“Pengaruh Perang Candu terhadap Keruntuhan Peradaban China”
Abstact
Opium was firstly brought to China in 7th or 8th century by
the Turkish and Arabian mercant who obtained it by extracting Papaver
Somniferumm plant which was growing in Middle East and India. The usefulness of
opium at this century was only as sleeping pill. However, since the westerner,
especially the British arrived, the smuggling of Opium for getting economic
profit which passing through China could not be restricted. This matter made
all group of Chinese people who had become opioum addicts already suffered from
addiction increasingly and then caused the degradation of China Tribe. The
government of China in Qing or Manchu Dynasty finally realized that they should
press the UK in trade cooperation, but the developed British military forces
responded it by appealing war. That's why, the Opium War I was occuring between
them.
Key Word: candu, Qing, Manchu, Inggris
A. Masalah
Candu di China
Candu sudah dikenal di China jauh
sebelum masuknya Bangsa Barat. Bangsa China sudah lama menggunakan Candu
sebagai obat namun keberadaannya yang semakin meluas dan tidak terkendali
adalah setelah masuknya Bangsa Barat. Wicaksono (2011) menjelaskan bahwa candu
pertama kali masuk ke China pada abad ke-7 atau ke-8 melalui pedagang Arab dan
Turki yang memperoleh candu dari menyadap tanaman Papaver somniferumm yang tumbuh di Timur Tengah dan
India. Kegunaan pada abad ini hanya sebagai obat tidur saja. Wiriaatmadja
(2004) dalam “Sejarah dan Peradaban Cina” menjelaskan bahwa masyarakat China
mulai mengenal dan menggunakan candu sejak abad ke-13. Pendapatnya sejalan
dengan sumber informasi dari internet yang menjelaskan bahwa candu sudah
ada di China sejak abad ke-13 yang digunakan sebagai bahan obat-obatan. Pada
waktu itu candu disebut juga dengan istilah “fu-shau-kao” yang berarti obat
kebahagiaan dan panjang umur. Sedangkan Taniputra (2009) dalam “History of
China” menjelaskan bahwa bangsa Tionghoa telah mengenal candu pada sekitar abad
ke-15.
Bangsa China awalnya hanya
mengenal candu sebagai bahan obat-obatan, namun juga mengetahui dampak dari
mengkonsumsi candu yang berlebihan akan berakibat buruk. Dampak positifnya
dapat digunakan dalam dunia medis sebagai penawar rasa sakit dan menekan
aktivitas psikologi yang dapat menyebabkan tubuh tak sadarkan diri, namun semua
itu digunakan dalam dosis tertentu. Di China sendiri opium digunakan sebagai
obat kebahagiaan dan panjang umur. Sedangkan dampak negatifnya, pengguna bisa
mengalami kekacauan pada saat berbicara, kerusakan penglihatan pada malam hari,
kerusakan pada hati dan ginjal, risiko terkena virus HIV, hepatitis, dan
penyakit infeksi lainnya makin meningkat, penurunan libido, kebingungan dalam
identitas seksual, hingga kematian karena overdosis (http://anekaplanta.wordpress.com/2007/12/26/opium-keindahan
yangmemabukkan/). Sedangkan menurut Wicaksono (2011) candu menyebabkan
ketergantungan yang berat, dan pecandunya akan menjadi lemah dan malas. Para
pecandu jarang melewati usia 50 tahun, dan pecandu berat hanya punya usia
harapan hidup 5 tahun semenjak pertama kali menghisap candu.
Peredaran Candu di China
nampaknya makin marak setelah adanya beberapa larangan impor langsung dari
pihak istana. Bahkan pada tahun 1820 terdapat 9.708 peti candu yang
diselundupkan ke China. 15 tahun kemudian jumlah pasokannya menjadi 4 kali
lipat. Orang-orang yang terlibat dalam penyelundupan candu bukan hanya pedagang
Inggris, tetapi banyak sekali oknum dari bangsa China-bahkan pejabat yang ikut
terlibat didalamnya. Keterlibatan mereka bukan saja dalam hal jual menjual
candu, namun ada beberapa dari mereka yang melakukan korupsi dan berkhianat
pada istana. Hal ini memberikan kesan seolah pejabat dinasti Qing mempunyai
mental korup dan kebobrokan moral.
B. Pemberantasan
Candu
Semakin maraknya peredaran Candu
di China tidak lantas membuat pihak istana melakukan pemberantasan dengan cara
melarang impor candu dengan cara “hati-hati”, mulai dari dikeluarkannya dekrit
kaisar, memerintahkan pejabat-pejabat untuk ikut memberantasnya. Pada tahun 1729 Kaisar
Yongzheng melarang mengimpor candu kecuali untuk pengobatan. Namun larangan ini
tidak bisa menghentikan impor candu ke China. Maka pada tahun 1799 kekaisaran
dibawah pemerintahan Kaisar Jiaqing mengeluarkan dekrit baru lagi yang berbunyi:
“..orang asing tentu saja mendapatkan keuntungan dan laba
yang besar, namun bila rakyat kita harus mengejar kesenangan yang merusak dan
berbahaya ini, maka hal tersebut pastilah menyedihkan dan tercela..”
(Wicaksono, 2011: 215)
Menurut Taniputra (2009) untuk
melarang impor candu ke China pada tahun 1810 Kaisar Jiaqing mengeluarkan titah
yang berbunyi:
“candu memiliki pengaruh yang sangat merusak. Ketika
seseorang mencandu menghirup asapnya, memang benar itu akan membuatnya merasa
senang dan [merasa] sanggup melakukan apa saja yang menyenangkannya. Tetapi
lambat laun, itu akan membunuhnya. Candu adalah racun, bertentangan dengan
tradisi dan moralitas kita yang baik. Penggunaannya dilarang oleh hukum. Kini
seorang bernama Yang telah berani membawanya ke Kota terlarang. Sehingga tentu
saja ia telah melanggar hukum! Meskipun demikian, dewasa ini perdagangan dan
konsumsi candu telah meningkat dengan pesat. Para pedagang yang curang membeli
dan menjualnya demimendapat keuntungan [pribadi]. Kantor bea cukai Pelabuhan
Gerbang Zhongwen aslinya didirikan untuk mengawasi barang-barang impor (tetapi
tak berdaya dalam menghadapi penyelundupan candu ini). jika kita melakukan
razia terhadap candu di pelabuhan-pelabuhan, dikahawatirkan bahwa hal ini masih
belum memadai. Karenanya, kami juga memerintahkan para petugas keamanan di
kelima gerbang untuk melarang candu dan merazianya di seluruh gerbang. Jika
para pelakunya terungkap, maka mereka harus segera dihukum dan candunya
secepatnya dimusnahkan. Sehubungan dengan provinsi Guangdong dan Fujian, yakni
provinsi tempat masuknya candu, kami memerintahkan para raja muda, guburnur dan
kepala bea cukai maritime untuk melakukan pencarian yang menyeluruh terhadap
candu, serta memotong rantai penyelundupannya. Mereka semua hendaknya tidak
mengabaikan titah ini serta tidak membiarkan penyelundupan candu merajalela.”
(Taniputra, 2009: 507)
Pada kenyataannya semua titah
tersebut tidak memberikan dampak yang begitu berarti. Penyelundupan candu oleh
pedagang Inggris tetap saja berjalan dan makin marak. Hal ini disebabkan karena
letak pemerintah pusat terlalu jauh di sebelah utara dengan tempat-tempat yang
menjadi penyelundupan candu sehingga tidak bisa mengendalikan para pedagang;
banyak sekali pejabat yang korupsi dengan jalan menyelundupkan candu melalui
China Selatan dan kurang terorganisirnya pemerintahan sipil, ketidakbecusan
armada laut pemerintah, dan tidak adanya rasa tanggung jawab moral pada para
pejabat, menyebabkan kebijakan pelarangan candu tidak diikuti tindakan tegas oleh
para pejabat di lapangan (Wicaksono, 2011: 215). Hal tersebut juga menyebabkan
peningkatan jumlah candu yang diekspor ke China sebanyak 9708 peti candu pada
tahun 1908. Dampaknya banyak rakyat china yang menjadi pencandu makin menderita
karena ketergantungan.
Wicaksono (2011) menyebutkan
peraturan-peraturan bagi penyelundup candu baik orang China yang terlibat
maupun pedagang Inggris.
a. Menangkap orang China yang terlibat
dalam penyelundupan candu
b. Memerikasa kapal yang berlayar di
Sungai Guangzhou
c. Setiap kapal yang terbukti membawa
candu akan disita dan semua muatan yang dibawanya akan dimusnahkan
d. Bagi kapal yang sudah terbukti membawa
candu tidak boleh berdagang lagi di China.
Dampak dari aturan ini bagi
para penyelundup di Guangzhou adalah meninggalkan Guangzhou dan mengalihkan
operasinya ke Pulau Lintin atau dikenal dengan istilah “perdagangan pantai”.
Dengan dibukanya jalur “Perdagangan Pantai” ini pemerintah Qing sangat kewalahan
untuk memberantas penyelundupan ini karena mereka sendiri tidak mempunyai
armada laut sehingga tidak bisa mencegah kapal dagang yang membawa candu masuk
ke China. Selain itu China juga menghadapi ancaman dari Inggris kelak suatu
saat kapal-kapal perang Inggris akan mengancam kedaulatan mereka.
Taniputra (2009) menjelaskan
bahwa untuk mengatasi jumlah candu yang mencapai 900 ton pert tahunnya di era
tahun 1820-an, maka pada tahun 1938 pemerintah China menjatuhkan hukuman mati
bagi para penyelundup candu lokal. Selain pemberantasan dilakukan oleh pihak
istana, muncul juga sosok Lin Zexu sebagai pemberantas yang agresif dan cerdas
dalam memberantas para penyelundup candu lokal dan asing. Lin Zexu merupakan
seseorang yang mampu berfikir secara futuristic.
Tugas Lin yang diperintahkan oleh kaisar adalah menekan perdagangan candu di
Guangzhou. Lin juga mengeluarkan beberapa aturan bagi para pedagang asing
maupun orang China yang terlibat dalam perdagangan candu. Wicaksono (2011)
menyebutkan peraturan-peraturannya adalah:
a. Menghukum komunitas perdagangan asing
yang ikut andil dalam perdagangan candu.
b. Mereka yang terlibat bisa saja
mendapatkan akses pada pasar perdagangan China bila mendapatkan pengampunan
kaisar.
c. Warga China yang terlibat dengan candu
akan segera dihukum dengan hukuman yang berat.
d. Ultimatum: dalam jangka waktu tiga
hari para penelundup harus menyerahkan semua candu yang ada di kapal-kapal
penerima dan menandatangani pernyataan tidak akan lagi melakukan perdagangan candu
atau menghadapi hukuman mati dan pemusnahan seluruh candu yang dimiliki.
e. Menjauhkan para cohong yang memiliki hubungan dekat dengan
para pedagang asing.
Lin membuat peraturan yang
sedikit keras bagi pedagang asing. Mereka terancam dalam hal ekonomi karena
candu adalah komoditas yang menjanjikan bagi mereka. Tanggapan dari pihak
pedagang Inggris sendiri yang diketuai oleh Kapten Cahrles Elliot adalah menolak
tuntutan atau peraturan yang dibuat oleh Lin.
Elliot bertanya kepada Gubernur
Jendral Dengan Tiengzen “Apakah Cina bermaksud membawa masalah ini ke dalam
peperangan terbuka?” (Wicaksono, 2011: 254). Jika pertanyaan Elliot ditelaah
lebih jauh, nampaknya tuntutan yang dilakukan Lin sudah menjadikan embrio
terjadinya peperangan.
Menanggapi perlakuan dari Inggris
tersebut, Lin mengepung gudang tempat penyim panan candu (distrik 13 factory) yang didalamnya
terdapat 350 pekerja asing. Jelas saja dampak dari pengepungan ini adalah
terjadinya kelaparan pada para pekerja, karena mereka dikepung selama 40 hari.
Dengan keadaan seperti itu
akhirnya pihak Inggris menyerah. Taniputra (2009) menjelaskan bahwa penyebab
menyerahnya Inggris kepada China adalah terjadinya kelaparan pada para pekerja,
jadi pihak Inggris ingin membebaskan mereka dari kepungan China. Sedangkan
menurut Wicaksono (2011), penyebabnya adalah warga internasional menganggap
pengepungan tersebut sebagai tindakan yang sewenang-wenang yang melanggar
hak asasi warga asing di China. Oleh karena itu Elliot mempunyai rasa tanggung
jawab atas nyawa mereka dengan mengakui keterlibatan Inggris dalam
penyelundupan candu.
Taniputra (2009) menyebutkan
penyerahan candu oleh Inggris kepada China sebanyak 22.291 peti sedangkan
Wicaksono (2011) sebanyak 21.000 peti dengan berat sekitar 1560 ton. Ada hal
yang unik dalam penyerahan candu ini. para pedagang candu ini menyerahkan
dagangan-dagangannya tidak langsung ke pemerintah China karena mereka akan
menglami kerugian dengan dimusnahkannya semua dagangan mereka. mereka
menyerahkannya terlebih dahulu kepada Elliot karena dia menjamin akan mengganti
rugi kerugian para pedagang dan dia juga memerintahkan kepada para pedagang
agar memenuhi perintahnya, karena jika tidak mereka akan berhadapan langsung
dengan pemerintah China.
Sekarang Lin memegang candu yang
merupakan aset pemerintahan Kerajaan Inggris yang akan dimusnahkan ke laut.
Keputusan untuk dibuang ke laut ini merupakan hasil konsultasinya dengan para
ahli mekanika dan pengobatan di Guangzhou. Terdapat hal yang sangat unik
sebelum membuang candu-candu tersebut ke laut. Nampaknya dalam urusan seperti
ini juga Lin yang mewakili bangsa China saat itu masih memegang tradisi-tradisi
yang berhubungan dengan alam dan nenek moyang. Mereka mengadakan upacara
“pemanggilan arwah” yang bertujuan untuk “memberitahu para arwah agar membantu
pemusnahan candu” dan memperingatkan para mahluk laut untuk bertolak ke laut
yang lebih dalam agar tidak terkontaminasi oleh candu” (Wicaksono, 2011: 258).
Lin menggunakan ilmu Kimia berupa gas beracun untuk membuangnya ke laut agar
semua candu yang akan dibuangnya rusak.
C. Perang Candu I
C. Perang Candu I
Tidak hanya pemusnahan candu yang
menjadi latar belakang terjadinya Perang Candu I. Adanya insiden pembunuhan Lin
Weixi oleh pelaut Inggris yang diseleasikan dengan tata cara peradilan Inggis
membuat pihak Qing atau dinasti Manchu terhina. Sehingga pemerintah Qing
menutup segala akses perdagangan dengan Inggris dan Inggris pun meninggalkan
Guangzhou.
Setelah meninggalkan Guangzhou
(Wicaksana, 2011: 263), pelabuhan Hongkong menjadi tempat utama berlabuhnya
kapal-kapal Inggris yang hendak berdagang dengan China. Akan tetapi tidak
menahan Lin Zexu untuk mengawasi seluruh kegiatan Inggris di Hongkong. Lama-kelamaan
pengaruh Inggris semakin kuat di Hongkong dan Charles Elliot, perwakilan
saudagar dari Inggris, memutuskan untuk pindah ke Macao. Namun Lin Zexu tidak
hanya tinggal diam, dia memutuskan bahwa Inggris harus meninggalkan Macao serta
mengeluarkan dekrit yang melarang kegiatan perdagangan dengan Inggris,
(Wicaksana, 2011: 264) termasuk melarang negara asing lainnya memberikan
bantuan atau berhubungan dengan Inggris apabila mereka masih ingin berdagang
dengan China.
Elliot mengadukan pelarangan
tersebut kepada Lord Palmerston, meteri luar negeri Inggris yang kemudian
berencanan untuk melancarkan perang (Wicaksana, 2011: 264) demi memulihkan
perdagangan dan mendapatkan kompensasi demi pemulihan perdagangan dan
mendapatkan kompensasi atas candu yang dimusnahkan oleh China. Rencana ini pun
kemudian disetujui oleh parlemen Inggris.
Bulan Juni 1840 (Wicaksana, 2011:
264) pemerintah Inggris memerintahkan Gubernur Jenderal Inggris di India untuk
mengirimkan 15 ribu orang pasukan untuk menghadapi China dengan Elliot sebagai
komandan lapangan dan James Bremer sebagai komandan angkatan laut. Pecahlah
Perang Candu I.
Pemerintah Inggris menuntut agar
pemerintah Qing agar memberikan kompensasi atas candu yang dimusnahkan dengan
ancaman dari militer Inggris. Namun tidak ada tanggapan dari pemerintah Qing,
mereka malah mengkap seorang warga Inggris di Macao pada tanggal 6 Agustus
1840. Dua minggu kemudian Inggris menyerang Qing di gerbang Guangzhou yang
memisahkan Macao dan Guangdong dan mengambil alih gerbang tersebut.
Kehadiran pasukan perang Inggris
yang telah mendekati ibukota membuat kaisar terkejut. Kemudian Elliot ditemui
oleh zongdu Zhili yang bernama Qishan di benteng
Dagukou untuk berunding membicarakan perdamaian. Inggris menawarkan untuk
mengembalikan Dajio yang telah diduduki untuk ditukar dengan Hongkong dan
Kowloon. Selain itu Elliot meminta pemerintah Qing untuk membayar ganti rugi
sebesar 1 juta dolar tiap tahunnya sebagai penggantian dari candu yang telah
dimusnahkan dan sebgai gantinya Inggris akan menarik mundur pasukan dari China.
Namun Qishan menjadi berubah pikiran dan menganggap tindakan Inggris sudah
kelewatan. Namun setelah melihat pasal-pasal dari perjanjian tersebut yang
disebut Konvensi Chuanbi dirasa cukup menguntungkan dan merasa dapat menghentikan
peperangan tanpa kehilangan muka. Sementara keinginan pemerintah Qing adalah
mengusir Inggris dari China dan menangkap Elliot untuk dihukum. Namun
perjanjian ini pun ditandatangani tanpa sepengetahuan pemerintah Qing.
Pemerintah Qing memerintah Qishan
untuk menolak konvensi yang merendahkan martabat dinasti Qing. Namun Qishan
sudah terlanjur menandatangani konvensi tersebut. kemudian Qishan hanya bisa
menanggapi perintah kaisar dengan mengirimkan jawaban bahwa dia telah
menandatangani konvensi Chuanbi dan melampirkan salinan dari terjemahan
konvensi tersebut. Pemerintah Qing marah besar. Mereka menolak konvensi atas
kelancangan Qishan. Qishan pun dicopot dari kedudukannya dan menghukumnya.
Kemudian pemerintah Qing
mengirimkan pasukan untuk bererang melawan Inggris. Terjadilah pertempuran
besar terbuka. Serangan bertubi-tubi pun dilancarkan oleh pasukan Inggris. Qing
kemudian merasa bahwa mereka sedang berada didalam ancaman yang sangat serius.
Selama tiga tahun lamanya Inggris
tidak berhenti menyerang dan membuat pemerintah Qing maju kedalam meja
perundingan. Pada Agustus 1842 lahirlah kesepakatan damai dalam Perjanjian
Nanking yang isinya sebagai berikut:
1. Lima pelabuhan, yaitu Kanton, Amoy,
Foochow, Ningpo, dan Shanghai harus dibuka bagi jalur perdagangan asing, dan
Inggris boleh mengangkat konsul-konsul di setiap kota pelabuhan tersebut.
2. Wakil-wakil dari Inggris boleh
mengadakan hubngan dagang atas dasar sama derajat dengan para pembesar China.
3. Cina harus mengadakan dan mengumumkan
tarif bea dan cukai yang tetap.
4. Penghapusansistem Cohong.
5. Hongkong diserahkan kepada Inggris.
6. Pembayaran ganti rugi kepada Inggris
sebesar enam juta dolar.
Perjanjian ini jauh memberatkan
dari konvensi Chuanbi dan perjanjian Nanking ini sangat tidak seimbang.
Kemudian muncullah negara-negara lainnya seperti Perancis, Amerika Serikat,
Rusia, dan Jepang mengikuti jejak Inggris dengan melakukan perjanjian yang tidak
seimbang dengan tujuan mendapatkan keuntungan dari China.
PENUTUP
Candu telah lama dikenal bangsa China untuk pengobatan namun dengan dosis
tertentu. Berbeda jika dikonsumsi berlebihan akan berakibat buruk pada
kesahatan dan juga moral yang akan berdampak buruk terhadap kemajuan bangsa dan
merupakan salah satu faktor runtuhnya kebudayaan China. Pada Dinasti Qing atau
Manchu telah menyadari bahwa pada masa pemerintahannya marak dengan
penyelundupan candu oleh pedagang asing, terutama Inggris, sehingga dilakukan
pemusnahan candu. Selain pemusnahan candu, dilakukan pula aturan yang menekan
pedagang Inggris yang berakibat pemerintah Inggris melancarkan perang terhadap
pemerintah Qing.
Pecahlah Pecang Candu I.
Peperangan yang lama dan dengan pesenjataan tidak seimbang membuat pemerintah
Qing menyerah dan merujukan perjanjian damai dengan Inggris. Lahirlah
perjanjian Nanking yang sangat merugikan pihak Qing dan muncullah negara-negara
lainnya seperti Perancis, Amerika Serikat, Rusia, dan Jepang mengikuti jejak
Inggris dengan melakukan perjanjian yang tidak seimbang dengan tujuan
mendapatkan keuntungan dari China.
Peristiwa Perang Candu
memperlihatkan bahwa candu—jika dikonsumsi berlebihan yang mengakibatkan
kecanduan—mengakibatkan keruntuhan suatu bangsa. Bangsa China pada dinasti Qing
telah menyadari dampak buruk dari candu dan berusaha memberantasnya sampai
harus beradu senjata dengan Inggis. Namun karena faktor persenjataan dan
loyalitas dari orang-orang pemerintahan yang juga sudah terkenal korup membuat
Qing harus berlutut menerima kekalahan dalam perjenjian Nanking.
Oleh: Tiur
Nurmayany Raharjo
(0906619)
Dinan Afifah Firdaus
(0906686)
Yakub Imbir
DAFTAR PUSTAKA
Taniputra, Ivan. (2003). History
of China. Jogjakarta: Ar-ruzz Media.
Wicaksono, M. (2011). Dinasti Manchu Masa Keemasan
(1735-1850) dari masuknya bangsa Barat hingga Daoguang. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Wiriaatmadja, Rochiati, dkk.2004. Sejarah dan Peradaban
Cina.Bandung : Humaniora.
Perdue, Peter C. (2011). The First Opiun War The
Anglo-Chineseof War 1839-1842. [Online].
Tersedia: http://ocw.mit.edu/ans7870/21f/21f.027/opium_wars_01/ow1_essay01.html (15 April 2012).
Yudiawan,Deni. (2007). Opium, Keindahan
yang Memabukkan. [Online]. Tersedia:http://anekaplanta.wordpress.com/2007/12/26/opium-keindahan-yang-memabukkan (17 April 2012).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar