TAIKO :
KEBIJAKAN
POLITIK DAN PENGARUHNYA TERHADAP JEPANG SELAMA ERA KINSE (1582-1598)
ABSTRACT
There were so many stories
about Japan. Especially that talked about loyalty, samurai, and emperor. The
era of Japan was take a long time, but the gold era in traditional is era of Kinse,
the era when Toyotomi Hideyoshi born and live as the greatest warrior and
succeed man who united Japan as one. He called as Taiko.
Taiko
is a reward from Japanese which given to someone who can united Japan as one in
era of Kinse. In the way of his politics, in a half ways, Taiko keep continuing
the politics of Oda Nobunaga, Taiko’s master before he died. It makes sense
that Taiko is a open mind man and famous as the low profile for his people.
Key Words: History of Japan, era of Kinse, and Toyotomi Hideyoshi as Taiko
Pendahuluan
Negeri Matahari Terbit adalah nama julukan untuk Kepulauan Jepang.
Bangsa Jepang sendirilah yang memberi julukan yang demikian karena rasa bangga
mereka terhadap keindahan Jepang yang tidak pernah kehilangan sinar matahari
sepanjang tahun (Mangandaralam, 1987: 5). Walaupun Jepang secara geografis adalah negara
yang sangat minim sumber daya, namun negeri ini mempunyai banyak keunggulan,
budaya dan nilai tradisi yang sangat mempesona.
Salah satunya bila kita menyimak kekayaan sejarah Jepang yang muncul
sejak penyatuan “Uji” dan pembentukan “Amenoshita-Shiroshimesu-Sumeramikoto”
hingga Jepang modern saat ini. Terdapat banyak sekali babak sejarah yang memuat
kisah-kisah kemajuan yang menginspirasi, salah satunya sejarah Taiko yang
terjadi selama era Kinse, atau awal masa Modern (1467-1858). Era Kinse
ini terbagi dalam tiga tahap perkembangan lagi yang salah satu perkembangannya
disebut era Sengoku (Ishii, 1989: 67).
Bagi Mattulada (1979: 99) penyebutan era Azuchi
Momoyama (1573-1603) dan Edo (1603-1867) di masa masyarakat Feodal II sama
artinya dengan penyebutan era Sengoku dan Edo yang ada dalam
istilah kesenian Jepang untuk menyebut era yang ada di abad pra-modern, yang
mana hal ini jugalah yang digunakan oleh Ryōsuke Ishii di dalam bukunya. Hal
ini juga disepakati oleh Susilo (2009: 37) di dalam bukunya Spirit Jepang. Hal
ini menunjukan bahwa di dalam pembabakan sejarahnya sendiri, setiap penulis
memiliki sudut interpretasinya masing-masing.
Menurut Kartodirdjo (Supardan, 2009: 331) politik adalah sejarah masa
kini, dan sejarah adalah politik masa lampau. Dalam hal ini, menunjukan bahwa
sejarah sering diidentikkan dengan politik, sejauh keduanya menunjukkan proses
yang mencakup keterlibatan para aktor dalam interaksinya serta peranannya dalam
usaha memperoleh “apa”, ”kapan”, dan ”bagaimana”. Menurut O’Leary (Supardan,
2009: 497) secara garis besar politik cenderung terbagi ke dalam dua kubu,
pertama high politics (politik tinggi), yaitu yang mempelajari perilaku
politik para pembuat keputusan elite, mereka percaya bahwa kepribadian dan
mekanisme para elite politik adalah kunci pembuat sejarah. Kedua, adalah low
politics (politik bawah), atau politik dari bawah. Mereka percaya bahwa
perilaku politik massa memberikan kunci untuk menjelaskan episode-episode
politik utama, seperti halnya beberapa revolusi yang terjadi. Melihat penjelasan O’Leary di dalam pembagian politik
ini, sejarah politik Taiko yang dilakukan selama era Kinse cenderung
lebih menitikberatkan pada bagian pertama yaitu high politics, karena
sang Taiko adalah orang penting di Jepang, walaupun pada awalnya dia hanyalah
keturunan kaum petani. Toyotomi Hideyoshi yang
sanggup menata ulang penduduk Jepang berikut hukum pemerintahannya adalah
satu-satunya orang Jepang menyandang sebutan Taiko karena berhasil menyatukan
Jepang, setelah sekian lama Jepang terpecah belah.
A.
Selayang Pandang Tentang Sang Taiko: Toyotomi
Hideyoshi
Kisah Toyotomi Hideyoshi memiliki awal yang sederhana. Ia lahir pada tanggal 2
Februari 1536 dan meninggal pada tanggal 18 september 1598. Dia adalah seorang
daimyo Jepang yang hidup dari zaman Sengoku hingga zaman Azuchimomoyama. Pada
tahun 1554 Toyotomi Hideyoshi mulai bekerja pada Oda Nobunaga. Tugas Toyotomi
Hideyoshi cukup berat, dimulai dari pelayan penata sepatu, pelayan kandang, anggota
pasukan militer, hingga bisa menjadi Jenderal
Samurai. Namun hal yang terpenting dari kisah
hidup Hideyoshi adalah bahwa melalui kerja keraslah Toyotomi Hideyoshi mampu
tetap berjuang dan membuktikan bahwa di adalah orang yang layak mendapatkan
kepercayaan dari Oda Nobunaga. Pada tahun 1574, Toyotomi Hideyoshi mencapai tonggak
kepemimpinannya, yaitu ketika Oda Nobunaga memberinya hadiah tanah hingga
menjadikan Hideyoshi sebagai daimyo yang kemudian nantinya akan menjadi tempat
berdirinya benteng Nagahama. Toyotomi Hideyoshi adalah penguasa daerahnya sendiri.
Dengan diangkatnya Toyotomi Hideyoshi menjadi tuan tanah, maka sudah jelaslah
dikatakan Toyotomi Hideyoshi berhasil. Hadiah yang diberikan Oda Nobunaga
tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh Toyotomi Hideyoshi.
B.
Politik Sang Taiko
1.
Sebelum Taiko Muncul (Pemerintahan Oda
Nobunaga)
Sebagaimana disebutkan bahwa pada
tahun 1554 Toyotomi Hideyoshi mulai bekerja pada Oda Nobunaga. Berbagai tugas dan profesi telah banyak dijalani, dari hanya sekedar
tempat menjaga kandang kuda hingga akhirnya diangkat sebagai panglima perang
Nobunaga dan menjadi orang kepercayaannya. Tahun 1582, Hideyoshi diperintahkan oleh Nobunaga untuk bertempur merebut Istana Takamatsu
di Bitchū. Tidak berapa lama setelah Hideyoshi
melapor bahwa dia telah mulai melaksanakan penyerangan, Nobunaga menerima
utusan
bernama Hashiba yang dikirim Hideyoshi untuk meminta tambahan pasukan dari
Nobunaga. Posisi Hideyoshi yang sedang dalam
keadaan sulit karena jumlah
pasukan Mōri berada di atas jumlah pasukan Hideyoshi. Nobunaga menanggapi
permintaan bantuan Hideyoshi dengan mengirim Mitsuhide, salah seorang bawahannya yang kemudian diperintahkan memimpin pasukan
bantuan untuk Hideyoshi.
Nobunaga sendiri
berangkat ke Kyoto pada tanggal 29 Mei 1582 dengan tujuan mempersiapkan pasukan
yang dikirim untuk menyerang pasukan Mōri melalui jalur lain. Nobunaga menginap
di kuil Honnōji, Kyoto. Tidak disangka, Akechi Mitsuhide yang sedang dalam
perjalanan memimpin pasukan bala bantuan untuk Hideyoshi malah berbalik arah
dan secara tiba-tiba muncul di Kyoto untuk melakukan serangan mendadak terhadap
kuil Honnoji dan melakukan pemberontakan kepada Nobunaga hingga banyak
pernyataan bahwa Nobunaga terpaksa melakukan bunuh diri. Alasan Mitsuhide sendiri untuk membunuh Oda Nobunaga adalah karena Akechi Mitshuhide ingin merebut
kekuasaan Oda Nobunaga. Peristiwa ini kemudian dikenal sebagai Insiden
Honnōji. Hideyoshi sendiri ketika mendengar berita kematian Nobunaga, Hideyoshi langsung mendatan Mitsuhide untuk
menuntut balas kematian tuannya, dan akhirnya dalam peperangan Yamazaki ia
berhasil mengalahkan Akechi Mitsuhide dan dengan demikian ia membalas dendam
terhadap pengkhianat tuannya.
Setelah Nobunaga
meninggal,
Hideyoshilah lantas
diangkat sebagai penerus pemerintahan Oda Nobunaga, alasannya karena prestasi Hideyoshi di bidang politik dan militer ketika zaman Oda
Nobunaga dianggap
sangat luar biasa dan tanpa tanding, mulai dari Insiden Honnoji, Penarikan Pasukan dari Chugoku, Pertempuran Yamazaki,
berkesempatan menghadiri Pertemuan Kiyosu, dan bertempur gagah berani dalam Pertempuran Shizugatake. Sebagai Panglima Tentara
dan Peperangan dan
penerus dari kepemimpinan Oda Nobunaga sendiri, Hideyoshi dalam tempo delapan tahun telah berhasil menguasai seluruh Jepang. Jika melihat dari prestasinya selama
dia memerintah, sudah dipastikan Panglima Hideyoshi adalah seorang Komandan Tentara
terbesar dalam sejarah Jepang (Mattulada, 1979: 101).
2.
Politik Jepang Pada Masa Taiko (1582-1598)
Meskipun Nobunaga maupun
Hideyoshi merupakan jenderal samurai, mereka tidak mendirikan bakufu. Sebagai
gantinya mereka memangku kedudukan resmi di istana dan memerintah negara atas
nama wewenang tradisional yang dimiliki Kaisar. Hideyoshi memangku jabatan sebagai
kampaku yang dahulu menjadi monopoli keluarga Fujiwara. Sebagai kampaku ia sangat
menghormati keluarga kaisar. Banyak kebijakan politik yang diakukan oleh Hideyoshi, di bidang
pemerintahan sipil, ia mengadakan survey atas tanah yang mencakup wilayah yang
luas dan mendirikan basis bagi sistem pemilikan tanah feodal. Mattulada (1979: 102) juga berpendapat dalam
bukunya bahwa walaupun Panglima Nobunaga teramat sibuk dalam hidupnya untuk
menghadapi dan menumpas kekacauan, namun dia berhasil juga membangun sebuah
puri (kastil) besar di Azuchi pada tahun 1576. Panglima Toyotomi Hideyoshi pun
berhasil membangun sebuah puri besar di Osaka pada tahun 1583, dan meletakan
dasar-dasar perkembangan kota Osaka menjadi kota metropolitan. Kebijakan
lainnya yaitu Hideyoshi memerintahkan mencetak mata uang Jepang untuk pertama kalinya.
Sedangkan kebijakannya
di dalam situasi sosial yang menghadirkan banyak orang-orang Kristen di Jepang,
Hideyoshi sudah sejak awal menyadari bahaya Kirishitan (sebutan pada zaman itu
untuk agama Kristen) dan mengetahui rencana terselubung para
misionaris yang membantu politik kolonialisme negara-negara Eropa di zaman
penjelajahan, termasuk di antaranya perdagangan orang Jepang sebagai Budak. Hideyoshi mendapat informasi
tentang peran misionaris membantu Kerajaan Spanyol memperluas wilayah koloni dari seorang
misionaris penumpang kapal San Felipe yang mengalami kecelakaan dan hanyut ke
provinsi Tosa (Shikoku). Pada tahun 1587, Hideyoshi mengeluarkan perintah Bateren Tsuhorei atau pengusiran
misionaris Kristen, yang antara lain isinya adalah melarang agama Kristen dan melarang
daimyo mengkristenkan pengikutnya.
Menurut Ishii (1988: 75-102) kebijakan
politik Hideyoshi selama menjadi penguasa Jepang dapat dikategorikan sebagai
berikut:
a.
Status Kepala Rumah-Rumah
Golongan Militer. Setelah perang Onin pecah dalam
tahun 1467, kebanyakan wilayah kekuasaan honjo
dan kuge diambil alih oleh golongan
militer, dan di bawah pimpinan Hideyoshi, semua tanah milik candi dan
tempat-tempat suci, begitu pula yang menjadi milik daimyo, dibagi-bagikan kembali sebagai fief setelah diteliti dan dikenakan pajak (penetapan pajaknya
dinyatakan atas dasar jumlah produksi beras tahunan). Sebagai akibatnya
menjelang awal era Edo, semua tanah di dalam negeri telah menjadi wilayah
kekuasaan kaum militer.
b.
Penelitian Kadaster (Taiko Kenchi) Masa Hideyoshi. Yaitu sebuah sistem
perpajakan atas tanah yang dilakukan melalui penelitian kadaster. Sebelum Hideyoshi naik
tahta, penelitian tanah sudah dijalankan, tetapi belum merupakan penelitian di
lapangan yang sesungguhnya. Misalkan penelitian Oda Nobunaga, hanya
mengharuskan para pemilik tanah untuk menyerahkan buku bukti milik (sashidashi) mereka kepada para pejabat
yang memeriksa. Tetapi untuk menyusun taiko
kenchi, Hideyoshi mengirimkan para pejabat-pejabatnya ke seluruh pelosok
Jepang, dan menyuruh mereka membuat sertifikat tanah berdasarkan pengukuran
tanah yang nyata.
c.
Feodalisme “Han” dan Desa. Salah satu tindakan
Hideyoshi yang paling penting dalam hal ini ialah kebijaksanaannya yang
membeda-bedakan antara kaum militer dengan penggarap tanah. Sebelum itu kaum
militer tetap tinggal di desa-desa, mereka dikerahkan untuk bertempur, selama
era Sengoku mereka semakin terbiasa untuk tetap berada di kota-benteng (jokamachi) secara tetap untuk menjaga
kastil tuan mereka. Kecenderungan ini menegaskan suatu pembedaan yang makin
nyata antara para petani dan kaum militer yang dilembagakan oleh Hideyoshi pada
tahun 1588 dengan mencanangkan “perburuan pedang” (katanagari) untuk melucuti senjata para petani di seluruh negeri.
d.
Struktur Pengawasan. Hideyoshi membagikan
tanggung jawab politik di antara kelima
pembantu utamanya dan mengangkat lima orang sesepuh (toshiyori), termasuk Tokugawa Ieyasu, untuk bertugas sebagai Dewan
Pertimbangan Agung. Ia menempatkan wakil-wakilnya (daikan) di daerah-daerah yang langsung berada di bawah
pengawasannya (kurairi) dan
wakil-wakil istimewa untuk melayaninya sebagai komisaris (bugyo) di Osaka dan Sakai.
e.
Desa dan Kota, Di bawah pemerintahan
Hideyoshi, satuan-satuan yang dinamakan sho,
go, ho, dan ri dilebur menjadi mura atau desa. Penduduk desa agraria
terdiri dari petani-petani pemilik tanah (hon-byakusho)
dan petani-petani yang tidak bertanah atau “petani peminum air” (mizunomi-byakusho). Terdapat kewajiban
untuk menggabungkan diri ke dalam kelompok-kelompok tetangga yang masing-masing
terdiri dari lima keluarga (gonin-gumi).
Kota Osaka menjadi pangkalan utama bagi Hideyoshi, tetapi ia juga menempatkan
kota pelabuhan Sakai langsung di bawah pengawasannya dengan tujuan memperoleh
keuntungan dari perdagangan luar negeri kota itu. Banyak kota yang berkembang
yang berada di bawah perlindungan para pemimpin politik dan kota-kota itu
kemudian memperoleh otonomi dalam mengurus masalah-masalah sendiri sampai batas
tertentu.
C.
Dampak Kebijakan Politik Taiko Selama era Kinse (1582-1598)
Dilangsir dalam bukunya, Mattulada (1979: 103-106) menyebutkan bahwa
selama permulaan zaman peralihan, dengan berakhirnya perang Onin, yang
disusul oleh perang sipil yang berkepanjangan dan yang memunculkan
panglima-panglima perang yang tangguh, mulai dari Panglima Nobunaga, yang
kemudian digantikan oleh Hideyoshi, secara kultural telah terjadi
perubahan-perubahan dalam pandangan kehidupan masyarakat luas Jepang. selama
kurang lebih 15 tahun Hideyoshi memimpin
usaha pemulihan, ia berhasil mengembalikan ketertiban dan stabilitas politik,
sebagai dasar untuk pertumbuhan yang lebih mantap. Cara berpikir yang mulai
terbuka dari kelas penguasa, memberi pengaruh yang luas pula kepada
pertumbuhan-pertumbuhan anasir kebudayaan yang cemerlang yang dapat dicapai
pada zaman yang masih baru dalam peralihan ke arah yang lebih mapan.
Kreativitas mulai nampak dan dikembangkan dalam kehidupan masyarakat
yang menghayati tuntutan kehidupan era baru itu. Hubungan dengan dunia luar,
baik dunia Timur lainnya maupun dunia Barat khususnya, perlahan-lahan terbuka.
Hal inipun membawa pengaruh yang kuat dalam perubahan-perubahan pandangan kemasyarakatan
orang Jepang. Untuk pertama kalinya orang Jepang menyadari tempat kedudukan
negeri mereka dalam hubungan dengan negeri-negeri dunia, yang tertera di atas
peta bumi.
D.
Akhir Hidup Hideyoshi : Runtuhnya
Klan Toyotomi
Kegagalan invasi Joseon
yang merupakan ambisi masa tua Hideyoshi untuk memperluas wilayah kekuasaan
berakibat pada banyaknya pengikut klan Hideyoshi yang membelot ke kubu klan
Tokugawa. Pembelotan besar-besaran pengikut setia Hideyoshi mengakibatkan basis
kekuasaan klan Hideyoshi menjadi lemah, yang nantinya menjadi sebab berakhirnya
pemerintahan Hideyoshi. Menurut Toynbee (2007: 271) Hideyoshi menyerbu Korea, tetapi perlawanan orang-orang Korea sangat
gigih dan kuat. Ekspedisi-ekspedisi ke Korea oleh Hideyoshi itu dimaksudkan
untuk langkah awal menuju serbuan ke Cina.
Namun, kematian Hideyoshi dalam ekspedisi ini pada tahun 1598, seperti
kematian Timur Lenk pada tahun 1405, menyelamatkan Cina Ming dari bahaya serius
yang akan datang.
Penutup
Toyotomi Hideyoshi adalah salah satu tokoh sejarah yang paling terkemuka di Jepang. Dalam waktu satu tahun setelah Nobunaga tutup usia, Hideyoshi berhasil menjadi pewaris kekuasaan Nobunaga. Hideyoshi berhak menjadi pengganti Nobunaga walaupun pangkatnya pada waktu itu masih 3 sampai 4 tingkat di bawah. Alasannya, prestasi Hideyoshi di bidang politik dan militer dianggap sangat luar biasa dan tanpa tanding, mulai dari Insiden Honnoji, Penarikan Pasukan dari Chugoku, Pertempuran Yamazaki, berkesempatan menghadiri Pertemuan Kiyosu, dan bertempur gagah berani dalam Pertempuran Shizugatake.
Toyotomi Hideyoshi adalah salah satu tokoh sejarah yang paling terkemuka di Jepang. Dalam waktu satu tahun setelah Nobunaga tutup usia, Hideyoshi berhasil menjadi pewaris kekuasaan Nobunaga. Hideyoshi berhak menjadi pengganti Nobunaga walaupun pangkatnya pada waktu itu masih 3 sampai 4 tingkat di bawah. Alasannya, prestasi Hideyoshi di bidang politik dan militer dianggap sangat luar biasa dan tanpa tanding, mulai dari Insiden Honnoji, Penarikan Pasukan dari Chugoku, Pertempuran Yamazaki, berkesempatan menghadiri Pertemuan Kiyosu, dan bertempur gagah berani dalam Pertempuran Shizugatake.
Di akhir hayatnya, Hideyoshi
menjadi diktator bertangan besi dan tidak secemerlang Hideyoshi di zaman Oda
Nobunaga. Ada banyak pendapat yang mengatakan, walaupun pada akhirnya klan
Hideyoshi dihancurkan oleh Ieyasu, Hideyoshi sebenarnya juga bertanggung jawab
atas kehancuran klannya. Kalangan sejarawan berpendapat eksekusi Hidetsugu dan
seluruh anggota keluarga serta invasi ke Joseon merupakan keputusan paling
bodoh yang pernah dilakukan Hideyoshi.
Pada zaman Meiji hingga zaman Showa
sebelum Perang Dunia II, Jepang melancarkan propaganda "memakmurkan negara
dan memperkuat militer". Pemerintah Jepang antara lain mencoba menjadikan
perjalanan hidup Toyotomi Hideyoshi dari kalangan bawah menjadi pejabat tinggi
Kampaku Dajo Daijin sebagai panutan orang banyak. Kisah perjalanan hidup
Hideyoshi kemudian ternyata banyak disukai orang. Konon ada dokumen zaman itu
yang mengganti istilah Perang tahun Bunroku dan tahun Keichō menjadi Penaklukan
Joseon dengan tujuan menakuti-nakuti musuh (pemimpin militer Joseon) dan
menunjukkan kepada dunia bahwa Jepang adalah negara yang kuat.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber
Buku :
Supardan, Dadang.
(2009). Pengantar Ilmu Sosial (Sebuah
Kajian Pendekatan Struktural). Jakarta: PT. Bumi Aksara
Ishii, Ryōsuke.
(1988). Sejarah Institusi Politik Jepang.
Jakarta: Kerjasama Yayasan Karti Sarana dengan PT. Gramedia
Mangandaralam, Syahbuddin. (1987). Mengenal Dari Dekat Jepang Negara Matahari
Terbit. Bandung: Remaja Karya CV
Mattulada.
(1979). Pedang Dan Sempoa (Suatu Analisa
Kultural Perasaan Kepribadian Orang Jepang). Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Susilo, Taufik
Adi. (2009). Spirit Jepang.
Yogyakarta: Garasi.
Toynbee, Arnold. (2007). Sejah Umat Manusia. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
Oleh :
0906458 Heryati
Puspitasariningsih
0906595 Setia Rohmah
Hanifah
0909160 Roy
Martin Komune
Tidak ada komentar:
Posting Komentar