Senin, 04 Juni 2012

“Pengaruh Perang Candu terhadap Keruntuhan Peradaban China”



“Pengaruh Perang Candu terhadap Keruntuhan Peradaban China”


Abstact
Opium was firstly brought to China in 7th or 8th century by the Turkish and Arabian mercant who obtained it by extracting Papaver Somniferumm plant which was growing in Middle East and India. The usefulness of opium at this century was only as sleeping pill. However, since the westerner, especially the British arrived, the smuggling of Opium for getting economic profit which passing through China could not be restricted. This matter made all group of Chinese people who had become opioum addicts already suffered from addiction increasingly and then caused the degradation of China Tribe. The government of China in Qing or Manchu Dynasty finally realized that they should press the UK in trade cooperation, but the developed British military forces responded it by appealing war. That's why, the Opium War I was occuring between them.
            Key Word: candu, Qing, Manchu, Inggris

A.    Masalah Candu di China

Candu sudah dikenal di China jauh sebelum masuknya Bangsa Barat. Bangsa China sudah lama menggunakan Candu sebagai obat namun keberadaannya yang semakin meluas dan tidak terkendali adalah setelah masuknya Bangsa Barat. Wicaksono (2011) menjelaskan bahwa candu pertama kali masuk ke China pada abad ke-7 atau ke-8 melalui pedagang Arab dan Turki yang memperoleh candu dari menyadap tanaman Papaver somniferumm yang tumbuh di Timur Tengah dan India. Kegunaan pada abad ini hanya sebagai obat tidur saja. Wiriaatmadja (2004) dalam “Sejarah dan Peradaban Cina” menjelaskan bahwa masyarakat China mulai mengenal dan menggunakan candu sejak abad ke-13. Pendapatnya sejalan dengan sumber informasi dari internet yang menjelaskan bahwa  candu sudah ada di China sejak abad ke-13 yang digunakan sebagai bahan obat-obatan. Pada waktu itu candu disebut juga dengan istilah “fu-shau-kao” yang berarti obat kebahagiaan dan panjang umur. Sedangkan Taniputra (2009) dalam “History of China” menjelaskan bahwa bangsa Tionghoa telah mengenal candu pada sekitar abad ke-15.

Bangsa China awalnya hanya mengenal candu sebagai bahan obat-obatan, namun juga mengetahui dampak dari mengkonsumsi candu yang berlebihan akan berakibat buruk. Dampak positifnya dapat digunakan dalam dunia medis sebagai penawar rasa sakit dan menekan aktivitas psikologi yang dapat menyebabkan tubuh tak sadarkan diri, namun semua itu digunakan dalam dosis tertentu. Di China sendiri opium digunakan sebagai obat kebahagiaan dan panjang umur. Sedangkan dampak negatifnya, pengguna bisa mengalami kekacauan pada saat berbicara, kerusakan penglihatan pada malam hari, kerusakan pada hati dan ginjal, risiko terkena virus HIV, hepatitis, dan penyakit infeksi lainnya makin meningkat, penurunan libido, kebingungan dalam identitas seksual, hingga kematian karena overdosis  (http://anekaplanta.wordpress.com/2007/12/26/opium-keindahan yangmemabukkan/). Sedangkan menurut Wicaksono (2011) candu menyebabkan ketergantungan yang berat, dan pecandunya akan menjadi lemah dan malas. Para pecandu jarang melewati usia 50 tahun, dan pecandu berat hanya punya usia harapan hidup 5 tahun semenjak pertama kali menghisap candu.  

Peredaran Candu di China nampaknya makin marak setelah adanya beberapa larangan impor langsung dari pihak istana. Bahkan pada tahun 1820 terdapat 9.708 peti candu yang diselundupkan ke China. 15 tahun kemudian jumlah pasokannya menjadi 4 kali lipat. Orang-orang yang terlibat dalam penyelundupan candu bukan hanya pedagang Inggris, tetapi banyak sekali oknum dari bangsa China-bahkan pejabat yang ikut terlibat didalamnya. Keterlibatan mereka bukan saja dalam hal jual menjual candu, namun ada beberapa dari mereka yang melakukan korupsi dan berkhianat pada istana. Hal ini memberikan kesan seolah pejabat dinasti Qing mempunyai mental korup dan kebobrokan moral.


B.     Pemberantasan Candu

Semakin maraknya peredaran Candu di China tidak lantas membuat pihak istana melakukan pemberantasan dengan cara melarang impor candu dengan cara “hati-hati”, mulai dari dikeluarkannya dekrit kaisar, memerintahkan pejabat-pejabat untuk ikut memberantasnya. Pada tahun 1729 Kaisar Yongzheng melarang mengimpor candu kecuali untuk pengobatan. Namun larangan ini tidak bisa menghentikan impor candu ke China. Maka pada tahun 1799 kekaisaran dibawah pemerintahan Kaisar Jiaqing mengeluarkan dekrit baru lagi yang berbunyi:

“..orang asing tentu saja mendapatkan keuntungan dan laba yang besar, namun bila rakyat kita harus mengejar kesenangan yang merusak dan berbahaya ini, maka hal tersebut pastilah menyedihkan dan tercela..” (Wicaksono, 2011: 215)


Menurut Taniputra (2009) untuk melarang impor candu ke China pada tahun 1810 Kaisar Jiaqing mengeluarkan titah yang berbunyi:

“candu memiliki pengaruh yang sangat merusak. Ketika seseorang mencandu menghirup asapnya, memang benar itu akan membuatnya merasa senang dan [merasa] sanggup melakukan apa saja yang menyenangkannya. Tetapi lambat laun, itu akan membunuhnya. Candu adalah racun, bertentangan dengan tradisi dan moralitas kita yang baik. Penggunaannya dilarang oleh hukum. Kini seorang bernama Yang telah berani membawanya ke Kota terlarang. Sehingga tentu saja ia telah melanggar hukum! Meskipun demikian, dewasa ini perdagangan dan konsumsi candu telah meningkat dengan pesat. Para pedagang yang curang membeli dan menjualnya demimendapat keuntungan [pribadi]. Kantor bea cukai Pelabuhan Gerbang Zhongwen aslinya didirikan untuk mengawasi barang-barang impor (tetapi tak berdaya dalam menghadapi penyelundupan candu ini). jika kita melakukan razia terhadap candu di pelabuhan-pelabuhan, dikahawatirkan bahwa hal ini masih belum memadai. Karenanya, kami juga memerintahkan para petugas keamanan di kelima gerbang untuk melarang candu dan merazianya di seluruh gerbang. Jika para pelakunya terungkap, maka mereka harus segera dihukum dan candunya secepatnya dimusnahkan. Sehubungan dengan provinsi Guangdong dan Fujian, yakni provinsi tempat masuknya candu, kami memerintahkan para raja muda, guburnur dan kepala bea cukai maritime untuk melakukan pencarian yang menyeluruh terhadap candu, serta memotong rantai penyelundupannya. Mereka semua hendaknya tidak mengabaikan titah ini serta tidak membiarkan penyelundupan candu merajalela.” (Taniputra, 2009: 507)


Pada kenyataannya semua titah tersebut tidak memberikan dampak yang begitu berarti. Penyelundupan candu oleh pedagang Inggris tetap saja berjalan dan makin marak. Hal ini disebabkan karena letak pemerintah pusat terlalu jauh di sebelah utara dengan tempat-tempat yang menjadi penyelundupan candu sehingga tidak bisa mengendalikan para pedagang; banyak sekali pejabat yang korupsi dengan jalan menyelundupkan candu melalui China Selatan dan kurang terorganisirnya pemerintahan sipil, ketidakbecusan armada laut pemerintah, dan tidak adanya rasa tanggung jawab moral pada para pejabat, menyebabkan kebijakan pelarangan candu tidak diikuti tindakan tegas oleh para pejabat di lapangan (Wicaksono, 2011: 215). Hal tersebut juga menyebabkan peningkatan jumlah candu yang diekspor ke China sebanyak 9708 peti candu pada tahun 1908. Dampaknya banyak rakyat china yang menjadi pencandu makin menderita karena ketergantungan.

Wicaksono (2011) menyebutkan peraturan-peraturan bagi penyelundup candu baik orang China yang terlibat maupun pedagang Inggris.

a.       Menangkap orang China yang terlibat dalam penyelundupan candu

b.      Memerikasa kapal yang berlayar di Sungai Guangzhou

c.       Setiap kapal yang terbukti membawa candu akan disita dan semua muatan yang dibawanya akan dimusnahkan

d.      Bagi kapal yang sudah terbukti membawa candu tidak boleh berdagang lagi di China.

Dampak dari  aturan ini bagi para penyelundup di Guangzhou adalah meninggalkan Guangzhou dan mengalihkan operasinya ke Pulau Lintin atau dikenal dengan istilah “perdagangan pantai”. Dengan dibukanya jalur “Perdagangan Pantai” ini pemerintah Qing sangat kewalahan untuk memberantas penyelundupan ini karena mereka sendiri tidak mempunyai armada laut sehingga tidak bisa mencegah kapal dagang yang membawa candu masuk ke China. Selain itu China juga menghadapi ancaman dari Inggris kelak suatu saat kapal-kapal perang Inggris akan mengancam kedaulatan mereka.

Taniputra (2009) menjelaskan bahwa untuk mengatasi jumlah candu yang mencapai 900 ton pert tahunnya di era tahun 1820-an, maka pada tahun 1938 pemerintah China menjatuhkan hukuman mati bagi para penyelundup candu lokal. Selain pemberantasan dilakukan oleh pihak istana, muncul juga sosok Lin Zexu sebagai pemberantas yang agresif dan cerdas dalam memberantas para penyelundup candu lokal dan asing. Lin Zexu merupakan seseorang yang mampu berfikir secara futuristic. Tugas Lin yang diperintahkan oleh kaisar adalah menekan perdagangan candu di Guangzhou. Lin juga mengeluarkan beberapa aturan bagi para pedagang asing maupun orang China yang terlibat dalam perdagangan candu. Wicaksono (2011) menyebutkan peraturan-peraturannya adalah:

a.       Menghukum komunitas perdagangan asing yang ikut andil dalam perdagangan candu.

b.      Mereka yang terlibat bisa saja mendapatkan akses pada pasar perdagangan China bila mendapatkan pengampunan kaisar.

c.       Warga China yang terlibat dengan candu akan segera dihukum dengan hukuman yang berat.

d.      Ultimatum: dalam jangka waktu tiga hari para penelundup harus menyerahkan semua candu yang ada di kapal-kapal penerima dan menandatangani pernyataan tidak akan lagi melakukan perdagangan candu atau menghadapi hukuman mati dan pemusnahan seluruh candu yang dimiliki.

e.       Menjauhkan para cohong yang memiliki hubungan dekat dengan para pedagang asing.

Lin membuat peraturan yang sedikit keras bagi pedagang asing. Mereka terancam dalam hal ekonomi karena candu adalah komoditas yang menjanjikan bagi mereka. Tanggapan dari pihak pedagang Inggris sendiri yang diketuai oleh Kapten Cahrles Elliot adalah menolak tuntutan atau peraturan yang dibuat oleh Lin.

Elliot bertanya kepada Gubernur Jendral Dengan Tiengzen “Apakah Cina bermaksud membawa masalah ini ke dalam peperangan terbuka?” (Wicaksono, 2011: 254). Jika pertanyaan Elliot ditelaah lebih jauh, nampaknya tuntutan yang dilakukan Lin sudah menjadikan embrio terjadinya peperangan.

Menanggapi perlakuan dari Inggris tersebut, Lin mengepung gudang tempat penyim panan candu (distrik 13 factory) yang didalamnya terdapat 350 pekerja asing. Jelas saja dampak dari pengepungan ini adalah terjadinya kelaparan pada para pekerja, karena mereka dikepung selama 40 hari.

Dengan keadaan seperti itu akhirnya pihak Inggris menyerah. Taniputra (2009) menjelaskan bahwa penyebab menyerahnya Inggris kepada China adalah terjadinya kelaparan pada para pekerja, jadi pihak Inggris ingin membebaskan mereka dari kepungan China. Sedangkan menurut Wicaksono (2011), penyebabnya adalah warga internasional menganggap pengepungan tersebut sebagai tindakan yang sewenang-wenang  yang melanggar hak asasi warga asing di China. Oleh karena itu Elliot mempunyai rasa tanggung jawab atas nyawa mereka dengan mengakui keterlibatan Inggris dalam penyelundupan candu.

Taniputra (2009) menyebutkan penyerahan candu oleh Inggris kepada China sebanyak 22.291 peti sedangkan Wicaksono (2011) sebanyak 21.000 peti dengan berat sekitar 1560 ton. Ada hal yang unik dalam penyerahan candu ini. para pedagang candu ini menyerahkan dagangan-dagangannya tidak langsung ke pemerintah China karena mereka akan menglami kerugian dengan dimusnahkannya semua dagangan mereka. mereka menyerahkannya terlebih dahulu kepada Elliot karena dia menjamin akan mengganti rugi kerugian para pedagang dan dia juga memerintahkan kepada para pedagang agar memenuhi perintahnya, karena jika tidak mereka akan berhadapan langsung dengan pemerintah China.

Sekarang Lin memegang candu yang merupakan aset pemerintahan Kerajaan Inggris yang akan dimusnahkan ke laut. Keputusan untuk dibuang ke laut ini merupakan hasil konsultasinya dengan para ahli mekanika dan pengobatan di Guangzhou. Terdapat hal yang sangat unik sebelum membuang candu-candu tersebut ke laut. Nampaknya dalam urusan seperti ini juga Lin yang mewakili bangsa China saat itu masih memegang tradisi-tradisi yang berhubungan dengan alam dan nenek moyang. Mereka mengadakan upacara “pemanggilan arwah” yang bertujuan untuk “memberitahu para arwah agar membantu pemusnahan candu” dan memperingatkan para mahluk laut untuk bertolak ke laut yang lebih dalam agar tidak terkontaminasi oleh candu” (Wicaksono, 2011: 258). Lin menggunakan ilmu Kimia berupa gas beracun untuk membuangnya ke laut agar semua candu yang akan dibuangnya rusak.
C. Perang Candu I

Tidak hanya pemusnahan candu yang menjadi latar belakang terjadinya Perang Candu I. Adanya insiden pembunuhan Lin Weixi oleh pelaut Inggris yang diseleasikan dengan tata cara peradilan Inggis membuat pihak Qing atau dinasti Manchu terhina. Sehingga pemerintah Qing menutup segala akses perdagangan dengan Inggris dan Inggris pun meninggalkan Guangzhou.

Setelah meninggalkan Guangzhou (Wicaksana, 2011: 263), pelabuhan Hongkong menjadi tempat utama berlabuhnya kapal-kapal Inggris yang hendak berdagang dengan China. Akan tetapi tidak menahan Lin Zexu untuk mengawasi seluruh kegiatan Inggris di Hongkong. Lama-kelamaan pengaruh Inggris semakin kuat di Hongkong dan Charles Elliot, perwakilan saudagar dari Inggris, memutuskan untuk pindah ke Macao. Namun Lin Zexu tidak hanya tinggal diam, dia memutuskan bahwa Inggris harus meninggalkan Macao serta mengeluarkan dekrit yang melarang kegiatan perdagangan dengan Inggris, (Wicaksana, 2011: 264) termasuk melarang negara asing lainnya memberikan bantuan atau berhubungan dengan Inggris apabila mereka masih ingin berdagang dengan China.

Elliot mengadukan pelarangan tersebut kepada Lord Palmerston, meteri luar negeri Inggris yang kemudian berencanan untuk melancarkan perang (Wicaksana, 2011: 264) demi memulihkan perdagangan dan mendapatkan kompensasi demi pemulihan perdagangan dan mendapatkan kompensasi atas candu yang dimusnahkan oleh China. Rencana ini pun kemudian disetujui oleh parlemen Inggris.

Bulan Juni 1840 (Wicaksana, 2011: 264) pemerintah Inggris memerintahkan Gubernur Jenderal Inggris di India untuk mengirimkan 15 ribu orang pasukan untuk menghadapi China dengan Elliot sebagai komandan lapangan dan James Bremer sebagai komandan angkatan laut. Pecahlah Perang Candu I.

Pemerintah Inggris menuntut agar pemerintah Qing agar memberikan kompensasi atas candu yang dimusnahkan dengan ancaman dari militer Inggris. Namun tidak ada tanggapan dari pemerintah Qing, mereka malah mengkap seorang warga Inggris di Macao pada tanggal 6 Agustus 1840. Dua minggu kemudian Inggris menyerang Qing di gerbang Guangzhou yang memisahkan Macao dan Guangdong dan mengambil alih gerbang tersebut.

Kehadiran pasukan perang Inggris yang telah mendekati ibukota membuat kaisar terkejut. Kemudian Elliot ditemui oleh zongdu Zhili yang bernama Qishan di benteng Dagukou untuk berunding membicarakan perdamaian. Inggris menawarkan untuk mengembalikan Dajio yang telah diduduki untuk ditukar dengan Hongkong dan Kowloon. Selain itu Elliot meminta pemerintah Qing untuk membayar ganti rugi sebesar 1 juta dolar tiap tahunnya sebagai penggantian dari candu yang telah dimusnahkan dan sebgai gantinya Inggris akan menarik mundur pasukan dari China. Namun Qishan menjadi berubah pikiran dan menganggap tindakan Inggris sudah kelewatan. Namun setelah melihat pasal-pasal dari perjanjian tersebut yang disebut Konvensi Chuanbi dirasa cukup menguntungkan dan merasa dapat menghentikan peperangan tanpa kehilangan muka. Sementara keinginan pemerintah Qing adalah mengusir Inggris dari China dan menangkap Elliot untuk dihukum. Namun perjanjian ini pun ditandatangani tanpa sepengetahuan pemerintah Qing.

Pemerintah Qing memerintah Qishan untuk menolak konvensi yang merendahkan martabat dinasti Qing. Namun Qishan sudah terlanjur menandatangani konvensi tersebut. kemudian Qishan hanya bisa menanggapi perintah kaisar dengan mengirimkan jawaban bahwa dia telah menandatangani konvensi Chuanbi dan melampirkan salinan dari terjemahan konvensi tersebut. Pemerintah Qing marah besar. Mereka menolak konvensi atas kelancangan Qishan. Qishan pun dicopot dari kedudukannya dan menghukumnya.

Kemudian pemerintah Qing mengirimkan pasukan untuk bererang melawan Inggris. Terjadilah pertempuran besar terbuka. Serangan bertubi-tubi pun dilancarkan oleh pasukan Inggris. Qing kemudian merasa bahwa mereka sedang berada didalam ancaman yang sangat serius.

Selama tiga tahun lamanya Inggris tidak berhenti menyerang dan membuat pemerintah Qing maju kedalam meja perundingan. Pada Agustus 1842 lahirlah kesepakatan damai dalam Perjanjian Nanking yang isinya sebagai berikut:

1.      Lima pelabuhan, yaitu Kanton, Amoy, Foochow, Ningpo, dan Shanghai harus dibuka bagi jalur perdagangan asing, dan Inggris boleh mengangkat konsul-konsul di setiap kota pelabuhan tersebut.

2.      Wakil-wakil dari Inggris boleh mengadakan hubngan dagang atas dasar sama derajat dengan para pembesar China.

3.      Cina harus mengadakan dan mengumumkan tarif bea dan cukai yang tetap.

4.      Penghapusansistem Cohong.

5.      Hongkong diserahkan kepada Inggris.

6.      Pembayaran ganti rugi kepada Inggris sebesar enam juta dolar.

Perjanjian ini jauh memberatkan dari konvensi Chuanbi dan perjanjian Nanking ini sangat tidak seimbang. Kemudian muncullah negara-negara lainnya seperti Perancis, Amerika Serikat, Rusia, dan Jepang mengikuti jejak Inggris dengan melakukan perjanjian yang tidak seimbang dengan tujuan mendapatkan keuntungan dari China.


PENUTUP

            Candu telah lama dikenal bangsa China untuk pengobatan namun dengan dosis tertentu. Berbeda jika dikonsumsi berlebihan akan berakibat buruk pada kesahatan dan juga moral yang akan berdampak buruk terhadap kemajuan bangsa dan merupakan salah satu faktor runtuhnya kebudayaan China. Pada Dinasti Qing atau Manchu telah menyadari bahwa pada masa pemerintahannya marak dengan penyelundupan candu oleh pedagang asing, terutama Inggris, sehingga dilakukan pemusnahan candu. Selain pemusnahan candu, dilakukan pula aturan yang menekan pedagang Inggris yang berakibat pemerintah Inggris melancarkan perang terhadap pemerintah Qing.

Pecahlah Pecang Candu I. Peperangan yang lama dan dengan pesenjataan tidak seimbang membuat pemerintah Qing menyerah dan merujukan perjanjian damai dengan Inggris. Lahirlah perjanjian Nanking yang sangat merugikan pihak Qing dan muncullah negara-negara lainnya seperti Perancis, Amerika Serikat, Rusia, dan Jepang mengikuti jejak Inggris dengan melakukan perjanjian yang tidak seimbang dengan tujuan mendapatkan keuntungan dari China.

Peristiwa Perang Candu memperlihatkan bahwa candu—jika dikonsumsi berlebihan yang mengakibatkan kecanduan—mengakibatkan keruntuhan suatu bangsa. Bangsa China pada dinasti Qing telah menyadari dampak buruk dari candu dan berusaha memberantasnya sampai harus beradu senjata dengan Inggis. Namun karena faktor persenjataan dan loyalitas dari orang-orang pemerintahan yang juga sudah terkenal korup membuat Qing harus berlutut menerima kekalahan dalam perjenjian Nanking.

Oleh:     Tiur Nurmayany Raharjo           (0906619)
             Dinan Afifah Firdaus                  (0906686)
             Yakub Imbir


DAFTAR PUSTAKA

Taniputra, Ivan. (2003). History of China. Jogjakarta: Ar-ruzz Media.

Wicaksono, M. (2011). Dinasti Manchu Masa Keemasan (1735-1850) dari masuknya bangsa Barat hingga Daoguang. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Wiriaatmadja, Rochiati, dkk.2004. Sejarah dan Peradaban Cina.Bandung : Humaniora.

Perdue, Peter C. (2011). The First Opiun War The Anglo-Chineseof War 1839-1842. [Online]. Tersedia: http://ocw.mit.edu/ans7870/21f/21f.027/opium_wars_01/ow1_essay01.html (15 April 2012).

Yudiawan,Deni. (2007). Opium, Keindahan yang Memabukkan. [Online]. Tersedia:http://anekaplanta.wordpress.com/2007/12/26/opium-keindahan-yang-memabukkan (17 April 2012).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar