Senin, 11 Juni 2012

Kebudayaan Bangsa Sumeria di Mesopotamia 3100-2500 SM


Disusun Oleh :           Aulia Putri                 0906771
                                    Adnan Hidayat          0906076
                       
Abstraksi
Sungai Eufrat adalah sungai yang terletak di negara Republik Islam Irak. Didekat sungai Eufrat terdapat sungai Tigris yang memanjang dari Anatolia, Republik Turki hingga Republik Islam Iran. Kedua sungai ini memiliki berbagai peradaban penting dunia. Peradaban Mesopotamia adalah peradaban yang berkembang di wilayah sungai Eufrat dan Tigris yang terbentang dari Taurus dan Armenia sampai Teluk Persia. Dalam bahasa Yunani,  Mesopotamia berarti “Tanah diantara Sungai-sungai”.  Mesopotamia dianggap sebagai salah satu peradaban tertua didunia.   Berbagai macam bangsa dan pemerintahan pernah menguasai daerah Mesopotamia ini, bangsa tersebut adalah bangsa Sumeria, Babylonia Lama, Assyiria, Babylonia baru. Bangsa Sumeria adalah bangsa yang pertama kali menduduki wilayah Mesopotamia ini, dan membentuk sebuah kebudayaan yang menjadi awal kebudayaan yang berkembang di daerah tersebut. Yang kemudian pada kelanjutannya kebudayaan tersebut diteruskan oleh bangsa-bangsa yang dapat menggantikan posisi Sumeria di Mesopotamia. Pada dasarnya yang disebut dengan peradaban Mesopotamia adalah peradaban Sumeria itu sendiri. Dikatakan demikian sebab secara umum, sebagaian besar peradaban Mesopotamia dibentuk oleh bangsa Sumeria. Bangsa-bangsa yang lain yang datang sesudahnya hanyalah meneruskan dan mengembangkan peradaban yang dicapai oleh bangsa Sumeria.

Awal kedatangan bangsa Sumeria ke daerah Eufrat dan Tigris
Toynbee (2007:69):
“Para pengolah tanah di oase-oase Asia Barat Dayakecil mungkin telah menemukan cara untuk meningkatkan irigassi alam local secara artifisial. Untuk memanfaatkan tanah genting sungai-sungai kembar ( Tingris-Eufrat) yang dianggap sebagai hadiah, manusia harus menggunakan teknik irigasi tiruannya dalam skala yang membutuhkan kerjasama jauh lebih banyak manusia dibandingkan dengan apa yang pernah terjadi sebelumnya dalam hal kerjasama apapun”

Dari hal tersebut diatas bisa diketahui bahwa untuk mengolah, mempertahankan, dan menjadikan tanah “hadiah” itu tidaklah mudah. Sangat dibutuhkan kerja sama antara orang-orang Sumeria itu sendiri untuk berusaha menyuburkan tanah dan menjadikan tanah tersebut sumber kehidupan bagi sesamanya. Dengan memanfaatkan sumber daya alam yang mereka dapatkan dan mereka olah, dapat menjadi sumber keuntungan bagi bangsa Sumeria itu sendiri. Karena salah satu yang menonjol dari budaya Sumeria adalah perdagangannya. Jadi, dengan upaya dan usaha untuk mengolah tanah yang awalnya rawa belantara ini, hasilnya bisa dirasakan kembali oleh mereka. Seperti yang dikatakan Toynbee dalam bukunya Sejarah Umat Manusia, kelahiran agrikultur pada daerah lembah bawah Eufrat dan Tigris menjadi pionir penghasil pertanian yang jauh lebih besar dibanding hasil yang diperoleh dari oasis nenek moyang yang lebih luas.
Orang Sumeria memanglah bangsa yang awal menduduki daerah ini, namun mereka bukanlah penduduk asli, karena sebelum mereka menjinakan rawa liar ini tidak bisa ditempati oleh manusia. Sebagian pemukiman Sumeria paling awal yaitu Ur, Uruk, Eridu bearda di ujung barat daya rawa besar ini yang bersebelahan dengan jazirah Arab. Tetapi tidaklah mungkin bahwa orang-orang Sumeria berasal dari jazirah Arab, karena bahasa mereka tidak memiliki kesamaan sedikitpun dengan bahasa-bahasa keluara Semitik, sedangkan gelombang-gelombang migran yang berasal dari Arab yang berpindah ke daerah Asia dan Afrika sekitarnya semuanya berbahasa Semitik. Ridwan Maulana dalam blognya mengatakan bahwa orang Sumeria berasal dari daerah sekitar Teluk Persia.

Perkembangan kehidupan Bangsa Sumeria di Mesopotamia
Menurut Toynbee dalam bukunya Sejarah Umat Manusia (2007), selama lima atau enam abad pertama dalam sejarah peradaban Sumeria (sekitar 3100-2500 SM) Negara-negara kota muncul berdampingan tanpa saling bermasalah. Penempatan atau pengolahan lahan Eufrat dan Tigris dibuka secara bertahap, dan dalam jangka waktu yang panjang, mulailah digarap dan dibuatlah padang-padang rumput oleh orang Sumeria pendiri masing-masing kota. Penguasaan masing-masing lahan itu tidak menimbulkan persaingan antar penggarap lahan. Karena prestasi orang Sumeria dalam teknologi ini tidak dibarengi dengan prestasi politik. Hampir tidak ada sumber sejarah yang menuliskan tentang keadaan politik bansa Sumeria disana, yang ditonjolkan selalu hanya kebudayaannya yang kaya dan luar biasa. Padalah momentum politik penting terjadi ketika domain Negara-negara kota local yang menakin meluas mengeliminasi zona-zona rawa yang mengisolasi dan menjadi saling bertetangga secara langsung. Kesempurnaan kemenangan teknologi manusia atas alam di Sumeria menimbulkan masalah-masalah politik dalam hubungan sesame manusia dan sayangnya orang-orang sumeria tidak segera merespon tantangan social ini dengan cara radikal, yakni sebuah unifikasi. Seperti yang terjadi di Mesir menjadi sebuah kerajaan tunggal yang bersatu. Negara-negara kota terus bertahan, setelah menjadi saling bertetangga, masing-masing mempertahankan indepensi kedaulatan lokalnya sendiri.

Polytheisme, kepercayaan awal masyarakat Sumeria
Peradaban Mesopotamia menganut kepercayaan Polytheisme yang berasal dari bangsa Sumeria. Bangsa Sumeria menyembah Dewa-Dewi yang menguasai suatu Elemen dari alam.  Dari dokumen-dokumen orang Sumeria ini dapat dijumpai sebuah kuil untuk dewa-dewa Sumeria dan dapat diketahui dewa-dewa yang mereka puja, yaitu :
-          Anu atau Uruk sebagai Dewa Langit atau juga Dewa Surga.
-          Enki atau Ea atau Eridu sebagai Dewa Kebaikan yang menguasai Air yang ada di bumi dan sebagai Dewa penyembuh dan pembimbing sekaligus dianggap sebagai Dewa pemberi ilmu pengetahuan dan Seni.
-          Enlil atau Hipper sebagai Dewa yang menguasai Tanah dan Bumi. Roh Baik dan Jahat dianggap taat dan patuh akan segala perintah dari Dewa ini.
-          Inanna sebagai Dewa Venus dan sebagai penguasa Barat dan Timu.
-          Istar Dewa perang dan Asmara
-          Samash sebagai Dewa Matahari.
-          Sin sebagai Dewa Bulan.
-          Tammuz sebagai Dewa Tumbuh-tumbuhan.
-          Marduk adalah dewa yang berhubungan dalam penciptaan alam semesta.
Jadi, sebagaimana masyarakat zaman kuno pada umumnya, bangsa Sumeria merupakan masyarakat polytheistic, yang memuja banyak dewa. Dewa-dewa yang dipuja ini merupakan ide untuk menkontrol dalam setiap aspek kehidupan, khususnya dalam kekuatan-kekuatan alam. Bangsa Sumeria sangat percaya bahwa dewa-dewa dan dewi-dewi telah berprilaku layaknya manusia biasa. Para dewa dan Dewi melakukan makan, minum, menikah, dan keluarga yang terkumpul. Disamping dewa-dewa yang berprilaku adil dan benar, mereka juga telah bertanggungjawab terhadap kekejaman dan penderitaan. Bagi bangsa Sumeria, kewajiban yang tertinggi yaitu melanggengkan kesenangan para manusia dan dengan demikian bangsa tersebut harus selalu menjaga keselamatan negara kota mereka. Masing-masing negara kota telah mempunyai dewa dan dewi tersendiri, akan tetapi yang telah  mereka sembah dengan mengorbankan hewan-hewan, padi, dan anggur. Masyarakat Sumeria telah banyak merayakan di hari-hari besar dengan upacara serta arak-arakan. Acara yang terpenting terjadi pada saat pergantian tahun, yaitu ketika sang Raja mencari dan menginginkan hadiah dari dewi Inanna, yang telah memberikannya kehidupan dan cinta. Sang Raja telah berpartisipasi dalam acara pernikahan secara simbolik dengan para dewi. Bangsa Sumeria meyakini bahwa ritual yang dilakukan sang Raja ini akan membuat tahun baru menjadi bermanfaat dan makmur.

Agrikultural sebagai surplus utama masyarakat Sumeria
Pada awalnya, bangsa Sumeria mengolah lahan pertanian yang subur sebagai mata pencahariannya. Lama kelamaan, bangsa Sumeria dapat membangun sistem pengairan untuk menanggulangi banjir dan menyalurkan air ke lahan-lahan pertanian, seperti sistem irigasi dan kanal. Dengan hasil pertanian yang melimpah, bangsa Sumeria sekitar tahun 3.000 tahun SM membangun 12 kota-kota besar, di antaranya kota Ur, Uruk, Lagash dan Nippur. Pada awalnya, kota-kota tersebut merupakan kota-kota yang berdiri sendiri, sehingga disebut negara kota. Kemudian terjadilah peperangan di antara kota-kota tersebut dan yang kalah akan menjadi bawahan kota yang menang yang lama kelamaan memunculkan sistem pemerintahan kerajaan (http://serumpunpadi99.blogspot.com/2011/11/peradaban-emas-yang-hilang-sumeria.html, diunduh 17 Mei 2012)
Seperti yang diungkapkan Toynbee (2007) :
“Jatah surplus untuk minoritas merupakan basis ekonomi bagi pembagian kelas, tetapi walaupun ini menjadi syarat yang memungkinkan kelas penguasa menikmati keuntungannya, keuntungan penguasa ini dianggap sebagai imbalan dari pelayanan kepada masyarakat secara keseluruhan.namun pada kenyataannya imbalan itu dimanfaatkan oleh penguasa dengan menikmati kemewahan-kemewahan pribadi”

Orang Sumeria sebagian besar hidup sebagai petani, tetapi mereka tidak memiliki tanah sendiri. Mereka mengerjakan tanah milik para pendeta, bangsawan, dan raja. Ketiga kelompok tersebut merupakan tuan tanah. Hal ini mengakibatkan para petani menggantungkan hidupnya pada tuan-tuan tanah. Mereka juga telah mengenal irigasi yang teratur. Pemupukan juga dilakukan dengan baik, sehingga hasil pertaniannya baik. Hasil pertanian Sumeria adalah gandum dan sayur-sayuran. Perdagangan juga berjalan dengan baik. Semula dengan ksistem barter, kemudian berkembang menjadi sistem penggunaan uang sebagai alat tukar. Uang yang digunakan terbuat dari logam mulia. Hal ini menunjukkan kemakmuran bangsa Sumeria. Barang-barang yang diperdagangkan adalah wol, perak, sayur-sayuran, gandum, minyak, mutiara, dan domba (http://afghanaus.com/sejarah-bangsa-sumeria/, diunduh tanggal 17 Mei 2012).
Selain mengatur sistem irigasi pengolahan tanah subur itu, sarana public sangatlah penting, penguasa juga melayani komunitas sebagai mediator antara masyarakat dan dewa-dewa, dan kepercayaan bersama pada kearifan dewa-dewa adalah kekuatan spiritual yang menggerakan masyarakat di Negara Sumeria untuk berbuat kebaikan, selain jumlah dan pembagiannya menjadi kelas-kelas social yang berbeda.

Sistem masyarakat bangsa Sumeria di Mesopotamia
Bangsa Sumeria memiliki struktur masyarakat dan pemerintahan yang tertata, susunan masyarakat itu terdiri dari:
-          Raja dan keluarganya
-          Bangsawan dan pendeta
-          Saudagar dan pedagang
-          Petani
-          Para budak
Kekuasaan tertinggi dipegang oleh seorang pendeta raja yang disebut patesi. (http://tarampapam.blogspot.com/2011/03/peradaban-lembah-sungai-tigris-dan.html, diunduh tanggal 17 Mei 2012)
Perbedaan kelas yang menonjol akibat perbedaan kelas antar desa dan kota merupakan kejahatan sosial pertama yang ada di peradaban Sumeria. Kejahatan bawaan kedua adalah perang dan kondisi ekonomi yang menimbulkan dua kejahatan ini adalah kejahatan produksi (Toynbee, 2007). Inovasi fundamental yang diciptakan oleh orang Sumeria sebagai spesies masyarakat baru adalah kebihan produksi, perbedaan kelas, tulisan, arsitektur monumental, pemukiman urban dan perang, kesemuanya ini adalah ciri-ciri baru yang khas, tetapi perubahan yang krusial terjadi pada karakter dan fungsi dewa-dewa.
Bentuk bangsa Sumeria adalah “Negara Kota” yang masing-masing Negara kota dipimpin oleh seorang raja. Sebagaimana telah disinggung di muka, masing-masing raja memilki otoritas penuh baik sebagai pemimpin politik, supervisor irigasi maupun pemimpin keagamaan. Mungkin lebih tepat bangsa Sumeria menganut sistem pemerintahan dan bentuk negara “kondefenderasi terbuka”. Persantuan diperlukan hanya dalam bidang militer ketika mendapatkan serangan dari luar. Namun tidak jarang juga terjadi persaingan dan ingin saling menguasai di antara Negara-negara kota sendiri. Sebagai contoh ialah ketika Dungi berkuasa, bangsa Sumeria berada di bawah kekuasaan tunggalnaya. Sistem pemerintahan bersifat despotik. Sebagai besar penduduknya merupakan budak atau dianggap sebagai budak yang hidup dalam sebuah tirani yang secara terpaksa harus rela menerima setiap kehendak raja. Raja berkedudukan sebagai dewa yang memerintah manusia di bumi. Kebebasan intelektual hanya sedikit diberikan (http://el-fathne.blogspot.com/2010/05/peradaban-mesopotamia.html, di unduh tanggal 9 Mei 2012).

Kebudayaan Bangsa Sumeria di Mesopotamia

-          Bahasa
Bahasa Sumeria adalah bahasa yang digunakan di Mesopotamia selatan dari abad ke-4 SM. Bahasa ini kemudian digantikan oleh bahasa Akadia sebagai bahasa lisan pada awal abad ke-2 SM, namun tetap digunakan dalam upacara keagamaan, tulisan, dan ilmu pengetahuan sampai abad ke-1 SM. (http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Sumeria, di unduh tanggal 17 Mei 2012)
Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya, Sebagian dari pemukiman bangsa Sumeria yang paling awal adalah Ur, Uruk, dan Eridu yang semuanya berada di daerah wilayah ujung barat daya rawa besar yang bersebelahan dengan jazirah Arab. Walaupun daerah tersebut begitu berdekatan dengan wilayah jazirah Arab, bangsa Sumeria itu sendiri bukanlah bangsa yang berasal dari jazirah Arab, karena bahasa aktivitas sehari-hari dari bangsa Sumeria tidak memiliki aktivitas dengan menggunakan bahasa-bahasa keluarga Semitik. Bangsa Sumeria berbeda dengan para pendatang berurutan yang berasal dari Jazirah Arab ke daerah-daerah Asia dan Afrika yang semuanya berbahasa Semitik (Toybee, 2007).

-          Perkembangan kebudayaan di Bidang Kesenian
“Eksplorasi arkeologis modern telah menguak tahap-tahap perkembangan setidaknya dua ciri khas peradaban  Sumeria yaitu: tulisan dan arsitektur candinya”
 (Toynbee, 2007:71).
Peninggalan bangsa Sumeria yang antara lain berupa lukisan - lukisan para penguasa yang terlukis dalam peta, kuil-kuil maupun dalam gundukan-gundukan tanah yang tertutup oleh benda-benda yang tidak berharga. Dan mereka berhasil mengungkapkan karateristik kebudayaan bangsa Sumeria dalam bidang arsitektur Sumeria terletak pada tingkat kerumitannya yang khas. Sebagai contoh ialah istana para raja (3500 SM ) dibangun berdasarkan perencaan yang rumit. Bangunan terdiri dari tangga yang besar dan tembok-temboknya dihiasi dengan relief-relief dengan bentuk binatang dan manusia. Sebenarnya orang-orang Sumeria lebih familiar dengan bangunan-bangunan yang berbentuk kubah. Akan tetapi karna tidak adanya batu besar di Mesopotamia membuat bangunan-bangunan seperti itu kurang berkembang.
Seni pahat bangsa Sumeria terdiri dari relief-relief yang digunakan untuk dekorasi dan isinya berupa cerita-cerita yang berupa bentuk badan manusia ataupun binatang. Manusia yang kekar adalah bentuk khas seni pahat yang paling digemari oleh bangsa Sumeria.
Tradisi kesusasteraan Epik Gilgamesh, kisah Falsafah dan cara hidup masyarakat Mesopotamia. Tentang kepahlawanan Gilgamesh, ada sifat dua pertiga tuhan, satu pertiga manusia. Wajah tampan, ada kekuatan dan keberanian. Telah memerintah dan memberikan perlindungan kepada Kota Uruk. Ceritakan juga kehidupan yang kekal dan kesaktian. Bidang arsitektur, orang Sumeria membangun kotanya menurut tata aturan kota yang terencana. Bangunan umumnya terbuat dari batu bata dan tanah liat. Kemampuan mengolah logam, dari pengolahan logam dihasilkan cermin, tongkat-tongkat, kapak, dan perlengkapan senjata lainnya. Mereka juga pandai membuat pakaian lenan, perkakas dari tembikar dan tembaga, serta perhiasan dari emas, (http://historiaenjoy09.blogspot.com/2012/01/peradaban-mesopotamia.html diunduh tanggal 17 Mei 2012).

-          Tulisan sebagai upaya pemenuhan keseluruhan kebutuhan masyarakat Sumeria
Prestasi Sumeria yang bisa dikatakan utama adalah tulisan.  Penemuan tulisan sumeria adalah sebuah karya agung, walau memang sistem penulisannya yang bisa dikatakan rumit dan janggal. Maka dari itu tulisan ini hanya bisa dipahami oleh orang-orang tertentu saja. Tulisan ini memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat secara keseluruhan. Kita dapat menulusuri penciptaan tulisan yang dibuat dari piktograf-piktograf (yakni, gambar-gambar orang, benda, peristiwa dan tindakan). Langkah kreatifnya adalah penciptaan ideogram, lalu penciptaan fonem-fonem (yakni tanda-tanda konvensional yang mewakili bunyi-bunyi yang digunakan sebagai bahasa tutur). Tulisan mereka merupakan kombinasi ambigu dan arbirter antar fonem-fonem dan ideogram-ideogram. Kelemahan ideogram adalah jumlahnya yang sangat banyak, kelebihannya dibanding fonem adalah bahwa sebuah ide dan tanda dapat diasosiasikan secara permanen. Walau demikian, fonem-fonem memiliki kelebihan dibanding ideogram dalam hal jumlahnya yang terbatas.
            Tulisan bangsa Sumeria bentuknya menyerupai paku, sehingga disebut tulisan Paku. Tulisan Paku ini mirip dengan huruf Cina. Tulisan Paku bangsa Sumeria itu dipahat pada lempengan tanah liat yang dibakar atau dikeringkan. Hal-hal yang ditulis adalah adat istiadat, perjanjian dagang, dan catatan jual beli. Dalam perkembangannya, tulisan paku menjadi dasar tulisan Latin yang kita pergunakan sekarang ini. Dalam bidang ilmu pengetahuan, bangsa Sumeria memberikan sumbangan yang tidak kecil terhadap peradaban dunia, meskipun tidak sebesar bangsa mesir kuno. Beberapa sumbangan dalam bidang ilmu pengetahuan dapat diungkapkan di sini antara lain ialah “tulisan paku”. Tulisan paku ialah sebuah tulisan yang berbentuk baji (irisan) yang tertulis di atas lempengan-lempengan tanah kering dalam bentuk empat persegi. Pada awalnya tulisan ini menggunkan sistem pictografi. Secara berangsur-angsur sistem itu berubah menjadi lambang ujaran (phoenitik signa) hingga menjadi 150 lambang ujaran (huruf) (http://afghanaus.com/sejarah-bangsa-sumeria/) [diunduh tanggal 17 Mei 2012].
Dari catatan tertulis dan gambar inilah maka fase awal kehidupan peradaban Sumeria menunjukkan ciri-ciri yang sama dengan anggota-anggota lain dari kelompok masyarakat yang darinya lahir peradaban yang dikenal paling tua. Dengan mengolah lahan subur tersebut, orang-orang Sumeria menjadi masyarakat yang menghasilkan surplus. Surplus ini disediakan untuk minoritas istimewa yang memang dialah yang mengurusi prodeksi pangan yang masih menyita seluruh kehidupan mayoritas masyarakatnya.

Penutup
Bangsa Sumeria adalah bangsa yang pertama kali menduduki wilayah Mesopotamia ini, dan membentuk sebuah kebudayaan yang menjadi awal kebudayaan yang berkembang di daerah tersebut. Yang kemudian pada kelanjutannya kebudayaan tersebut diteruskan oleh bangsa-bangsa yang dapat menggantikan posisi Sumeria di Mesopotamia. Penempatan atau pengolahan lahan Eufrat dan Tigris dibuka secara bertahap, dan dalam jangka waktu yang panjang, mulailah digarap dan dibuatlah padang-padang rumput oleh orang Sumeria pendiri masing-masing kota. Penguasaan masing-masing lahan itu tidak menimbulkan persaingan antar penggarap lahan. Peradaban Mesopotamia menganut kepercayaan Polytheisme yang berasal dari bangsa Sumeria. Bangsa Sumeria menyembah Dewa-Dewi yang menguasai suatu Elemen dari alam. Orang Sumeria sebagian besar hidup sebagai petani, tetapi mereka tidak memiliki tanah sendiri. Mereka mengerjakan tanah milik para pendeta, bangsawan, dan raja. Ketiga kelompok tersebut merupakan tuan tanah. Hal ini mengakibatkan para petani menggantungkan hidupnya pada tuan-tuan tanah. Mereka juga telah mengenal irigasi yang teratur. Pemupukan juga dilakukan dengan baik, sehingga hasil pertaniannya baik.

Daftar Pustaka
Toynbee, Arnold, 2004. “Sejarah Umat Manusia; Uraian Analitis, Kronologis, Naratif, dan Komparatif”. terj. Agung Prihantoro dkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sjamsuddin, Helius. 2007. “Metodologi Sejarah”. Yogyakarta: Ombak
[diunduh tanggal 17 Mei 2012]
http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Sumeria [di unduh tanggal 17 Mei 2012]
[diunduh tanggal 17 Mei 2012]

1 komentar: