Oleh :
Ani Andriani
Widya Rakha Dania F.
Abstraksi :
K-pop fever
yang dialami semua negara di belahan dunia ini menunjukkan keberhasilan
kebudayaan Korea Selatan dalam ranah internasional. Kesuksesan ini merupakan
kerja keras panjang bangsa Korea dalam menciptakan, mengakulturasi,
mengasimilasi dan menanamkan budaya sebagai jati diri bangsanya. Dimasa
kerajaan pertama (Kojosun) hingga kerajaan terakhir Korea (Chosun) merupakan
perjalanan panjang sejarah yang menghasilkan banyak kebudayaan. Harta karun di
masa yang panjang inilah yang menjadikan Korea khususnya Korea Selatan menjadi
bangsa besar.
K-pop fever
which spreading in every country in the world showing sucsessed South Korea
culture in international region. This sucsessed is long hard work Korean people
in creation, aculturation, asimilation and being culture as nationself. At
first kingdom (Kojosun) until last kingdom of Korea (Chosun) is long journey of
history which producing a lot of culture. The National Tresure in this long era
(Kojosun until Chosun) be Korea especially South Korea be The Great People.
1.
Sistem Kepercayaan
(Religi)
Shamanisme
Korea adalah kepercayaan asli rakyat Korea yang menggabungkan berbagai
kepercayaan dan praktik yang dipengaruhi agama asli Korea, agama Buddha dan
Taoisme. Pandangan religius mereka tidak tertanam pada satu agama saja, namun
oleh berbagai kombinasi kepercayaan dan agama yang diimpor ke Korea.
Walaupun
shamanisme Korea tidak lagi banyak pengikutnya seperti dahulu, praktik ini
masih berlangsung di Korea. Di masa lalu ritual ini juga diadakan untuk meminta
kelimpahan pertanian. Shamanisme Korea dicirikan dengan pengadaan
upacara gut yang beraneka ragam untuk melakukan kontak antara manusia
dengan alam roh. Profesi shaman biasanya cukup dapat menghasilkan banyak uang
di Korea. Tradisi Shaman Korea agak serupa dengan tradisi shaman dari suku-suku
di Siberia, Mongolia,
dan Manchuria.
Shamanisme Korea berakar dari kebudayaan masyarakat pedalaman daratan yang
telah berusia lebih dari 40 ribu tahun. Kata shaman disamakan dengan
"dukun", "tabib", "psychopomp", mistik, dan
puitis (Eliade, 1974).
Kepercayaan
shamanisme juga meyakini roh-roh yang mendiami hutan, gua keramat, batu-batuan,
rumah-rumah dan desa, juga hantu-hantu orang yang meninggal secara tidak wajar.
Roh-roh ini dipercaya mempunyai kekuatan untuk memengaruhi atau memberi
keberuntungan bagi manusia. Ritual-ritual yang dilakukan telah mengalami banyak
perubahan sejak zaman Silla dan Koryo. Bahkan kepercayaan ini tak tergerus dalam masa Dinasti Chosun yang menerapkan Konfusianisme
kuat.
b.
Buddhisme di Korea
Pemikir Buddhis Korea menyebar
dari pengenalannya dari India lewat Cina menjadi bentuk yang khusus. Tiga Kerajaan lalu memperkenalkan agama Buddha
ke Jepang. Aliran Buddhisme Korea sebagian besar menganut sekte Seon
(Tiongkok:Chen, Jepang:Zen). Kuil Buddha di Korea dapat
ditemukan di semua wilayah Korea dan sebagian besar berumur ratusan tahun yang
dianggap sebagai warisan sejarah.
Buddhisme di
Korea pertama kali diperkenalkan ke Korea dari Cina pada masa kerajaan Koguryo pada
tahun 372. Setelah itu, pada tahun 384, seorang biksu dari India yang melewati Cina Selatan
memperkenalkan agama Buddha ke kerajaan Baekje. Di
kerajaan Silla,
agama Buddha mulai diintroduksikan oleh seorang biksu Koguryo pada tahun 527
dan mulai menyebar dengan pesat sehingga berbenturan dengan kepercayaan
tradisional rakyatnya. Pada awal abad ke-6, Silla mulai mengadopsi Buddhisme
sebagai agama negara berkat seorang martir bernama Yi Cha-don. Agama Buddha
tidak hanya dianut oleh masyarakat banyak, namun raja dan bangsawan Silla serta
Baekje menjadi pengikut Buddhisme. Kebudayaan spiritual yang mereka
kembangkan dengan Buddhisme telah membuat kebudayaan Tiga Kerajaan berkembang
pesat. Terutama di Silla dan Baekje, agama Buddha menjadi fondasi spiritual
sehingga banyak kuil dan pagoda yang
dibangun. Seni Buddhisme pun berkembang pesat dan banyak patung Buddha yang
dibuat. Dengan meningkatnya pengaruh Buddhisme, hubungan Korea dengan
negara lain pun berkembang.
c.
Konfusianisme Korea
Salah satu hal
yang memiliki pengaruh paling besar dalam sejarah pemikiran Korea adalah Konfusianisme yang
diperkenalkan dari Cina.
Konfusianisme adalah bagian fundamental (pembangun) dalam masyarakat Korea yang
membentuk sistem moral,
hubungan sosial
antara orang tua dan kaum muda, dan bahkan bertahan dalam moderenisasi hukum di Korea Selatan.
Konfusianisme Korea atau Yugyo adalah
bentuk dari konfusianisme
yang berkembang di Korea. Konfusianisme yang
dibawa dari Tiongkok melalui proses
pengimporan budaya telah memengaruhi sejarah intelektual dan pemikiran
tradisional orang Korea modern. Paham konfusianisme telah menjadi bagian
kebudayaan fundamental, yaitu sebagai pembentuk sistem moral, pola kehidupan
dan hubungan sosial antar-generasi serta dasar bagi banyak sistem legal dalam
masyarakat Korea.
Konfusianisme
pada periode Tiga Kerajaan Paham dan kepercayaan yang pertama kali masuk ke
Korea sebelum Konfusianisme adalah Budhhisme, yaitu pada
zaman Tiga Kerajaan Korea (57 SM-935 M). Agama
Buddha memengaruhi sistem pendidikan, moral dan politik, dan pada saat yang
sama Konfusianisme dipraktekkan oleh kalangan istana. Kerajaan Koguryo yang
paling dekat lokasinya dengan Tiongkok, pertama kali mengadopsi Budaya Tiongkok
dan Buddhisme. Konfusianisme pertama kali diterima di Koguryo, lalu
berturut-turut ke Baekje dan Silla kemungkinan
sejak abad ke-4 Masehi, saat ketiga negara telah mencapai tingkat kematangan.
Walau begitu Koguryo tetap memelihara adat istiadat dan tradisi aslinya. Di
pihak lain, Baekje menerapkan paham konfusianisme secara penuh, yang membentuk
sistem pemerintahan dan seni budayanya. Silla tercatat paling akhir menerima
Konfusianisme untuk mengatur administrasi negaranya. Konfusianisme pada zaman
Dinasti Koryo, telah melakukan beberapa peristiwa-peristiwa penting; 1) Raja Gwangjong (949 - 975) membuat sistem ujian
negara (gwageo); 2) Raja Seongjang dari Goryeo (981–997)
mendirikan gukjagam, yaitu perguruan tinggi yang memakai kurikulum Konfusius,
contohnya seperti Perguruan Tinggi Sungkyunkwan. Ia juga
membangun sebuah altar di istana sebagai penghormatan bagi leluhurnya.
Paham Konfusianisme
di Chosun diterapkan sangat ketat dengan penggunaan ide dan ideal yang kentara;
chung adalah kesetiaan; hyo: rasa persatuan; in: kebajikan dan sin adalah
kepercayaan. Sejak 1392, saat berdirinya Chosun, Konfusianisme dianut secara
mendalam oleh kaum bangsawan (yangban) dan para pejabat. Masyarakat Korea sejak
lama telah mudah untuk mengikuti ajaran kepercayaan dan memelihara hubungan
baik dengan berbagai penganut agama. Keluarga istana adalah penganut
Konfusianisme, biksu di sisi Buddhisme yang semakin terdesak, dan rakyat yang
mempraktekkan shamanisme. Konfusianisme memainkan peran penting karena
diterapkan secara luas pada bidang adminstrasi negara dan peraturan sosial,
mengintegrasikan masyarakat yang berbudaya berdasar cara Tiongkok untuk meningkatkan
transfer budaya dari negeri tersebut. Sekolah-sekolah tinggi dibangun dengan
dasar dan sistem kurikulum Konfusius, dengan tenaga ahli dan ilmuwan dari
Tiongkok. Perpustakaan yang besar dibuat serta adanya dukungan terhadap
perkembangan seni-budaya. Kurikulum Konfusius Korea untuk akademi berkembang
pesat dengan 15 buah karya utama yang tercipta. Pada abad ke-16, muncul 2 tokoh
ilmuwan besar yang berpengaruh bagi perkembangan Konfusianisme, yakni Yi Hwang (1501-1570)
dan Yi I (1536-1584).
Kedua ahli ini sering disebut dengan nama pena Toegye dan Yulgok, yang saat ini
terpampang di mata uang kertas W 1000 dan W 5000 Korea Selatan.
2. Sistem Pengetahuan
Sistem
penanggalan atau kalender
Korea didasarkan pada kalender lunisolar. Kalender Korea dibagi dalam
24 titik putaran (jeolgi) yang masing-masing terdiri dari 15 hari dan digunakan
untuk menentukan masa tanam atau panen pada masyarakat agraris pada
zaman dahulu, namun pada saat ini tidak digunakan lagi. Kalender Gregorian diperkenalkan di Korea
tahun 1895,
tapi hari-hari tertentu seperti festival, upacara, kelahiran dan ulang tahun
masih didasarkan pada sistem kalender lunisolar.
Misalnya Festival
terbesar di Korea antara lain:
a.
Seollal,
hari pertama dari tahun bulan yang baru, yang
jatuh kira-kira pada akhir Januari atau awal Februari pada kalender matahari.
Seluruh keluarga berkumpul pada hari itu. Dengan
berpakaian Hanbok atau pakaian terbaik mereka, seluruh keluarga melaksanakan
upacara menghormati roh leluhur. Sesudah upacara, anggota keluarga yang lebih
muda memberikan penghormatan secara tradisional dengan cara membungkuk
dalam-dalam kepada anggota yang lebih tua keluarga yang dinamakan sebae.
b.
Daeboreum,
festival bulan purnama pertama. Pada hari libur
ini, para petani dan nelayan berdoa meminta hasil panen dan tangkapan ikan yang
melimpah, dan rumah tangga biasanya mengungkapkan keinginan untuk mengalami
tahun yang penuh keberuntungan dan terhindar dari nasib buruk dengan cara
mempersiapkan makanan istimewa berupa sayur-sayuran yang telah dibumbui.
c.
Dano, festival musim semi. Hari kelima pada bulan kelima tahun bulan,
para petani tidak pergi ke ladang dan mengambil satu hari libur untuk
mengadakan perayaan bersama untuk menandai selesainya musim semai, sedangkan
para wanita mencuci rambut mereka dengan air khusus yang dibuat dengan merebus
bunga iris dengan harapan mereka mampu terhindar dari kemalangan.
d.
Chuseok,
festival panen raya atau festival kue bulan. Hari bulan purnama di musim gugur yang jatuh
pada hari ke-15 bulan kedelapan kalender bulan, mungkin merupakan hari raya
yang paling ditunggu-tunggu bagi rakyat Korea masa kini. Anggota keluarga
berkumpul bersama, memberikan penghormatan pada nenek moyang mereka, serta
mengunjungi makam leluhur.
3. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia
a.
Rumah
Hanok, rumah
tradisional Korea, memiliki bentuk yang tidak berubah dari masa Tiga Kerajaan
sampai akhir periode Dinasti Chosun (1392 –1910).
Yang unik dari Hanok adalah ondol, sistem
pemanasan bawah lantai khas Korea, digunakan untuk pertama kalinya di daerah
utara. Asap dan panas yang dihasilkan oleh kompor-kompor dapur di atas tanah
disalurkan melalui pipa asap yang dibangun di bawah lantai. Di daerah selatan
yang lebih hangat, ondol digunakan bersama dengan lantai kayu. Bahan baku utama
rumah-rumah tradisional adalah tanah liat dan kayu. Giwa, atau genteng atap
beralur hitam, dibuat dari tanah, biasanya tanah liat warna merah.
Hanok dibangun tidak menggunakan
paku namun kayu-kayunya
disatukan menggunakan pasak-pasak kayu. Rumah-rumah untuk kaum kelas atas terdiri
dari sejumlah bangunan terpisah, satu untuk menampung wanita dan anak-anak,
satu untuk kaum laki-laki dalam keluarga dan tamu-tamu mereka, dan bangunan
lain untuk para pembantu, yang semuanya dikelilingi oleh sebuah tembok. Tempat
ibadah keluarga untuk menghormati arwah nenek moyang dibangun di belakang
rumah. Sebuah kolam dengan bunga teratai kadang-kadang dibuat di depan
rumah di luar tembok.
Bentuk rumah-rumah ini berbeda
antara daerah utara yang lebih dingin dengan daerah selatan yang lebih hangat.
Rumah-rumah sederhana dengan lantai berbentuk persegi panjang, dapur, serta
sebuah kamar di tiap sisinya berkembang menjadi rumah berbentuk huruf L di
daerah selatan. Hanok pada perkembangannya berubah bentuk menjadi mirip huruf U
atau kotak yang mengelilingi sebuah halaman.
Hanok memilih tempat berdasarkan geomansi. Orang Korea
meyakini bahwa beberapa bentuk topografi atau
suatu tempat memiliki energi baik dan buruk yang harus diseimbangkan. Geomansi
memengaruhi bentuk bangunan, arah, serta bahan-bahan yang digunakan untuk
membangunnya. Rumah menurut kepercayaan mereka harus dibangun berlawanan dengan
gunung dan menghadap selatan untuk menerima sebanyak mungkin cahaya matahari. Cara
ini masih sering dijumpai dalam kehidupan modern saat ini.
b.
Pakaian
Pakaian
tradisional Korea disebut Hanbok (Korea Utara menyebut Choson-ot). Hanbok
terbagi atas baju bagian atas (Jeogori), celana panjang untuk laki-laki (baji)
dan rok wanita (Chima). Orang Korea berpakaian sesuai dengan status sosial
mereka sehingga pakaian merupakan hal penting. Orang-orang dengan status tinggi
serta keluarga kerajaan menikmati pakaian yang mewah dan perhiasan-perhiasan
yang umumnya tidak bisa dibeli golongan rakyat bawah yang hidup miskin. Dahulu,
Hanbok diklasifikasikan untuk penggunaan sehari-hari, upacara dan
peristiwa-peristiwa tertentu. Hanbok untuk upacara dipakai dalam peristiwa
formal seperti ulang tahun anak pertama (doljanchi), pernikahan atau upacara
kematian.
c.
Bangunan dan Situs Bersejarah
Kuil Jongmyo Kuil Jongmyo yang
terletak di jantung kota Seoul dijadikan UNESCO sebagai Situs Warisan Dunia pada tahun 1995. Kuil ini dibangun
untuk menyimpan tablet-tablet memorial anggota mendiang penguasa (Dinasti Chosun) yang didasarkan pada tradisi
Konfusianisme. Setiap tahun pada bulan Mei diadakan upacara Jongmyo (Jongmyo
Daeje) yang menampilkan upacara persembahan dan tarian. Pertama dibangun
tahun1394 dan terbakar tahun 1592 ketika Jepang menyerang Korea, lalu pada
tahun 1608 dibangun kembali. Kuil ini berisi 19 buah tablet memorial para raja
dan 30 tablet ratu yang ditempatkan di dalam 19 buah kamar.
Istana Changdeok Changdeokgung atau
“Istana Kebajikan Mulia” dibangun tahun 1405 dan musnah
dilalap api pada tahun 1592 akibat invasi Jepang, dan direkonstruksi kembali
pada tahun 1609.
Lebih dari 300 tahun Istana Changdeok adalah pusat kedudukan kerajaan. Istana
Changdeok dimasukkan dalam daftar Situs Warisan Dunia oleh UNESCO pada
tahun 1997.
Tripitaka Koreana dan Haeinsa
Haeinsa adalah kuil Buddha tempat penyimpanan kitab suci Tripitaka
Koreana. Dibangun pada tahun 802 M di puncak Gunung Gaya di
propinsi Gyeongsang Selatan. Tripitaka Koreana
adalah kitab suci
Buddha yang tersusun dari ukiran tulisan di blok-blok kayu,
berjumlah 81.258 buah blok kayu yang tersusun rapi. Semua tulisannya diukir
dalam aksara Tionghoa (hanja).
Hwaseong Benteng Hwaseong adalah
sebuah benteng yang dibangun pada masa Dinasti Chosun yang terletak di kota Suwon,
propinsi Gyeonggi. Rekonstruksinya diselesaikan pada tahun 1796 dan melingkupi
pada tanah yang datar dan bukit-bukit sepanjang 5,52 km. Benteng ini memiliki 4
gerbang utama, sebuah gerbang air, 4 gerbang rahasia, dan sebuah menara suar.
Kota Gyeongju adalah
ibukota kerajaan Silla dimana
masih terdapat kompleks makam penguasa Silla yang berbentuk bukit-bukit besar.
Wilayah Namsan terkenal akan artefak-artefak Silla yang berharga seperti
mahkota emas, perhiasan, kuil-kuil Buddha, pagoda dan arca-arca yang umumnya
berasal dari abad 7 sampai abad ke 10 Masehi. Komplek Makam Koguryo berada di wilayah negara Korea Utara,
seperti di Pyongyang, propinsi Pyongan Selatan, dan
kota Nampo (Hwanghae
Selatan).
4.
Mata pencaharian dan sistem ekonomi
Sebenarnya
sejak masa neolitikum pertanian sudah mulai dikenal dan mulai dikembangkan
lebih maju lagi menggunakan alat besi di masa Kojosun. Tetapi pada masa
unifikasi tiga kerajaan, keadaan para petani berada dalam golongan menengah
setelah golongan bangsawan dan raja. Mereka harus memenuhi berbagai pajak dan
harus memenuhi panggilan raja sebagai tenaga kerja. Sehingga pertanian kurang
berkembang. Tetapi dengan adanya sarana irigasi menyelamatkan industri
pertanian di masa 3 kerajaan ini. Perekonomian di masa unifikasi 3 kerajaan
berlandaskan kepentingan kaum ningrat. Kaum bangsawan menerima sejumlah tanah
yang luas dari raja dan mereka pun memiliki banyak budak dikarenakan pemberian
uang dan bunga tinggi.
Di masa
Koguryo, kerajaan banyak membantu kaum petani, yakni dengan adanya sistem
Jindaebub yakni memberi pinjaman bahan pangan pada musim semi dan menerima
pengembaliannya pada musim panen. Hasil panen banyak berasal dari ladang
seperti kacang-kacangan. Mata pencaharian dalam bidang perikanan, peternakan,
perdagangan dan industri kerajinan tangan mulai dikembangkan.
Pada masa
kerajaan Koryo perdagangan mulai berkembang pesat dan mulai melakukan
perdagangan bilateral dengan kerajaan Sung. Koryo mengekspor emas, perak,
ginseng, tikar dan mengimpor sutra. Dengan suku Khitan dan Nuzhen di Manchuria
dan utara semenanjung Korea, Koryo mengekspor bahan pangan dan alat-alat tulis
dan mengimpor perak dan kulit binatang. Kerajaan koryo pun telah melakukan
kontak dengan dunia islam dengan mengekspor emas dan kain sutera serta
mengimpor air raksa. Dengan pertukaran kegiatan perdagangan ini nama Koryo
mulai dikenal dengan Korea oleh dunia barat. Di masa Koryo pun mulai
diedarkannya mata uang.
5.
Sistem kemasyarakatan
Sistem
kemasyarakatan Patriarkhi menimbulkan status sosial yang dipecah-pecah dalam
sistem kasta. Kelompok teratas dipegang oleh raja beserta keluarganya besrta
bangsawan, kelompok menengah diisi pendudu yang sebagian besar petani, yang
ketiga ialah kaum rendahan yaitu budak. Kelompok menengah dan rendah tinggal di
daerah khusus yaitu Hyang, So dan Bugok. Di masa kerajaan Chosun, aliran
Konghuchu menjadi landasan bagi negara sehingga negara berusaha menekankan
rakyatnya untuk mengikuti Konghuchu dan meninggalkan Buddha yang telah dianut
masyarakat.
6.
Bahasa
Bahasa Korea termasuk rumpun Altaik, bahasa Altaik meliputi bahasa Turki,
Mongolia, Tungusik dan sebagainya mulai dari Siberia sampai Sungai Volga.
Alasan bahasa Korea dipercaya termasuk rumpun Altaik, adalah karena bahasa
Korea mempunyai kecirikhasan susunan yang sama dengan bahasa lain yang
tergolong rumpun Altaik.
Akibat semenanjung Korea terbagi
cukup lama, heterogenitas bahasa antara Korea Selatan dan Korea Utara makin
meningkat. Namun, perbedaan bahasa antar Korea, terdapat hanya dari makna
kosakata, contoh penggunaan kosakata, istilah baru dan sebagainya, maka tidak
ada masalah apa pun dalam komunikasi. Korea Selatan dan Korea Utara berusaha
keras untuk mengatasi heterogenitas bahasa seperti itu, misalnya para pakar
bahasa Korea Selatan dan Korea Utara bekerjasama meneliti bahasa. Dialek
bahasa Korea biasanya terdiri dari 6 jenis, yaitu :
a. Dialek daerah timur laut = di
propinsi Hamgyeong Utara, propinsi Hamgyeong Selatan dan propinsi Yanggang di
Korea Utara
b. Dialek daerah barat laut = di
propinsi Pyeongan Utara, propinsi Pyeongan Selatan, propinsi Jagang, dan daerah
bagian utara propinsi Hwanghae di Korea Utara
c. Dialek daerah tenggara = di propinsi
Kyeongsang Utara, propinsi Kyeongsang Selatan, dan sekitarnya.
d. Dialek daerah barat daya = di
propinsi Cheola Utara, dan propinsi Cheola Selatan
e. Dialek pulau Jeju = di pulau Jeju
dan pulau-pulau sekitarnya
f. Dialek bagian tengah = di propinsi
Kyeonggi, propinsi Chungcheong Utara, Chungcheong Selatan, propinsi Kangwon,
dan propinsi Hwanghae
Huruf Korea, Hangeul diciptakan oleh raja ke-4 di masa kerajaan Chosun,
Raja Agung Sejong di tahun 1443 lalu, hingga diamanatkan di tahun 1446. Nama
huruf Korea saat itu merupakan 'Hunminjeongeum' berarti 'tulisan untuk rakyat',
yang akan menjadikan pembacaan dan penulisan bahasa Korea menjadi suatu urusan
yang mudah bagi semua orang, tidak tertentu kelasnya. Huruf Korea terdiri dari
17 huruf konsonan dan 11 huruf vokal yang digabung untuk membentuk suku kata.
Meskipun Hunminjeongeum diamanatkan, namun dokumen resmi tetap dicatat
dalam huruf Cina. Setelah titah raja berisi huruf Korea harus dipakai sebagai
pengganti huruf Cina, yang dikeluarkan di bulan Nopember tahun 1894, huruf
Korea menjadi bahasa negara yang resmi setelah 450 tahun berlalu sejak
Hunminjeongeum diciptakan.
Nama 'Hangeul' diciptakan oleh sarjana Ju Shi-kyeong, hingga dipakai
sejak tahun 1913 lalu. Setelah itu, nama 'Hangeul' disebarluaskan setelah
majalah rutin berjudul 'Hangeul' diterbitkan tahun 1927. 'Hangeul' bermakna
'bahasa untuk bangsa Korea', 'bahasa agung', dan 'bahasa terunggul di dunia',
hingga sama dengan makna istilah Hunminjeongeum. Sesuai dengan yang ditetapkan
oleh Institut Pengkajian Bahasa Korea tahun 1933, 4 huruf dari 28 huruf yang aslinya
diciptakan, dihapuskan, hingga menjadi 24 huruf, yaitu 14 huruf konsonan dan 10
huruf vokal.
7. Kesenian
a.
Seni Musik dan Seni Tari
Musik dan
tarian merupakan sarana ibadah, dan tradisi ini berlanjut terus selama periode
Tiga Kerajaan. Lebih dari 30 alat musik digunakan dalam periode ini, dan satu
yang khususnya patut dicatat adalah hyeonhakgeum (sitar berbentuk seperti
burung bangau berwarna hitam), yang diciptakan oleh Wang San-ak dari Koguryo dengan
mengubah sitar bersenar tujuh dari Dinasti Jin dari Cina. Alat musik
gayageum yang terdiri dari 12 senar masih dimainkan di Korea modern. Koryo mengikuti
tradisi musik Silla pada tahun-tahun awalnya, namun selanjutnya Koryo memiliki
aliran-aliran yang lebih beragam. Ada
tiga jenis musik di Koryo, yakni Dangak yang
berarti musik dari Dinasti Tang di Cina, Hyangak atau musik pedesaan, dan Aak
atau musik istana.
Beberapa jenis
musik Koryo merupakan warisan dari Dinasti Chosun dan masih digunakan dalam
upacara-upacara masa ini, terutama upacara-upacara yang melibatkan pemujaan
pada nenek moyang. Seperti halnya pada musik, pada mulanya Koryo juga menikmati
tradisi tarian dari Tiga Kerajaan, namun kemudian Koryo menambahkan jenis -
jenis lain dengan diperkenalkannya tarian istana dan tarian keagamaan dari
Dinasti Song di Cina. Pada jaman Dinasti Chosun, musik dihargai sebagai unsur
utama ritual keagamaan dan upacara-upacara. Sejak awal munculnya dinasti ini,
dua lembaga yang menangani masalah musik didirikan dan upaya-upaya ditempuh
untuk menyusun komposisi-komposisi musik. Hasilnya, sebuah kitab musik yang
dikenal sebagai Akhakgwe-beom diterbitkan pada tahun 1493. Buku ini
mengelompokkan musik yang akan dimainkan di istana menjadi tiga kategori yakni,
musik upacara, musik Cina, dan musik pribumi. Terutama di saat Raja Sejong
berkuasa, banyak alat musik baru dikembangkan. Di samping musik istana, tradisi
musik sekuler seperti Dangak dan Hyangak terus berlanjut. Tari-tarian rakyat,
termasuk tarian petani, tarian dukun, dan tarian biarawan, menjadi populer di
kemudian hari pada periode periode Chosun, seiring dengan populernya tarian
topeng yang dikenal dengan nama Sandaenori dan tarian boneka.
Tari topeng ini
menggabungkan tarian dengan lagu dan cerita serta memasukkan unsur - unsur
shamanisme yang sangat menarik bagi rakyat biasa. Sebaliknya, pengaruh-pengaruh
Konfusius dan Budha sangat menonjol pada tarian tradisional. Pengaruh
Konfusianisme bersifat represif, sedangkan pengaruh Budha mengijinkan sikap
yang lebih toleran seperti ditunjukkan pada tari-tarian istana yang sangat
indah serta tari-tarian shaman yang ditujukan bagi orang yang telah meninggal.
b.
Seni Rupa
Lukisan dinding
pada makam-makam Koguryo, yang kebanyakan ditemukan di sekitar Jiban dan
Pyongyang, menunjukkan kebesaran seni kerajaan ini. Lukisan-lukisan dinding
pada keempat dinding dan langit-langit ruang penguburan menampilkan
gambar-gambar dengan warna cerah dan gerakan penuh energi dan dinamis, menggambarkan
pemikiran - pemikiran mengenai kehidupan di bumi dan di dunia sesudah kematian.
Seni Baekje terutama ditandai oleh permukaan yang halus serta senyum-senyum
yang hangat seperti ditemukan pada gambar tiga serangkai Budha yang dipahat
pada batu di Seosan.
Benang-benang
dari emas serta biji-biji emas yang ditemukan di dalam makam bersamadengan
perhiasan-perhiasan yang amat indah membuktikan keterampilan artistik yang
sangat tinggi dari kerajaan ini. Sementara itu, pengakuan resmi akan agama
Budha sepanjang pemerintahan Tiga Kerajaan berujung pada dibuatnya dibuatnya
patung-patung Budha. Salah satu contoh utama adalah patung Maitreya (Budha Masa
Depan) yang duduk dalam meditasi dengan salah satu jarinya menyentuh pipi.
Kerajaan Silla
Bersatu (676 – 935) mengembangkan suatu budaya artistik yang telah diperindah
dengan selera internasional yang kuat sebagai akibat dilakukannya pertukaran -
pertukaran dengan Dinasti Tang dari Cina (618 – 907). Meski demikian, tetap
saja agama Budha menjadi kekuatan pendorong utama di balik perkembangan budaya
Kerajaan Silla. Gua Seokguram, contoh sempurna seni rupa Kerajaan Silla
Bersatu, merupakan mahakarya yang tidak ada bandingannya karena
patung-patungnya yang megah, ungkapan-ungkapannya yang realistis, serta
bagian-bagiannya yang khas.
Di samping itu,
para pengrajin Kerajaan Silla juga sangat mahir dalam membuat lonceng kuil.
Lonceng-lonceng perunggu seperti Lonceng Ilahi milik Raja Seongdeok yang dibuat
pada akhir abad ke-8 terkenal karena desainnya yang elegan, suaranya yang
nyaring, serta bentuknya yang sangat besar.
Nilai artistik
Kerajaan Koryo (918 –- 1392) dapat dilihat dari barang-barang seladon. Warna
hijau seperti pada batu permata jade, disain yang elegan, dan berbagai macam
seladon Koryo merupakan keindahan yang sangat tinggi dan berbeda dari keramik -
keramik buatan Cina.
Sampai paruh
pertama abad ke-12, seladon Koryo dikenal karena warnanya yang bersih,
sedangkan pada paruh kedua abad tersebut teknik menoreh desain pada tanah liat
dan mengisi ceruk-ceruknya dengan tanah liat lunak warna putih atau hitam
menjadi ciri utamanya.
Buncheong,
periuk yang terbuat dari tanah liat berwarna abu-abu dan dihiasi dengan lapisan
tanah liat lunak warna putih, merupakan jenis keramik yang dibuat pada masa
Dinasti Chosun. Keramik ini dilapisi oleh lapisan berwarna biru keabu-abuan
yang mirip dengan jenis seladon. Yang juga menjadi produk khas dari jaman ini
adalah porselen porselen warna biru dan putih. Digunakan oleh rakyat biasa
dalam kehidupan sehari-hari mereka, barang-barang Buncheong dihiasi oleh
pola-pola bebas. Porselen putih, yang menunjukkan harmoni yang sempurna antara
lekukan-lekukan dan nadanada warna yang halus merupakan contoh puncak keindahan
seni. Dimulai pada pertengahan abad ke-15, porselen biru dan putih mulai
menunjukkan nilai estetik yang tinggi berkat polapola menawan yang dilukis pada
zat warna kobalt berwarna biru pada seluruh permukaan porselen.
c.
Seni Lukis
Walupun pelukis-pelukis Korea menunjukkan
tingkat keterampilan tertentu yang terakumulasi sejak masa Tiga Kerajaan,
sebagian besar lukisan yang dibuat telah musnah karena dilukis di atas kertas.
Akibatnya, hanya mungkin bagi kita untuk mengapresiasi lukisan-lukisan dari
masa itu dengan jumlah sangat terbatas, seperti misalnya lukisan-lukisan pada
dinding makam.
Selain lukisan-lukisan dinding Koguryo, ubin-ubin lanskap Baekje dan
Lukisan Kuda Terbang dari Kerajaan Silla menjadi bukti kekhasan dan kualitas
lukisan-lukisan
dari masa Tiga Kerajaan. Karya-karya ini menunjukkan garis-garis penuh energi
dan berani serta komposisi yang sangat teratur, yang merupakan ciri-ciri khusus
periode ini. Garis-garis yang sangat halus dan hidup menjadi ciri lukisan-lukisan ilustrasi ini. Baik
lukisan-lukisan dekoratif maupun lukisan-lukisan agama Budha mencapai puncaknya
pada masa Dinasti Koryo.
Dalam periode ini, bermacam jenis lukisan dibuat. Lukisan-lukisan dari periode
ini yang masih ada sampai sekarang terutama lukisan-lukisan agama Budha dari
abad ke-13 dan 14.
Prestasi
terbesar dalam seni lukis Korea terjadi pada periode Dinasti Chosun. Para
pelukis profesional yang terlatih serta para seniman terpelajar memainkan peran
utama dalam perkembangan seni lukis Korea. Kecenderungan ini bisa dilihat pada
lukisan-lukisan lanskap dengan tema-tema sekuler. Jeong Seon (1676 – 1758) dan
Kim Hong-do (1745 – 1816) dianggap sebagai dua pelukis utama pada periode ini.
Jeong Seon
mengisi kanvasnya dengan pemandangan indah gunung-gunung di Korea berdasarkan
gaya lukis Aliran Selatan dari Cina, sehingga ia mampu menciptakan gaya lukis
Korea yang khas. Ia telah memberikan pengaruh pada seniman Korea mana pun dalam
perkembangan selera seni kaum terpelajar pada masanya, dan hal ini terus
berlanjut sampai sekarang. Salah satu mahakaryanya adalah ”Pemandangan
Panoramik Pegunungan Geumgang.”
Sementara
itu, lukisan-lukisan Kim Hongdo sangat dihargai karena ia mampu menangkap
kehidupan sederhana para petani, pengrajin, dan pedagang. Penggambarannya yang
seksama namun penuh humor sangatlah menonjol. Pada tahun-tahun terakhir Dinasti
Chosun, gaya-gaya
seni lukis Korea semakin berkembang. Para pelukis yang tidak memperoleh latihan
sebelumnya justru muncul sebagai penghasil lukisan-lukisan rakyat yang sangat
aktif, dengan konsumen yang juga berasal dari rakyat biasa. Lukisan-lukisan
rakyat ini menampilkan penggunaan warna-warna cerah yang bebas serta desain yang
disederhanakan dan telah distilisasi atau tidak menggunakan bentuk-bentuk
natural.
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen Kebudayan Korea. [online]. Tersedia : http://world.kbs.co.kr/indonesian/korea/korea_abouttour.htm
Kebudayaan Korea. [online]. Tersedia : http://id.korean-culture.org/welcome.do
Sejarah Korea. [online]. Tersedia : www. wikipedia. co.
id.
Surajaya, I Ketut. (2006). Pengantar Sejarah
Korea(Kompilasi danTerjemahan). Depok: UI,
World Compugraphic. (Eds) (1995). Sejarah Korea. Seoul : Radio Korea Internasional, Kbs. National
Institute For Internasional Education Development Ministry Of Education Of
Korea.
Yulifar, Leli. [online]. Tersedia : http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/196412041990012-LELI_YULIFAR/tulisan_unt_jurnal/Makalah_Unt_Aspensi.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar