur dan turun temurun bangsa Jepang. Harakiri (bunuh diri dengan menusukkan pisau ke perut) menjadi ritual sejak era samurai, yaitu ketika mereka kalah dalam pertempuran. Masuk ke dunia modern, wacananya sedikit berubah ke fenomena “mengundurkan diri” bagi para pejabat (menteri, politikus, dan sebagainya) yang terlibat masalah korupsi atau merasa gagal menjalankan tugasnya. Efek negatifnya mungkin adalah anak-anak SD, SMP yang kadang bunuh diri, karena nilainya jelek atau tidak naik kelas. Karena malu jugalah, orang Jepang lebih senang memilih jalan memutar daripada mengganggu pengemudi di belakangnya dengan memotong jalur di tengah jalan.
3.      Hidup Hemat
Orang Jepang memiliki semangat hidup hemat dalam keseharian. Sikap antikonsumerisme berlebihan ini nampak dalam berbagai bidang kehidupan. Masyarakat Jepang ramai belanja di supermarket pada sekitar pukul 19:30. Banyak keluarga Jepang yang tidak memiliki mobil, bukan karena tidak mampu, tapi karena lebih hemat menggunakan bus dan kereta untuk bepergian. Pemanas ruangan pun menggunakan minyak tanah yang kalau dipikir merepotkan masih tetap digandrungi, padahal sudah cukup dengan AC (air conditioner) yang ada mode dingin dan panas. Alasannya ternyata satu, minyak tanah lebih murah daripada listrik. Profesor Jepang juga terbiasa naik sepeda tua ke kampus, berbarengan dengan mahasiswa-mahasiswanya.
4.        Loyalitas
Loyalitas membuat sistem karier di sebuah perusahaan berjalan dan tertata rapi. Sedikit berbeda dengan sistem di Amerika dan Eropa, sangat jarang orang Jepang yang berpindah-pindah pekerjaan. Mereka biasanya bertahan di satu atau dua perusahaan sampai pensiun. Ini mungkin implikasi dari industri di Jepang yang kebanyakan hanya mau menerima fresh graduate, yang kemudian mereka latih dan didik sendiri sesuai dengan bidang garapan (core business) perusahaan. Kota Hofu mungkin sebuah contoh nyata. Hofu dulunya adalah kota industri yang sangat tertinggal dengan penduduk yang terlalu padat. Loyalitas penduduk untuk tetap bartahan (tidak pergi ke luar kota) dan punya komitmen bersama untuk bekerja keras siang dan malam akhirnya mengubah Hofu menjadi kota makmur dan modern. Bahkan saat ini kota industri terbaik dengan produksi kendaraan mencapai 160 ribu per tahun.
5.        Inovasi
Jepang bukan bangsa penemu, tapi orang Jepang mempunyai kelebihan dalam meracik temuan orang dan kemudian memasarkannya dalam bentuk yang diminati oleh masyarakat. Yang unik bahwa ilmu dan teori dimana orang harus belajar dari kegegelan ini mulai diformulasikan di jepang dengan nama Shippaigaku (ilmu kegagalan) (Agung, 2012 :128). Menarik membaca kisah Akio Morita yang mengembangkan Sony Walkman yang melegenda itu. Cassete tape tidak ditemukan oleh Sony, patennya dimiliki oleh perusahaan Phillips Electronics. Tapi yang berhasil mengembangkan dan membuat model portabel sebagai sebuah produk yang booming selama puluhan tahun adalah Akio Morita, pendiri dan CEO Sony pada masa itu. Sampai 1995, tercatat lebih dari 300 model walkman lahir dan jumlah total produksi mencapai 150 juta produk.
6.        Pantang Menyerah
Bangsa Jepang memiliki semangat pantang menyerah. Mereka tidak takut dengan cobaan dan kesusahan. Mereka sanggup berhadapan dengan segala cobaan demi mencapai tujuannya. Mereka juga teguh menjaga harga diri dan kehormatan bangsa. Jika melakukan suatu pekerjaan maka mereka melakukannya dengan sungguh agar mendapatkan hasil yang terbaik.
Bangsa Jepang sulit menerima kekalahan. Bagi mereka, kalah tidak berarti mati. Kekalahan dapat ditebus kembali dengan kemenangan dan keberhasilan dalam bidang lain. Sejarah membuktikan bahwa Jepang termasuk bangsa yang tahan banting dan pantang menyerah. Puluhan tahun di bawah kekaisaran Tokugawa yang menutup semua akses ke luar negeri, Jepang sangat tertinggal dalam teknologi. Ketika Restorasi Meiji datang, bangsa Jepang cepat beradaptasi dan menjadi fast-learner. Kemiskinan sumber daya alam tidak membuat Jepang menyerah. Tidak hanya menjadi pengimpor minyak bumi, batubara, biji besi dan kayu, bahkan 85% sumber energi Jepang berasal dari negara lain termasuk Indonesia.
7.      Budaya Baca
Masyarakat Jepang sangat gila membaca, Banyak penerbit yang membuat manga (komik bergambar) untuk materi-materi kurikulum sekolah baik SD, SMP maupun SMA. Pelajaran sejarah, biologi, bahasa dan sebagainya disajikan dengan menarik yang membuat minat baca masyarakat semakin tinggi. Budaya baca orang Jepang juga didukung oleh kecepatan dalam proses penerjemahan buku-buku asing (bahasa Inggris, Prancis, Jerman, dsb). Bahkan penerjemahan buku-buku asing sudah dimulai pada 1684, seiring dibangunnya institut penerjemahan dan terus berkembang sampai zaman modern. Biasanya terjemahan buku bahasa Jepang sudah tersedia dalam beberapa minggu sejak buku asingnya diterbitkan, bahkan harganya lebih murah dari pada buku aslinya yang belum diterjemahkan.
8.        Kerja sama Kelompok
              Budaya di Jepang tidak terlalu mengakomodasi kerja-kerja yang terlalu bersifat individualistik. Termasuk klaim hasil pekerjaan, biasanya ditujukan untuk tim atau kelompok tersebut. Fenomena ini tidak hanya di dunia kerja, kondisi kampus dengan lab penelitiannya juga seperti itu, mengerjakan tugas mata kuliah biasanya juga dalam bentuk kelompok. Kerja dalam kelompok mungkin salah satu kekuatan terbesar orang Jepang. Ada anekdot bahwa “satu orang profesor Jepang akan kalah dengan satu orang profesor Amerika, hanya sepuluh profesor Amerika tidak akan bisa mengalahkan sepuluh orang profesor Jepang yang berkelompok.” Musyawarah mufakat atau sering disebut dengan “rin-gi” adalah ritual dalam kelompok. Keputusan strategis harus dibicarakan dalam “rin-gi”.
9.        Mandiri
Sejak usia dini anak-anak dilatih untuk mandiri. Seperti yang diterapkan di TK (Yochien) di Jepang. Setiap murid harus membawa 3 tas besar berisi pakaian ganti, bento (bungkusan makan siang), sepatu ganti, buku-buku, handuk dan sebotol besar minuman yang menggantung dilehernya. Di Yochien setiap anak dilatih untuk membawa perlengkapan sendiri, dan bertanggung jawab terhadap barang miliknya sendiri. Selepas SMA dan masuk bangku kuliah hampir sebagian besar tidak meminta biaya kepada orang tua. Seperti yang dijalankan oleh mahasiswa di Universitas Saitama mengandalkan kerja sambilan/paruh waktu untuk biaya sekolah dan kehidupan sehari-hari. Kalaupun kehabisan uang, mereka “meminjam” uang ke orang tua yang itu nanti mereka kembalikan di bulan berikutnya.
10.    Menjaga Tradisi
Perkembangan teknologi dan ekonomi, tidak membuat bangsa Jepang kehilangan tradisi dan budayanya. Budaya perempuan yang sudah menikah untuk tidak bekerja masih ada dan hidup sampai saat ini. Budaya minta maaf masih sangat lekat di masyarakat Jepang. Misalnya ketika ada seseorang yang sedang naik sepeda dan menabrak pejalan kaki, yang meminta maaf lebih dahulu kadang justru yang ditabrak. Sampai saat ini orang Jepang relatif menghindari berkata “tidak” untuk apabila mendapat tawaran dari orang lain. Jadi kita harus hati-hati dalam pergaulan orang Jepang karena “ha’i” belum tentu “ya” bagi orang Jepang.
Pertanian merupakan tradisi leluhur dan aset penting di Jepang. Persaingan keras karena masuknya beras Thailand dan Amerika yang murah, tidak menyurutkan langkah pemerintah Jepang untuk melindungi para petaninya. Kabarnya tanah yang dijadikan lahan pertanian mendapatkan pengurangan pajak yang signifikan, termasuk beberapa insentif lain untuk orang-orang yang masih bertahan di dunia pertanian.


DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
Agung S, Leo. 2012. “Sejarah Asia Timur 2”. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
P.K Ojong. 2006. “Perang Pasific”. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Suwarsono, dan So, Alvin Y. (1994). Perubahan sosial dan pembangunan, teori-teori modernisasi, dependensi, dan sistem dunia. Jakarta : Pustaka LP3ES Indonesia.
Sumber Internet :
Kebangkitan Jepang-Sejarah Negara Jepang diunduh dari http://www.woamu.mangaku.net2012/02/kebangkitan-jepang-sejarah-negara.html
Kristiawan.R.(­__).Perspektif Teori Modernisasi dan  Teori Dependensi.[online]tersedia :http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/197108171998021-SARDIN/tiga_teori_perubahan_sosial__modernisasi,_ketergantungan,__a.pdf
http://ariek88l.wordpress.com/39-2/ di unduh pada 13 November 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar