Pembangunan Ekonomi Jepang Pasca Perang Dunia II
Penyaji : Arif Nugraha (0705553)
A.
Perkembangan Pembangunan Ekonomi Jepang
Pada
saat Jepang menyerah tanpa syarat kepada pihak sekutu tahun 1945, keadaan
ekonomi sudah sangat terpuruk. Pada bulan Agustus 1945 produksi industri
merosot sangat tajam, jumlahnya hanya merupakan persentase yang kecil jika
dibandingkan dengan tingkat produksi di tahun sebelumnya. Produksi pangan yang
sebelumnya dapat dipertahankan pada tingkat yang relatif tinggi, tetapi pada
tahun 1945 turun sekitar 30%. Akibatnya pada akhir tahun 1945 terjadi krisis
pangan yang berlangsung sampai awal tahun 1946. Kondisi tersebut diperparah
dengan lumpuhnya aparat pemerintah dalam mengumpulkan dan mendistribusikan
barang berdasarkan harga yang telah ditentukan. Kekalahan perang ini
menghilangkan kepercayaan rakyat kepada pemerintah dan menciptakan keadaan yang
hampir mengarah pada anarki.
Pemboman
sekutu telah menghancurkan sekitar 25% kekayaan nasional Jepang. Pemboman
tersebut antara lain menyebabkan terjadinya kekurangan perumahan yang sangat
luas di kota-kota besar Jepang. Lepasnya daerah-daerah jajahan menyebabkan hilangnya
sumber-sumber alam yang sebelumnya dapat diperoleh Jepang untuk kepentingan
dalam negerinya. Kondisi awal pasca PD II yang dialami Jepang dipersulit dengan
pendudukan yang dilakukan pihak sekutu di negeri tersebut. Pihak sekutu
menerapkan kebijakan non responsibility terhadap keadaan yang dialami Jepang
pada awal pasca PD II.
Sekutu memberlakukan pelucutan senjata, liberalisasi,
unifikasi wilayah dan desentralisasi ekonomi di Jepang. Sekutu yang dimotori
oleh Amerika Serikat, menginginkan kemakmuran dan kekuatan ekonomi di Jepang
saat itu tidak terkonsentrasi, tetapi harus lebih disebarluaskan (desentralisasi)
dan dijadikan perusahaan publik dalam kerangka demokrasi.
Saat itu di Jepang ada 4 konglomerat-keluarga (zaibatsu)
yang dikenal dengan “the big four”, dan 14 yang lebih kecil. Mitsubishi yang
merupakan “the big four” pada saat itu harus tunduk pula pada aturan sekutu.
Kemudian aset Mitsubishi dibagikan ke seluruh pekerja dan penduduk lokal dalam
bentuk saham, sehingga pada tahun 1946 Mitsubishi berubah menjadi perusahaan
independent. Pada kenyataannya perusahaan yang terdesentralisasi mengalami
banyak kesulitan dalam permodalan, produksi, dan pendistribusian hasil
produksinya, sehingga akhirnya mereka saling menggabungkan saham mereka dan
membentuk group (keiretsu), menjadi Mitsubishi keiretsu atau Mitsubishi group.
Jadi secara historis, zaibatsu (konglomerat keluarga) yang
muncul di era Edo dan berkembang di era Meiji, pada tahun 1946 harus berubah
menjadi perusahaan publik yang pada perkembangannya berubah menjadi keiretsu
(perhimpunan antara para pemegang saham). Perkembangan selanjutnya antara
keiretsu ini saling bergabung dan menjadi komposisi perusahaan seperti yang ada
di Jepang saat ini. Jadi bisa dikatakan bangsa Jepang memang telah memiliki
skill tinggi sejak jaman Edo (1600-1867).
Pada
perkembangan selanjutnya tahun 1946 pihak sekutu merubah kebijaksanaan yang
sebelumnya bersifat non responsibility menjadi sikap mendorong perekonomian
Jepang. Perubahan tersebut dapat terjadi karena Amerika Serikat yang pada
dasarnya menentukan kebijaksanaan pendudukan sekutu di Jepang memiliki pandangan
yang positif terhadap peranan Jepang di Asia pasca PD II. Dengan adanya perang
dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet yang merupakan perang pengaruh
ideologi. Menyebabkan hubungan Amerika Serikat dengan Jepang semakin membaik,
hal tersebut dikarenakan Amerika Serikat memiliki suatu keinginan bahwa Jepang
dapat menjadi negara yang mampu menjadi kekuatan pengimbang terhadap komunisme
di Asia.
Setelah sekutu mengakhiri pendudukannya di Jepang, hubungan
antara Amerika Serikat dan Jepang masih terjalin dengan baik. Hubungan yang
terjalin dengan baik tersebut dibuktikan dengan adanya sistem Bretton Woods.
Salah satu bagian dari sistem baru tersebut adalah General Agreement on Tariff
and Trade (GATT) yang dibentuk berdasarkan anggapan bahwa perdagangan bebas
adalah sarana terbaik untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Bagi Jepang yang
pembangunan ekonominya sangat tergantung pada perdagangan luar negeri, sistem
ekonomi baru tersebut sangat bermanfaat dan berharga. Sistem tersebut tidak
hanya memungkinkan Jepang meningkatkan volume perdagangan dan memperoleh
manfaat yang lebih besar, tetapi juga meningkatkan efisiensi dengan
ditempatkanya perusahaan-perusahaan Jepang ke dalam ajang persaingan
Internasional dan memperluas pasar. Tetapi perusahaan yang berorientasi dalam
negeri pun harus mengalami persaingan dengan adanya sistem tersebut, karena
terjadinya liberalisasi impor dan pengurangan tarif impor. Namun Jepang dapat
bersaing dalam hal tersebut dimana ekspor semakin dapat ditingkatkan dan impor
dapat ditanggulangi dengan baik. Hal tersebut karena Jepang didukukng oleh SDM
dan hasil produksi yang sangat berkualitas dan dapat bersaing dengan negara
lain.
B.
Faktor-Faktor Pendukung Pembangunan Ekonomi Jepang
Bangsa
Jepang dari segi budaya menerapkan sistem kerja kolektif dan bukan merupakan
bangsa yang senang meniru. Mereka selalu berusaha belajar dari kemajuan dan
kesalahan bangsa lain tanpa harus mencontoh seutuhnya. Seorang ilmuan di Jepang
benar-benar memiliki andil yang sangat besar dalam proses pembangunan bangsa.
Ketika para ilmuan jepang belajar teknologi maupun perekonomian di Amerika
maupun negara Eropa, saat studi tersebut selesai, mereka akan dengan bangga
kembali ke tanah airnya dan menerapkan apa yang didapat dengan beberapa
modifikasi keunikan sistem sosial dan sistem budaya yang mereka miliki.
Bangsa
Jepang memiliki rakyat yang cukup nasionalis. Ekonomi modern berkembang secara
simultan dengan identitas budaya nasionalnya. Banyak pengamat Barat menyebut
bahwa identitas kebudayaan dan institusi sosial adalah embrio kapitalisme
Jepang. Ilmuwan barat menjuluki kebangkitan perekonomian Jepang sebagai sebuah
pengecualian menyimpang (anomaly) dan paradoksal.
Bagi
ilmuwan Jepang teori ekonomi barat hanya dianggap sebagai “bahan baku.” dan
bukan alat yang langsung bisa dipakai. Para perencana ekonomi Jepang tidak
pernah percaya bahwa untuk menjadi negara maju, nilai-nilai tradisional harus
dipinggirkan seperti yang terjadi di Barat. Mereka sangat percaya bahwa nilai
nilai tradisional justru harus dipertahankan sebagai penyeimbang. Itulah kenapa
bangsa jepang dapat tumbuh pesat secara perekonomian namun masih dengan ciri
negara Timur yang khas. Life-time employment, seniority based system, dan
traditional family system adalah contoh-contoh nilai dan institusi tradisionil
Jepang yang dipertahankan.
Dengan adanya
industrialisasi pada dasarnya tidak sesuai dengan masyarakat tradisional,
karena industrialisasi memerlukan lembaga dan nilai-nilai baru. Tetapi
industrialisasi yang terjadi di Jepang tidak menghilangkan nilai-nilai
tradisional yang telah ada. Bahkan nilai-nilai tradisional yang telah ada
tersebut tetap dipertahankan selama berlangsungnya kemajuan industri.
Keluarga
tradisional memberikan dasar untuk lembaga ekonomi baru yang diperlukan oleh
industrialisasi, sehingga perusahaan-perusahaan Jepang mencerminkan keluarga
tradisional. Sebagaimana halnya anak-anak di dalam sebuah keluarga, maka para
karyawan tetap bekerja di dalam satu perusahaan sampai mencapai usia pensiun.
Bagi pimpinan perusahaan sulit memecat mereka seperti seorang ayah yang sulit
menolak mengakui anaknya sendiri. Seperti halnya usia menentukan kedudukan
seseorang dalam keluarga, usia itu pun memainkan peranan penting dalam
menentukan kedudukan seseorang pada hirarki persusahaan. Hubungan ayah-anak ini
diterjemahkan kedalam suatu bentuk hubungan kekeluargaan yang fiktif disebut
sebagai oyabun-kobun. Dalam pabrik, mandor adalah oyabun dan bawahannya kobun.
Tugas utama seorang oyabun adalah melatih dan mengawasi kobun, tetapi oyabun
juga memiliki tugas yang sama pentingnya yaitu untuk memberikan perhatian
terhadap keperluan emosional dan keperluan sosial kobun.
Dari tinjauan mikro, salah satu aspek yang mendorong
keberhasilan Jepang dalam membangun sumberdaya manusia pasca perang dunia II
adalah membudayakan sistem “Kerja Kelompok” (Team work). Yaitu suatu sistem
dimana para insinyur Jepang dikirim ke Barat untuk belajar harus kembali ke
Jepang dengan membawa ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemudian, ilmu dan
teknologi yang mereka bawa harus diajarkan kepada semua anggota kelompoknya.
Sedangakan dilihat dari aspek makro pembangunan, Jepang
memprioritaskan kebijakan pemerataan pembangunan. Diantara Negara-negara maju,
Jepang adalah negara yang paling tinggi tingkat pemerataan hasil-hasil
pembangunannya. Bukan hanya dari aspek pendapatan tetapi juga meliputi
fasilitas publik seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur-fisik, dan
lain-lain. Rakyat jepang masa sekarang sudah menikmati fasilitas - fasilitas
tersebut. Bahkan untuk daerah pedesaan di pegunungan, mereka mendapatkan
fasilitas jalan, air minum dan listrik kurang lebih seperti di Tokyo, Kyoto,
Osaka dan kota-kota besar lainnya.
Untuk sumber daya pembangunan, jepang memang berbeda
dengan negara - negara maju lainnya. Bangsa Jepang sangat sedikit menggunakan
sumberdaya yang berasal dari hutang luar negeri terutama pada dekade awal
pembangunan industri. Sementara Negara-negara eropa seperti Belgia, Perancis,
bahkan Rusia justru menggantungkan pada foreign capital (hutang luar negeri)
yang difasilitasi oleh “British Capital” dan “French Capital” pada era tahun
1800-an.
C.
Kesimpulan
Jepang
dalam pembangunan ekonominya tidak tergantung pada pinjaman utang luar negeri.
Hal tersebut dilakukan untuk menghindari ketergantungan terhadap negara atau
badan yang memberikan pinjaman utang luar negeri tersebut. Sehingga Jepang
dalam perkembangannya dapat mengembangkan model pembangunan ekonominya sendiri
tanpa ketergantungan dengan negara lain. Jepang juga dalam pembangunan
ekonominya sangat mengandalkan perdagangan luar negeri. Dengan dukungan SDM
yang memiliki keahlian tinggi dan hasil produksi yang dapat bersaing di pasar
dunia. Hal tersebut menyebabkan Jepang dapat bertarung dalam kancah perdagangan
luar negeri sehingga dapat meningkatkan nilai ekspor negara tersebut.
Kemudian
Jepang mampu mempertahankan nilai-nilai tradisional yang dinilai positif untuk
bersama-sama berjalan dalam modernisasi. Hal yang dianggap sebagai nilai-nilai
tradisional dalam teori modernisasi klasik dan dapat menghambat modernisasi,
ternyata hal tersebut tidak terjadi di Jepang. Malahan Jepang mampu berkembang
dalam modernisasinya dengan tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional yang
dianggapnya dapat memberikan sesuatu yang positif dalam modernisasi Jepang.
Tidak
hilangnya nilai tradisional yang dimiliki bangsa Jepang dalam proses
pembangunan yang sedang dilaksanakannya, merupakan sebuah bukti bahwa Jepang
merupakan suatu negara yang sejalan dengan teori modernisasi baru. Karena pada
teori modernisasi baru, aspek yang berkaitan dengan tradisi tidak dipandang
sebagai penghambat pembangunan. Akan tetapi dipandang sebagai faktor positif
yang tidak mempertentangkan dengan tajam antara nilai tradisional dan modern.
Sehingga Jepang dapat dikatakan meruapakan suatu negara yang dapat membuktikan
keberhasilan dari teori modernisasi baru.
Sumber Buku
Alvin Y. So, Suwarsono. (2000). Perubahan
Sosial dan Pembangunan. Jakarta : LP3ES.
Budiman, Arief. (2000). Teori
Pembanguan Dunia Ketiga. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Kunio, Yoshihara. (1983). Perkembangan
Ekonomi Jepang. Jakarta : Gramedia
Sumber Internet
_____.(2011). Pembangunan Bangsa Jepang Pasca Perang DuniaII. [Online].Tersedia:http://kampekique.wordpress.com/2011/08/08/pembangunan-bangsa-jepang-pasca-perang-dunia-ii/
(27 Desember 2011)
Analisis Pembahas: Rizal Hamzah Saragih (0705628)
Kondisi yang terjadi
pada Jepang pasca PD II mengakibatkan negara tersebut tidak dapat terlepas dari
yang disebut dengan modernisasi yang dilakukan Amerika Serikat. Jepang sebagai
negara yang perekonomiannya hancur dikarenakan kekalahan perang dan menyerah
kepada pihak sekutu, mau tidak mau harus mengikuti setiap kebijakan sekutu. Sekutu
yang sangat berpengaruh saat pendudukannya di Jepang adalah Amerika Serikat. Amerika
Serikat pacsa PD II merupakan negara yang menjadi contoh pembangunan bagi
negara dunia ketiga dengan teori modernisasinya. Salah satu Teori Modernisasi
adalah Teori Modernisasi Klasik beranggapan bahwa untuk mencapai
kondisi modern,
seluruh nila-nilai
tradisional harus
diganti oleh
seperangkat struktur yang
modern. Karena itu, Huntington (1976) menganggap bahwa antara nilai-nilai tradisional
dan modern adalah
hal yang saling
bertentangan.
Dalam
arti, jika
modernisasi ingin
dicapai, maka nilai-nilai tradsional harus dirombak total alias dilenyapkan. Modernisasi melibatkan perubahan pada hampir seluruh aspek perilaku
sosial, termasuk industrialisasi, urbanisasi, diferensiasi, sekularisasi
dan sentralisasi pada satu
tempat yang
mengakibatkan terjadinya pengelompokan, sehingga modernisasi bercirikan
keteraturan dan tidak dalam kondisi
yang terpisah-pisah.
Namun yang menarik dari
Jepang pasca PD II adalah negara tersebut walaupun melakukan modernisasi untuk
pembangunan kembali negaranya yang hancur karena kekalahan PD II. Tetapi
modernisasi yang mereka lakukan tidak menghilangkan atau melenyapkan nilai-nilai
tradisional yang telah ada sebelumnya. Modernisasi yang mereka jalankan dapat
berjalan beriringan dengan nilai-nilai tradisional yang telah ada di dalam
kehidupan masyrakatnya. Sehingga saya sependapat dengan penyaji bahwa
modernisasi yang Jepang lakukan pasca PD II adalah sejalan dengan Teori
Modernisasi Baru dimana nilai-nilai tradisional yang telah ada tidak
dihilangkan tetapi menjadi faktor positif untuk pembangunan ekonomi Jepang
pasca PD II. Jepang yang sampai saat ini merupakan negara maju merupakan bukti
dari keberhasilan Teori Modernsiasi Baru dalam menempatkan nilai-nilai
tradisonal sabagai faktor positif pendukung modernisasi.
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut