Kamis, 24 Mei 2012

Taiko : Kebijakan politik dan Pengaruhnya terhadap Jepang selama era Kinse


TAIKO :
KEBIJAKAN POLITIK DAN PENGARUHNYA TERHADAP JEPANG SELAMA ERA KINSE (1582-1598)

 
ABSTRACT

            There were so many stories about Japan. Especially that talked about loyalty, samurai, and emperor. The era of Japan was take a long time, but the gold era in traditional is era of Kinse, the era when Toyotomi Hideyoshi born and live as the greatest warrior and succeed man who united Japan as one. He called as Taiko.
            Taiko is a reward from Japanese which given to someone who can united Japan as one in era of Kinse. In the way of his politics, in a half ways, Taiko keep continuing the politics of Oda Nobunaga, Taiko’s master before he died. It makes sense that Taiko is a open mind man and famous as the low profile for his people.

Key Words:  History of Japan, era of Kinse, and Toyotomi Hideyoshi as Taiko


Pendahuluan

Negeri Matahari Terbit adalah nama julukan untuk Kepulauan Jepang. Bangsa Jepang sendirilah yang memberi julukan yang demikian karena rasa bangga mereka terhadap keindahan Jepang yang tidak pernah kehilangan sinar matahari sepanjang tahun (Mangandaralam, 1987: 5). Walaupun Jepang secara geografis adalah negara yang sangat minim sumber daya, namun negeri ini mempunyai banyak keunggulan, budaya dan nilai tradisi yang sangat mempesona. Salah satunya bila kita menyimak kekayaan sejarah Jepang yang muncul sejak penyatuan “Uji” dan pembentukan “Amenoshita-Shiroshimesu-Sumeramikoto” hingga Jepang modern saat ini. Terdapat banyak sekali babak sejarah yang memuat kisah-kisah kemajuan yang menginspirasi, salah satunya sejarah Taiko yang terjadi selama era Kinse, atau awal masa Modern (1467-1858). Era Kinse ini terbagi dalam tiga tahap perkembangan lagi yang salah satu perkembangannya disebut era Sengoku (Ishii, 1989: 67).
Bagi Mattulada (1979: 99) penyebutan era Azuchi Momoyama (1573-1603) dan Edo (1603-1867) di masa masyarakat Feodal II sama artinya dengan penyebutan era Sengoku dan Edo yang ada dalam istilah kesenian Jepang untuk menyebut era yang ada di abad pra-modern, yang mana hal ini jugalah yang digunakan oleh Ryōsuke Ishii di dalam bukunya. Hal ini juga disepakati oleh Susilo (2009: 37) di dalam bukunya Spirit Jepang. Hal ini menunjukan bahwa di dalam pembabakan sejarahnya sendiri, setiap penulis memiliki sudut interpretasinya masing-masing.
Menurut Kartodirdjo (Supardan, 2009: 331) politik adalah sejarah masa kini, dan sejarah adalah politik masa lampau. Dalam hal ini, menunjukan bahwa sejarah sering diidentikkan dengan politik, sejauh keduanya menunjukkan proses yang mencakup keterlibatan para aktor dalam interaksinya serta peranannya dalam usaha memperoleh “apa”, ”kapan”, dan ”bagaimana”. Menurut O’Leary (Supardan, 2009: 497) secara garis besar politik cenderung terbagi ke dalam dua kubu, pertama high politics (politik tinggi), yaitu yang mempelajari perilaku politik para pembuat keputusan elite, mereka percaya bahwa kepribadian dan mekanisme para elite politik adalah kunci pembuat sejarah. Kedua, adalah low politics (politik bawah), atau politik dari bawah. Mereka percaya bahwa perilaku politik massa memberikan kunci untuk menjelaskan episode-episode politik utama, seperti halnya beberapa revolusi yang terjadi. Melihat  penjelasan O’Leary di dalam pembagian politik ini, sejarah politik Taiko yang dilakukan selama era Kinse cenderung lebih menitikberatkan pada bagian pertama yaitu high politics, karena sang Taiko adalah orang penting di Jepang, walaupun pada awalnya dia hanyalah keturunan kaum petani. Toyotomi Hideyoshi yang sanggup menata ulang penduduk Jepang berikut hukum pemerintahannya adalah satu-satunya orang Jepang menyandang sebutan Taiko karena berhasil menyatukan Jepang, setelah sekian lama Jepang terpecah belah.

A.      Selayang Pandang Tentang Sang Taiko: Toyotomi Hideyoshi
Kisah Toyotomi Hideyoshi memiliki awal yang sederhana. Ia lahir pada tanggal 2 Februari 1536 dan meninggal pada tanggal 18 september 1598. Dia adalah seorang daimyo Jepang yang hidup dari zaman Sengoku hingga zaman Azuchimomoyama. Pada tahun 1554 Toyotomi Hideyoshi mulai bekerja pada Oda Nobunaga. Tugas Toyotomi Hideyoshi cukup berat, dimulai dari pelayan penata sepatu, pelayan kandang, anggota pasukan militer, hingga bisa menjadi Jenderal Samurai. Namun hal yang terpenting dari kisah hidup Hideyoshi adalah bahwa melalui kerja keraslah Toyotomi Hideyoshi mampu tetap berjuang dan membuktikan bahwa di adalah orang yang layak mendapatkan kepercayaan dari Oda Nobunaga. Pada tahun 1574, Toyotomi Hideyoshi mencapai tonggak kepemimpinannya, yaitu ketika Oda Nobunaga memberinya hadiah tanah hingga menjadikan Hideyoshi sebagai daimyo yang kemudian nantinya akan menjadi tempat berdirinya benteng Nagahama. Toyotomi Hideyoshi adalah penguasa daerahnya sendiri. Dengan diangkatnya Toyotomi Hideyoshi menjadi tuan tanah, maka sudah jelaslah dikatakan Toyotomi Hideyoshi berhasil. Hadiah yang diberikan Oda Nobunaga tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh Toyotomi Hideyoshi.

B.       Politik Sang Taiko
1.             Sebelum Taiko Muncul (Pemerintahan Oda Nobunaga)
Sebagaimana disebutkan bahwa pada tahun 1554 Toyotomi Hideyoshi mulai bekerja pada Oda Nobunaga. Berbagai tugas dan profesi telah banyak dijalani, dari hanya sekedar tempat menjaga kandang kuda hingga akhirnya diangkat sebagai panglima perang Nobunaga dan menjadi orang kepercayaannya. Tahun 1582, Hideyoshi diperintahkan oleh Nobunaga untuk bertempur merebut Istana Takamatsu di Bitchū. Tidak berapa lama setelah Hideyoshi melapor bahwa dia telah mulai melaksanakan penyerangan, Nobunaga menerima utusan bernama Hashiba yang dikirim Hideyoshi untuk meminta tambahan pasukan dari Nobunaga. Posisi Hideyoshi yang sedang dalam keadaan sulit karena jumlah pasukan Mōri berada di atas jumlah pasukan Hideyoshi. Nobunaga menanggapi permintaan bantuan Hideyoshi dengan mengirim Mitsuhide, salah seorang bawahannya yang kemudian diperintahkan memimpin pasukan bantuan untuk Hideyoshi.
Nobunaga sendiri berangkat ke Kyoto pada tanggal 29 Mei 1582 dengan tujuan mempersiapkan pasukan yang dikirim untuk menyerang pasukan Mōri melalui jalur lain. Nobunaga menginap di kuil Honnōji, Kyoto. Tidak disangka, Akechi Mitsuhide yang sedang dalam perjalanan memimpin pasukan bala bantuan untuk Hideyoshi malah berbalik arah dan secara tiba-tiba muncul di Kyoto untuk melakukan serangan mendadak terhadap kuil Honnoji dan melakukan pemberontakan kepada Nobunaga hingga banyak pernyataan bahwa Nobunaga terpaksa melakukan bunuh diri. Alasan Mitsuhide sendiri untuk membunuh Oda Nobunaga adalah karena Akechi Mitshuhide ingin merebut kekuasaan Oda Nobunaga. Peristiwa ini kemudian dikenal sebagai Insiden Honnōji. Hideyoshi sendiri ketika mendengar berita kematian Nobunaga, Hideyoshi langsung mendatan Mitsuhide untuk menuntut balas kematian tuannya, dan akhirnya dalam peperangan Yamazaki ia berhasil mengalahkan Akechi Mitsuhide dan dengan demikian ia membalas dendam terhadap pengkhianat tuannya.
Setelah Nobunaga meninggal, Hideyoshilah lantas diangkat sebagai penerus pemerintahan Oda Nobunaga, alasannya karena prestasi Hideyoshi di bidang politik dan militer ketika zaman Oda Nobunaga dianggap sangat luar biasa dan tanpa tanding, mulai dari Insiden Honnoji, Penarikan Pasukan dari Chugoku, Pertempuran Yamazaki, berkesempatan menghadiri Pertemuan Kiyosu, dan bertempur gagah berani dalam Pertempuran Shizugatake. Sebagai Panglima Tentara dan Peperangan dan penerus dari kepemimpinan Oda Nobunaga sendiri, Hideyoshi dalam tempo delapan tahun telah berhasil menguasai seluruh Jepang. Jika melihat dari prestasinya selama dia memerintah, sudah dipastikan Panglima Hideyoshi adalah seorang Komandan Tentara terbesar dalam sejarah Jepang (Mattulada, 1979: 101).

2.             Politik Jepang Pada Masa Taiko (1582-1598)
Meskipun Nobunaga maupun Hideyoshi merupakan jenderal samurai, mereka tidak mendirikan bakufu. Sebagai gantinya mereka memangku kedudukan resmi di istana dan memerintah negara atas nama wewenang tradisional yang dimiliki Kaisar. Hideyoshi memangku jabatan sebagai kampaku yang dahulu menjadi monopoli keluarga Fujiwara. Sebagai kampaku ia sangat menghormati keluarga kaisar. Banyak kebijakan politik yang diakukan oleh Hideyoshi, di bidang pemerintahan sipil, ia mengadakan survey atas tanah yang mencakup wilayah yang luas dan mendirikan basis bagi sistem pemilikan tanah feodal. Mattulada (1979: 102) juga berpendapat dalam bukunya bahwa walaupun Panglima Nobunaga teramat sibuk dalam hidupnya untuk menghadapi dan menumpas kekacauan, namun dia berhasil juga membangun sebuah puri (kastil) besar di Azuchi pada tahun 1576. Panglima Toyotomi Hideyoshi pun berhasil membangun sebuah puri besar di Osaka pada tahun 1583, dan meletakan dasar-dasar perkembangan kota Osaka menjadi kota metropolitan. Kebijakan lainnya yaitu Hideyoshi memerintahkan mencetak mata uang Jepang untuk pertama kalinya.
Sedangkan kebijakannya di dalam situasi sosial yang menghadirkan banyak orang-orang Kristen di Jepang, Hideyoshi sudah sejak awal menyadari bahaya Kirishitan (sebutan pada zaman itu untuk agama  Kristen) dan mengetahui rencana terselubung para misionaris yang membantu politik kolonialisme negara-negara Eropa di zaman penjelajahan, termasuk di antaranya perdagangan orang Jepang sebagai Budak. Hideyoshi mendapat informasi tentang peran misionaris membantu Kerajaan Spanyol memperluas wilayah koloni dari seorang misionaris penumpang kapal San Felipe yang mengalami kecelakaan dan hanyut ke provinsi Tosa (Shikoku). Pada tahun 1587, Hideyoshi mengeluarkan perintah Bateren Tsuhorei atau pengusiran misionaris Kristen, yang antara lain isinya adalah melarang agama Kristen dan melarang daimyo mengkristenkan pengikutnya.
Menurut Ishii (1988: 75-102) kebijakan politik Hideyoshi selama menjadi penguasa Jepang dapat dikategorikan sebagai berikut:
a.        Status Kepala Rumah-Rumah Golongan Militer. Setelah perang Onin pecah dalam tahun 1467, kebanyakan wilayah kekuasaan honjo dan kuge diambil alih oleh golongan militer, dan di bawah pimpinan Hideyoshi, semua tanah milik candi dan tempat-tempat suci, begitu pula yang menjadi milik daimyo, dibagi-bagikan kembali sebagai fief setelah diteliti dan dikenakan pajak (penetapan pajaknya dinyatakan atas dasar jumlah produksi beras tahunan). Sebagai akibatnya menjelang awal era Edo, semua tanah di dalam negeri telah menjadi wilayah kekuasaan kaum militer.
b.        Penelitian Kadaster (Taiko Kenchi) Masa Hideyoshi. Yaitu sebuah sistem perpajakan atas tanah yang dilakukan melalui penelitian kadaster. Sebelum Hideyoshi naik tahta, penelitian tanah sudah dijalankan, tetapi belum merupakan penelitian di lapangan yang sesungguhnya. Misalkan penelitian Oda Nobunaga, hanya mengharuskan para pemilik tanah untuk menyerahkan buku bukti milik (sashidashi) mereka kepada para pejabat yang memeriksa. Tetapi untuk menyusun taiko kenchi, Hideyoshi mengirimkan para pejabat-pejabatnya ke seluruh pelosok Jepang, dan menyuruh mereka membuat sertifikat tanah berdasarkan pengukuran tanah yang nyata.
c.         Feodalisme “Han” dan Desa. Salah satu tindakan Hideyoshi yang paling penting dalam hal ini ialah kebijaksanaannya yang membeda-bedakan antara kaum militer dengan penggarap tanah. Sebelum itu kaum militer tetap tinggal di desa-desa, mereka dikerahkan untuk bertempur, selama era Sengoku mereka semakin terbiasa untuk tetap berada di kota-benteng (jokamachi) secara tetap untuk menjaga kastil tuan mereka. Kecenderungan ini menegaskan suatu pembedaan yang makin nyata antara para petani dan kaum militer yang dilembagakan oleh Hideyoshi pada tahun 1588 dengan mencanangkan “perburuan pedang” (katanagari) untuk melucuti senjata para petani di seluruh negeri.
d.        Struktur Pengawasan. Hideyoshi membagikan tanggung jawab politik di antara  kelima pembantu utamanya dan mengangkat lima orang sesepuh (toshiyori), termasuk Tokugawa Ieyasu, untuk bertugas sebagai Dewan Pertimbangan Agung. Ia menempatkan wakil-wakilnya (daikan) di daerah-daerah yang langsung berada di bawah pengawasannya (kurairi) dan wakil-wakil istimewa untuk melayaninya sebagai komisaris (bugyo) di Osaka dan Sakai.
e.         Desa dan Kota, Di bawah pemerintahan Hideyoshi, satuan-satuan yang dinamakan sho, go, ho, dan ri dilebur menjadi mura atau desa. Penduduk desa agraria terdiri dari petani-petani pemilik tanah (hon-byakusho) dan petani-petani yang tidak bertanah atau “petani peminum air” (mizunomi-byakusho). Terdapat kewajiban untuk menggabungkan diri ke dalam kelompok-kelompok tetangga yang masing-masing terdiri dari lima keluarga (gonin-gumi). Kota Osaka menjadi pangkalan utama bagi Hideyoshi, tetapi ia juga menempatkan kota pelabuhan Sakai langsung di bawah pengawasannya dengan tujuan memperoleh keuntungan dari perdagangan luar negeri kota itu. Banyak kota yang berkembang yang berada di bawah perlindungan para pemimpin politik dan kota-kota itu kemudian memperoleh otonomi dalam mengurus masalah-masalah sendiri sampai batas tertentu.

C.      Dampak Kebijakan Politik Taiko Selama era Kinse (1582-1598)
Dilangsir dalam bukunya, Mattulada (1979: 103-106) menyebutkan bahwa selama permulaan zaman peralihan, dengan berakhirnya perang Onin, yang disusul oleh perang sipil yang berkepanjangan dan yang memunculkan panglima-panglima perang yang tangguh, mulai dari Panglima Nobunaga, yang kemudian digantikan oleh Hideyoshi, secara kultural telah terjadi perubahan-perubahan dalam pandangan kehidupan masyarakat luas Jepang. selama kurang lebih 15 tahun  Hideyoshi memimpin usaha pemulihan, ia berhasil mengembalikan ketertiban dan stabilitas politik, sebagai dasar untuk pertumbuhan yang lebih mantap. Cara berpikir yang mulai terbuka dari kelas penguasa, memberi pengaruh yang luas pula kepada pertumbuhan-pertumbuhan anasir kebudayaan yang cemerlang yang dapat dicapai pada zaman yang masih baru dalam peralihan ke arah yang lebih mapan.
Kreativitas mulai nampak dan dikembangkan dalam kehidupan masyarakat yang menghayati tuntutan kehidupan era baru itu. Hubungan dengan dunia luar, baik dunia Timur lainnya maupun dunia Barat khususnya, perlahan-lahan terbuka. Hal inipun membawa pengaruh yang kuat dalam perubahan-perubahan pandangan kemasyarakatan orang Jepang. Untuk pertama kalinya orang Jepang menyadari tempat kedudukan negeri mereka dalam hubungan dengan negeri-negeri dunia, yang tertera di atas peta bumi.

D.      Akhir Hidup Hideyoshi : Runtuhnya Klan Toyotomi
Kegagalan invasi Joseon yang merupakan ambisi masa tua Hideyoshi untuk memperluas wilayah kekuasaan berakibat pada banyaknya pengikut klan Hideyoshi yang membelot ke kubu klan Tokugawa. Pembelotan besar-besaran pengikut setia Hideyoshi mengakibatkan basis kekuasaan klan Hideyoshi menjadi lemah, yang nantinya menjadi sebab berakhirnya pemerintahan Hideyoshi. Menurut Toynbee (2007: 271) Hideyoshi menyerbu Korea, tetapi perlawanan orang-orang Korea sangat gigih dan kuat. Ekspedisi-ekspedisi ke Korea oleh Hideyoshi itu dimaksudkan untuk langkah awal menuju serbuan ke Cina.  Namun, kematian Hideyoshi dalam ekspedisi ini pada tahun 1598, seperti kematian Timur Lenk pada tahun 1405, menyelamatkan Cina Ming dari bahaya serius yang akan datang.

Penutup
      Toyotomi Hideyoshi adalah salah satu tokoh sejarah yang paling terkemuka di Jepang. Dalam waktu satu tahun setelah Nobunaga tutup usia, Hideyoshi berhasil menjadi pewaris kekuasaan Nobunaga. Hideyoshi berhak menjadi pengganti Nobunaga walaupun pangkatnya pada waktu itu masih 3 sampai 4 tingkat di bawah. Alasannya, prestasi Hideyoshi di bidang politik dan militer dianggap sangat luar biasa dan tanpa tanding, mulai dari Insiden Honnoji, Penarikan Pasukan dari Chugoku, Pertempuran Yamazaki, berkesempatan menghadiri Pertemuan Kiyosu, dan bertempur gagah berani dalam Pertempuran Shizugatake.
Di akhir hayatnya, Hideyoshi menjadi diktator bertangan besi dan tidak secemerlang Hideyoshi di zaman Oda Nobunaga. Ada banyak pendapat yang mengatakan, walaupun pada akhirnya klan Hideyoshi dihancurkan oleh Ieyasu, Hideyoshi sebenarnya juga bertanggung jawab atas kehancuran klannya. Kalangan sejarawan berpendapat eksekusi Hidetsugu dan seluruh anggota keluarga serta invasi ke Joseon merupakan keputusan paling bodoh yang pernah dilakukan Hideyoshi.
Pada zaman Meiji hingga zaman Showa sebelum Perang Dunia II, Jepang melancarkan propaganda "memakmurkan negara dan memperkuat militer". Pemerintah Jepang antara lain mencoba menjadikan perjalanan hidup Toyotomi Hideyoshi dari kalangan bawah menjadi pejabat tinggi Kampaku Dajo Daijin sebagai panutan orang banyak. Kisah perjalanan hidup Hideyoshi kemudian ternyata banyak disukai orang. Konon ada dokumen zaman itu yang mengganti istilah Perang tahun Bunroku dan tahun Keichō menjadi Penaklukan Joseon  dengan tujuan menakuti-nakuti musuh (pemimpin militer Joseon) dan menunjukkan kepada dunia bahwa Jepang adalah negara yang kuat.


DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
Supardan, Dadang. (2009). Pengantar Ilmu Sosial (Sebuah Kajian Pendekatan Struktural). Jakarta: PT. Bumi Aksara
Ishii, Ryōsuke. (1988). Sejarah Institusi Politik Jepang. Jakarta: Kerjasama Yayasan Karti Sarana dengan PT. Gramedia
Mangandaralam, Syahbuddin. (1987). Mengenal Dari Dekat Jepang Negara Matahari Terbit. Bandung: Remaja Karya CV
Mattulada. (1979). Pedang Dan Sempoa (Suatu Analisa Kultural Perasaan Kepribadian Orang Jepang). Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Susilo, Taufik Adi. (2009). Spirit Jepang. Yogyakarta: Garasi.
Toynbee, Arnold. (2007). Sejah Umat Manusia. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Oleh :
0906458          Heryati Puspitasariningsih
0906595          Setia Rohmah Hanifah
0909160          Roy Martin Komune


Tidak ada komentar:

Posting Komentar