Irfan
Iskandar : 11014859
Rheza
Herlambang : 1101785
Pembangunan
Ekonomi Jepang Pada Masa Pendudukan Amerika Serikat Tahun 1945-1952
Abstrack :
Kekalahan jepang padang perang
pasifik menjatuhkan jepang pada posisi krisis apalagi di bidang ekonomi yang
dimana kerusakan dan kerugian karena perang sangat berpengaruh kepada bidang
infrastruktur dan produksi sehingga menjatuhkan jepang pada krisis ekonomi,
namun dalam perkembangan ekonomi selanjutnya jepang dibantu oleh amerika yang
disebut surrender polcy for japan disana terlihat kebijakan politik Amerika
kepada Jepang. Jiak dlihat dari phenomena kebijakan Amerika setelah perang ini
bisa kita lihat bahwa terjadi sebuah proses modernisasi pada pembangunan Jepang
pasca perang Pasifik, namun pada perkembangannya pembangunan Jepang
mengembangkan perekonomiannya dengan melakukan moderenisasi namun masih
mempertahan kan buday – budaya nya agar menjadi faktor positif pembangunan.
Jika ditinjau dari fenomena yang terjadi teori pembangunan yang diterapkan
jepang adalah teori mderenisasi baru yang dimana jepang menaikan kelas
negaranya dari negara berkembang menjadi negara maju dengan proses modernisasi
yang diterapkan yang tidak terlalu berkiblat pada Amerika yang membantu jepang
pada saat itu, hasilnya Jepang berhasil menjadi salah satu negara maju yang
mampu mengembangkan ekonominy hingg setara dengan Amerika.
Kata
kunci :
Amerika Serikat, Ekonomi, Jepang
Berakhirnya
perang meninggalkan ekonomi Jepang dalam kehancuran. Pabrik-pabrik industri
tidak bekerja, berjuta-juta orang menganggur karena dibebaskan tugas
kemiliteran demobilisasi. Pertanian tidak dapat menghasilkan cukup untuk
memberi makanan penduduk, meski ada pembagian jatah yang sangat ketat namun
tetap saja ada penyelewengan terhadap makanan tersebut mengakibatkan rakyat
jepang mengalami kelaparan.
Setelah Amerika Serikat keluar sebagai pemenang perang pacific , Amerika
Serikat melakukan pendudukan di jepang yang dipimpin oleh Jendral Mc Arthur dan
menerapkan beberapa kebijakan dalam berbagai bidang.
Peran Amerika dalam membantu
bangkitnya Jepang Pasca Perang Pasific
Politik
Amerika Serikat memberikan kesempatan bagi Jepang untuk mengembangkan sistem
perekonomian dan demokrasi ditegaskan antara Amerika Serikat dan Jepang di
perjanjian Postdam. Hal ini ditegaskan lagi dalam United States Initial Post Surrender Policy for Japan pada 9 Agustus 1945 yang didalamnya
dicantumkan secara garis besar kebijaksanaan politik pendudukan Amerika
Serikat. Eksperimen demokrasi Amerika Serikat di Jepang saat dikatakan
berhasil, karena bisa dibuktikan dengan hasil-hasil pendudukannya tersebut.
Secara garis besar beberapa perubahan yang dialami Jepang ketika AS berperan
dalam memajukannya pasca Perang Pasifik meliputi bidang politik, ekonomi,
keagamaan, pendidikan, dan sosial. Khusus dalam bidang ekonomi amerika serikat
melakukan perubahan dalam pendudukannya di jepang sehingga jepang berhasil
bangkit dari ketrpurukannya pasca perang pacific.
Keberhasilan
bangsa Jepang dalam bidang ekonomi sangat mengagumkan, siapa sangka setelah
mengalami kehancuran dahsyat dalam Perang Dunia II, Jepang mampu bangkit
kembali dengan kekuatan yang luar biasa. Jepang muncul sebagai negara paling
maju di wilayah Asia Timur. Hanya dalam dua dekade setelah peristiwa pengeboman
kota Hiroshima dan Nagasaki, Jepang berhasil menempatkan dirinya di kalangan
negara yang berpengaruh dalam perekonomian dunia. Negeri Matahari Terbit itu
membuktikan pada dunia bahwa mereka mampu membangun kembali perekonomian mereka
yang hancur. Dahulu Jepang tidak dikenal dan tidak dipandang sebagai negara
maju, tetapi sekarang negara itu menjadi contoh dan teladan negara-negara yang
berpengaruh di dunia. Berikut beberapa kebijakan pemerintah pendudukan Amerika
Serikat di jepang dalam bidang ekonomi :
a. Zaibatsu
dibubarkan, hal ini dilakukan dengan jalan menbubarkan semua holding Company,
yakini unsur-unsur pusat perusahaan raksasa dan sham-sahamnya dijual kepada
rakyat.
b.
Diperbaharuinya UU
agraria 1846 diman tuan-tuan tanah harus absentte (tuan-tuan tanah yang tidak
berdiam di tananya) harus menjualnya kepada pemerintah. Tuan tanah yang tinggal
di tanah miliknya hanya boleh memiliki 2,5 acre. Semua ini diakukan dengan
tujuan memperbaiki nasib para petani dan membangkitkan kesadaran politik pada
mereka.
Faktor lain bangkitnya Jepang
Kebangkitan
Jepang dari kehancuran dahsyat dalam Perang Pasific bukan karena sebuah
keajaiban, melainkan diperoleh memalui semangat juang yang tinggi, disiplin
ketat, dan kerja keras. Segala
kesenangan, kemewahan, dan kekayaan negara itu diperoleh dengan usaha yang
tidak kenal lelah, disiplin ketat, dan semangat kerja keras yang diwarisi
secara turun-temurun.
Pada
awalnya, mutu produk Jepang dianggap paling rendah. Namun, sekarang produk
Jepang dianggap sebagai produk terbaik dan berkualitas. Jepang telah diakui
sebagai negara termaju dan salah satu pengendali utama negara-negara industri. Adapun
faktor yang mendorong Jepang mampu bangkit kembali antara lain:
1.
Kerja
Keras
Sudah
menjadi rahasia umum bahwa bangsa Jepang adalah pekerja keras. Rata-rata jam
kerja pegawai di Jepang adalah 2.450 jam per tahun, sangat tinggi dibandingkan
dengan Amerika (1.957 jam per tahun), Inggris (1.911 jam per tahun), Jerman
(1.870 per tahun), dan Prancis (1.680 per tahun). Seorang pegawai di Jepang
bisa menghasilkan sebuah mobil dalam 9 hari, sedangkan pegawai di negara lain
memerlukan 47 hari untuk membuat mobil yang bernilai sama. Sebagian besar
literatur menyebutkan bahwa dengan kerja keras inilah sebenarnya kebangkitan
dan kemakmuran Jepang bisa tercapai.
2. Malu
Malu
adalah budaya leluhur dan turun temurun bangsa Jepang. Harakiri (bunuh diri dengan menusukkan pisau ke perut) menjadi
ritual sejak era samurai, yaitu ketika mereka kalah dalam pertempuran. Masuk ke
dunia modern, wacananya sedikit berubah ke fenomena “mengundurkan diri” bagi
para pejabat (menteri, politikus, dan sebagainya) yang terlibat masalah korupsi
atau merasa gagal menjalankan tugasnya. Efek negatifnya mungkin adalah
anak-anak SD, SMP yang kadang bunuh diri, karena nilainya jelek atau tidak naik
kelas. Karena malu jugalah, orang Jepang lebih senang memilih jalan memutar
daripada mengganggu pengemudi di belakangnya dengan memotong jalur di tengah
jalan.
3.
Hidup
Hemat
Orang
Jepang memiliki semangat hidup hemat dalam keseharian. Sikap antikonsumerisme
berlebihan ini nampak dalam berbagai bidang kehidupan. Masyarakat Jepang ramai
belanja di supermarket pada sekitar pukul 19:30. Banyak keluarga Jepang yang
tidak memiliki mobil, bukan karena tidak mampu, tapi karena lebih hemat
menggunakan bus dan kereta untuk bepergian. Pemanas ruangan pun menggunakan
minyak tanah yang kalau dipikir merepotkan masih tetap digandrungi, padahal
sudah cukup dengan AC (air conditioner)
yang ada mode dingin dan panas. Alasannya ternyata satu, minyak tanah lebih
murah daripada listrik. Profesor Jepang juga terbiasa naik sepeda tua ke
kampus, berbarengan dengan mahasiswa-mahasiswanya.
4.
Loyalitas
Loyalitas
membuat sistem karier di sebuah perusahaan berjalan dan tertata rapi. Sedikit
berbeda dengan sistem di Amerika dan Eropa, sangat jarang orang Jepang yang
berpindah-pindah pekerjaan. Mereka biasanya bertahan di satu atau dua
perusahaan sampai pensiun. Ini mungkin implikasi dari industri di Jepang yang
kebanyakan hanya mau menerima fresh
graduate, yang kemudian mereka latih dan didik sendiri sesuai dengan bidang
garapan (core business) perusahaan.
Kota Hofu mungkin sebuah contoh nyata. Hofu dulunya adalah kota industri yang
sangat tertinggal dengan penduduk yang terlalu padat. Loyalitas penduduk untuk
tetap bartahan (tidak pergi ke luar kota) dan punya komitmen bersama untuk
bekerja keras siang dan malam akhirnya mengubah Hofu menjadi kota makmur dan
modern. Bahkan saat ini kota industri terbaik dengan produksi kendaraan
mencapai 160 ribu per tahun.
5.
Inovasi
Jepang
bukan bangsa penemu, tapi orang Jepang mempunyai kelebihan dalam meracik temuan
orang dan kemudian memasarkannya dalam bentuk yang diminati oleh masyarakat. Yang unik bahwa ilmu dan teori dimana orang harus
belajar dari kegegelan ini mulai diformulasikan di jepang dengan nama
Shippaigaku (ilmu kegagalan) (Agung, 2012 :128).
Menarik membaca kisah Akio Morita yang mengembangkan Sony Walkman yang melegenda itu. Cassete tape tidak ditemukan oleh Sony, patennya dimiliki oleh
perusahaan Phillips Electronics. Tapi
yang berhasil mengembangkan dan membuat model portabel sebagai sebuah produk
yang booming selama puluhan tahun adalah Akio Morita, pendiri dan CEO Sony pada
masa itu. Sampai 1995, tercatat lebih dari 300 model walkman lahir dan jumlah
total produksi mencapai 150 juta produk.
6.
Pantang
Menyerah
Bangsa
Jepang memiliki semangat pantang menyerah. Mereka tidak takut dengan cobaan dan
kesusahan. Mereka sanggup berhadapan dengan segala cobaan demi mencapai
tujuannya. Mereka juga teguh menjaga harga diri dan kehormatan bangsa. Jika
melakukan suatu pekerjaan maka mereka melakukannya dengan sungguh agar
mendapatkan hasil yang terbaik.
Bangsa
Jepang sulit menerima kekalahan. Bagi mereka, kalah tidak berarti mati.
Kekalahan dapat ditebus kembali dengan kemenangan dan keberhasilan dalam bidang
lain. Sejarah membuktikan bahwa Jepang termasuk bangsa yang tahan banting dan
pantang menyerah. Puluhan tahun di bawah kekaisaran Tokugawa yang menutup semua
akses ke luar negeri, Jepang sangat tertinggal dalam teknologi. Ketika
Restorasi Meiji datang, bangsa Jepang cepat beradaptasi dan menjadi fast-learner. Kemiskinan sumber daya
alam tidak membuat Jepang menyerah. Tidak hanya menjadi pengimpor minyak bumi,
batubara, biji besi dan kayu, bahkan 85% sumber energi Jepang berasal dari
negara lain termasuk Indonesia.
7. Budaya Baca
Masyarakat
Jepang sangat gila membaca, Banyak penerbit yang membuat manga (komik bergambar) untuk materi-materi kurikulum sekolah baik
SD, SMP maupun SMA. Pelajaran sejarah, biologi, bahasa dan sebagainya disajikan
dengan menarik yang membuat minat baca masyarakat semakin tinggi. Budaya baca
orang Jepang juga didukung oleh kecepatan dalam proses penerjemahan buku-buku
asing (bahasa Inggris, Prancis, Jerman, dsb). Bahkan penerjemahan buku-buku
asing sudah dimulai pada 1684, seiring dibangunnya institut penerjemahan dan
terus berkembang sampai zaman modern. Biasanya terjemahan buku bahasa Jepang
sudah tersedia dalam beberapa minggu sejak buku asingnya diterbitkan, bahkan
harganya lebih murah dari pada buku aslinya yang belum diterjemahkan.
8.
Kerja
sama Kelompok
Budaya
di Jepang tidak terlalu mengakomodasi kerja-kerja yang terlalu bersifat
individualistik. Termasuk klaim hasil pekerjaan, biasanya ditujukan untuk tim
atau kelompok tersebut. Fenomena ini tidak hanya di dunia kerja, kondisi kampus
dengan lab penelitiannya juga seperti itu, mengerjakan tugas mata kuliah
biasanya juga dalam bentuk kelompok. Kerja dalam kelompok mungkin salah satu
kekuatan terbesar orang Jepang. Ada anekdot bahwa “satu orang profesor Jepang
akan kalah dengan satu orang profesor Amerika, hanya sepuluh profesor Amerika
tidak akan bisa mengalahkan sepuluh orang profesor Jepang yang berkelompok.”
Musyawarah mufakat atau sering disebut dengan “rin-gi” adalah ritual dalam kelompok. Keputusan strategis harus
dibicarakan dalam “rin-gi”.
9.
Mandiri
Sejak
usia dini anak-anak dilatih untuk mandiri. Seperti yang diterapkan di TK (Yochien) di Jepang. Setiap murid harus
membawa 3 tas besar berisi pakaian ganti, bento
(bungkusan makan siang), sepatu ganti, buku-buku, handuk dan sebotol besar
minuman yang menggantung dilehernya. Di Yochien
setiap anak dilatih untuk membawa perlengkapan sendiri, dan bertanggung jawab
terhadap barang miliknya sendiri. Selepas SMA dan masuk bangku kuliah hampir
sebagian besar tidak meminta biaya kepada orang tua. Seperti yang dijalankan oleh
mahasiswa di Universitas Saitama mengandalkan kerja sambilan/paruh waktu untuk
biaya sekolah dan kehidupan sehari-hari. Kalaupun kehabisan uang, mereka
“meminjam” uang ke orang tua yang itu nanti mereka kembalikan di bulan
berikutnya.
10. Menjaga Tradisi
Perkembangan
teknologi dan ekonomi, tidak membuat bangsa Jepang kehilangan tradisi dan
budayanya. Budaya perempuan yang sudah menikah untuk tidak bekerja masih ada
dan hidup sampai saat ini. Budaya minta maaf masih sangat lekat di masyarakat
Jepang. Misalnya ketika ada seseorang yang sedang naik sepeda dan menabrak
pejalan kaki, yang meminta maaf lebih dahulu kadang justru yang ditabrak.
Sampai saat ini orang Jepang relatif menghindari berkata “tidak” untuk apabila
mendapat tawaran dari orang lain. Jadi kita harus hati-hati dalam pergaulan
orang Jepang karena “ha’i” belum tentu “ya” bagi orang Jepang.
Pertanian
merupakan tradisi leluhur dan aset penting di Jepang. Persaingan keras karena
masuknya beras Thailand dan Amerika yang murah, tidak menyurutkan langkah
pemerintah Jepang untuk melindungi para petaninya. Kabarnya tanah yang
dijadikan lahan pertanian mendapatkan pengurangan pajak yang signifikan,
termasuk beberapa insentif lain untuk orang-orang yang masih bertahan di dunia
pertanian.
DAFTAR
PUSTAKA
Sumber Buku :
Agung
S, Leo. 2012. “Sejarah Asia Timur 2”. Yogyakarta:
Penerbit Ombak.
P.K
Ojong. 2006. “Perang Pasific”. Jakarta:
Penerbit Buku Kompas.
Suwarsono,
dan So, Alvin Y. (1994). Perubahan sosial dan pembangunan,
teori-teori modernisasi, dependensi, dan sistem dunia. Jakarta :
Pustaka LP3ES Indonesia.
Sumber Internet :
Kebangkitan Jepang-Sejarah Negara
Jepang diunduh dari http://www.woamu.mangaku.net2012/02/kebangkitan-jepang-sejarah-negara.html
Kristiawan.R.(__).Perspektif Teori Modernisasi dan Teori Dependensi.[online]tersedia
:http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/197108171998021-SARDIN/tiga_teori_perubahan_sosial__modernisasi,_ketergantungan,__a.pdf
http://retnarestiyana.blogspot.com/2013/01/perekonomian-jepang-pasca-perang-dunia.htmldi unduh pada 15 November 2014.
http://ariek88l.wordpress.com/39-2/ di unduh pada 13 November 2014.
http://www.kumpulansejarah.com/2013/05/sejarah-dibalik-pengeboman-hiroshima.html di unduh pada 11 November 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar