Disusun Oleh : Aulia Putri 0906771
Adnan Hidayat 0906076
Abstraksi
Sungai
Eufrat adalah sungai yang terletak di negara Republik Islam Irak. Didekat
sungai Eufrat terdapat sungai Tigris yang memanjang dari Anatolia, Republik
Turki hingga Republik Islam Iran. Kedua sungai ini memiliki berbagai peradaban
penting dunia. Peradaban Mesopotamia adalah peradaban yang berkembang di
wilayah sungai Eufrat dan Tigris yang terbentang dari Taurus dan Armenia sampai
Teluk Persia. Dalam bahasa Yunani,
Mesopotamia berarti “Tanah diantara Sungai-sungai”. Mesopotamia dianggap sebagai salah satu
peradaban tertua didunia.
Berbagai macam bangsa dan
pemerintahan pernah menguasai daerah Mesopotamia ini, bangsa tersebut adalah
bangsa Sumeria, Babylonia Lama, Assyiria, Babylonia baru. Bangsa Sumeria adalah
bangsa yang pertama kali menduduki wilayah Mesopotamia ini, dan membentuk
sebuah kebudayaan yang menjadi awal kebudayaan yang berkembang di daerah
tersebut. Yang kemudian pada kelanjutannya kebudayaan tersebut diteruskan oleh
bangsa-bangsa yang dapat menggantikan posisi Sumeria di Mesopotamia. Pada
dasarnya yang disebut dengan peradaban Mesopotamia adalah peradaban Sumeria itu
sendiri. Dikatakan demikian sebab secara umum, sebagaian besar peradaban
Mesopotamia dibentuk oleh bangsa Sumeria. Bangsa-bangsa yang lain yang datang
sesudahnya hanyalah meneruskan dan mengembangkan peradaban yang dicapai oleh
bangsa Sumeria.
Awal kedatangan bangsa
Sumeria ke daerah Eufrat dan Tigris
Toynbee
(2007:69):
“Para pengolah tanah di oase-oase Asia
Barat Dayakecil mungkin telah menemukan cara untuk meningkatkan irigassi alam
local secara artifisial. Untuk memanfaatkan tanah genting sungai-sungai kembar
( Tingris-Eufrat) yang dianggap sebagai hadiah, manusia harus menggunakan
teknik irigasi tiruannya dalam skala yang membutuhkan kerjasama jauh lebih
banyak manusia dibandingkan dengan apa yang pernah terjadi sebelumnya dalam hal
kerjasama apapun”
Dari
hal tersebut diatas bisa diketahui bahwa untuk mengolah, mempertahankan, dan
menjadikan tanah “hadiah” itu tidaklah mudah. Sangat dibutuhkan kerja sama
antara orang-orang Sumeria itu sendiri untuk berusaha menyuburkan tanah dan
menjadikan tanah tersebut sumber kehidupan bagi sesamanya. Dengan memanfaatkan
sumber daya alam yang mereka dapatkan dan mereka olah, dapat menjadi sumber
keuntungan bagi bangsa Sumeria itu sendiri. Karena salah satu yang menonjol
dari budaya Sumeria adalah perdagangannya. Jadi, dengan upaya dan usaha untuk
mengolah tanah yang awalnya rawa belantara ini, hasilnya bisa dirasakan kembali
oleh mereka. Seperti yang dikatakan Toynbee dalam bukunya Sejarah Umat Manusia,
kelahiran agrikultur pada daerah lembah bawah Eufrat dan Tigris menjadi pionir
penghasil pertanian yang jauh lebih besar dibanding hasil yang diperoleh dari
oasis nenek moyang yang lebih luas.
Orang
Sumeria memanglah bangsa yang awal menduduki daerah ini, namun mereka bukanlah
penduduk asli, karena sebelum mereka menjinakan rawa liar ini tidak bisa
ditempati oleh manusia. Sebagian pemukiman Sumeria paling awal yaitu Ur, Uruk,
Eridu bearda di ujung barat daya rawa besar ini yang bersebelahan dengan
jazirah Arab. Tetapi tidaklah mungkin bahwa orang-orang Sumeria berasal dari
jazirah Arab, karena bahasa mereka tidak memiliki kesamaan sedikitpun dengan
bahasa-bahasa keluara Semitik, sedangkan gelombang-gelombang migran yang
berasal dari Arab yang berpindah ke daerah Asia dan Afrika sekitarnya semuanya
berbahasa Semitik. Ridwan Maulana dalam blognya mengatakan bahwa orang Sumeria
berasal dari daerah sekitar Teluk Persia.
Perkembangan kehidupan
Bangsa Sumeria di Mesopotamia
Menurut
Toynbee dalam bukunya Sejarah Umat
Manusia (2007), selama lima atau enam abad pertama dalam sejarah peradaban
Sumeria (sekitar 3100-2500 SM) Negara-negara kota muncul berdampingan tanpa
saling bermasalah. Penempatan atau pengolahan lahan Eufrat dan Tigris dibuka
secara bertahap, dan dalam jangka waktu yang panjang, mulailah digarap dan
dibuatlah padang-padang rumput oleh orang Sumeria pendiri masing-masing kota.
Penguasaan masing-masing lahan itu tidak menimbulkan persaingan antar penggarap
lahan. Karena prestasi orang Sumeria dalam teknologi ini tidak dibarengi dengan
prestasi politik. Hampir tidak ada sumber sejarah yang menuliskan tentang
keadaan politik bansa Sumeria disana, yang ditonjolkan selalu hanya
kebudayaannya yang kaya dan luar biasa. Padalah momentum politik penting
terjadi ketika domain Negara-negara kota local yang menakin meluas
mengeliminasi zona-zona rawa yang mengisolasi dan menjadi saling bertetangga
secara langsung. Kesempurnaan kemenangan teknologi manusia atas alam di Sumeria
menimbulkan masalah-masalah politik dalam hubungan sesame manusia dan sayangnya
orang-orang sumeria tidak segera merespon tantangan social ini dengan cara
radikal, yakni sebuah unifikasi. Seperti yang terjadi di Mesir menjadi sebuah
kerajaan tunggal yang bersatu. Negara-negara kota terus bertahan, setelah
menjadi saling bertetangga, masing-masing mempertahankan indepensi kedaulatan
lokalnya sendiri.
Polytheisme, kepercayaan awal masyarakat Sumeria
Peradaban Mesopotamia menganut
kepercayaan Polytheisme yang berasal dari bangsa Sumeria. Bangsa Sumeria
menyembah Dewa-Dewi yang menguasai suatu Elemen dari alam. Dari dokumen-dokumen
orang Sumeria ini dapat dijumpai sebuah kuil untuk dewa-dewa Sumeria dan dapat
diketahui dewa-dewa yang mereka puja, yaitu :
-
Anu
atau Uruk sebagai Dewa Langit atau juga Dewa Surga.
-
Enki
atau Ea atau Eridu sebagai Dewa Kebaikan yang menguasai Air yang ada di bumi
dan sebagai Dewa penyembuh dan pembimbing sekaligus dianggap sebagai Dewa
pemberi ilmu pengetahuan dan Seni.
-
Enlil
atau Hipper sebagai Dewa yang menguasai Tanah dan Bumi. Roh Baik dan Jahat
dianggap taat dan patuh akan segala perintah dari Dewa ini.
-
Inanna
sebagai Dewa Venus dan sebagai penguasa Barat dan Timu.
-
Istar
Dewa perang dan Asmara
-
Samash
sebagai Dewa Matahari.
-
Sin
sebagai Dewa Bulan.
-
Tammuz
sebagai Dewa Tumbuh-tumbuhan.
-
Marduk
adalah dewa yang berhubungan dalam penciptaan alam semesta.
Jadi, sebagaimana masyarakat zaman kuno pada umumnya,
bangsa Sumeria merupakan masyarakat polytheistic,
yang memuja banyak dewa. Dewa-dewa yang dipuja ini merupakan ide
untuk menkontrol dalam setiap aspek kehidupan, khususnya dalam
kekuatan-kekuatan alam. Bangsa Sumeria sangat percaya bahwa dewa-dewa dan
dewi-dewi telah berprilaku layaknya manusia biasa. Para dewa dan Dewi melakukan
makan, minum, menikah, dan keluarga yang terkumpul. Disamping dewa-dewa yang
berprilaku adil dan benar, mereka juga telah bertanggungjawab terhadap kekejaman
dan penderitaan. Bagi bangsa Sumeria, kewajiban yang tertinggi yaitu
melanggengkan kesenangan para manusia dan dengan demikian bangsa tersebut harus
selalu menjaga keselamatan negara kota mereka. Masing-masing negara kota telah
mempunyai dewa dan dewi tersendiri, akan tetapi yang telah mereka sembah dengan mengorbankan
hewan-hewan, padi, dan anggur. Masyarakat Sumeria telah banyak merayakan di
hari-hari besar dengan upacara serta arak-arakan. Acara yang terpenting terjadi
pada saat pergantian tahun, yaitu ketika sang Raja mencari dan menginginkan
hadiah dari dewi Inanna, yang telah memberikannya kehidupan dan cinta. Sang
Raja telah berpartisipasi dalam acara pernikahan secara simbolik dengan para
dewi. Bangsa Sumeria meyakini bahwa ritual yang dilakukan sang Raja ini akan
membuat tahun baru menjadi bermanfaat dan makmur.
Agrikultural sebagai
surplus utama masyarakat Sumeria
Pada
awalnya, bangsa Sumeria mengolah lahan pertanian yang subur sebagai mata
pencahariannya. Lama kelamaan, bangsa Sumeria dapat membangun sistem pengairan
untuk menanggulangi banjir dan menyalurkan air ke lahan-lahan pertanian,
seperti sistem irigasi dan kanal. Dengan hasil pertanian yang melimpah, bangsa
Sumeria sekitar tahun 3.000 tahun SM membangun 12 kota-kota besar, di antaranya
kota Ur, Uruk, Lagash dan Nippur. Pada awalnya, kota-kota tersebut merupakan
kota-kota yang berdiri sendiri, sehingga disebut negara kota. Kemudian
terjadilah peperangan di antara kota-kota tersebut dan yang kalah akan menjadi
bawahan kota yang menang yang lama kelamaan memunculkan sistem pemerintahan
kerajaan (http://serumpunpadi99.blogspot.com/2011/11/peradaban-emas-yang-hilang-sumeria.html,
diunduh 17 Mei 2012)
Seperti
yang diungkapkan Toynbee (2007) :
“Jatah
surplus untuk minoritas merupakan basis ekonomi bagi pembagian kelas, tetapi
walaupun ini menjadi syarat yang memungkinkan kelas penguasa menikmati
keuntungannya, keuntungan penguasa ini dianggap sebagai imbalan dari pelayanan
kepada masyarakat secara keseluruhan.namun pada kenyataannya imbalan itu
dimanfaatkan oleh penguasa dengan menikmati kemewahan-kemewahan pribadi”
Orang
Sumeria sebagian besar hidup sebagai petani, tetapi mereka tidak memiliki tanah
sendiri. Mereka mengerjakan tanah milik para pendeta, bangsawan, dan raja.
Ketiga kelompok tersebut merupakan tuan tanah. Hal ini mengakibatkan para
petani menggantungkan hidupnya pada tuan-tuan tanah. Mereka juga telah mengenal
irigasi yang teratur. Pemupukan juga dilakukan dengan baik, sehingga hasil
pertaniannya baik. Hasil pertanian Sumeria adalah gandum dan sayur-sayuran.
Perdagangan juga berjalan dengan baik. Semula dengan ksistem barter, kemudian
berkembang menjadi sistem penggunaan uang sebagai alat tukar. Uang yang
digunakan terbuat dari logam mulia. Hal ini menunjukkan kemakmuran bangsa
Sumeria. Barang-barang yang diperdagangkan adalah wol, perak, sayur-sayuran,
gandum, minyak, mutiara, dan domba (http://afghanaus.com/sejarah-bangsa-sumeria/,
diunduh tanggal 17 Mei 2012).
Selain
mengatur sistem irigasi pengolahan tanah subur itu, sarana public sangatlah
penting, penguasa juga melayani komunitas sebagai mediator antara masyarakat dan
dewa-dewa, dan kepercayaan bersama pada kearifan dewa-dewa adalah kekuatan
spiritual yang menggerakan masyarakat di Negara Sumeria untuk berbuat kebaikan,
selain jumlah dan pembagiannya menjadi kelas-kelas social yang berbeda.
Sistem masyarakat
bangsa Sumeria di Mesopotamia
Bangsa
Sumeria memiliki struktur masyarakat dan pemerintahan yang tertata, susunan
masyarakat itu terdiri dari:
-
Raja
dan keluarganya
-
Bangsawan
dan pendeta
-
Saudagar
dan pedagang
-
Petani
-
Para
budak
Kekuasaan
tertinggi dipegang oleh seorang pendeta raja yang disebut patesi. (http://tarampapam.blogspot.com/2011/03/peradaban-lembah-sungai-tigris-dan.html,
diunduh tanggal 17 Mei 2012)
Perbedaan
kelas yang menonjol akibat perbedaan kelas antar desa dan kota merupakan
kejahatan sosial pertama yang ada di peradaban Sumeria. Kejahatan bawaan kedua
adalah perang dan kondisi ekonomi yang menimbulkan dua kejahatan ini adalah
kejahatan produksi (Toynbee, 2007). Inovasi fundamental yang diciptakan oleh
orang Sumeria sebagai spesies masyarakat baru adalah kebihan produksi,
perbedaan kelas, tulisan, arsitektur monumental, pemukiman urban dan perang,
kesemuanya ini adalah ciri-ciri baru yang khas, tetapi perubahan yang krusial
terjadi pada karakter dan fungsi dewa-dewa.
Bentuk bangsa Sumeria adalah “Negara Kota” yang
masing-masing Negara kota dipimpin oleh seorang raja. Sebagaimana telah
disinggung di muka, masing-masing raja memilki otoritas penuh baik sebagai
pemimpin politik, supervisor irigasi maupun pemimpin keagamaan. Mungkin lebih
tepat bangsa Sumeria menganut sistem pemerintahan dan bentuk negara
“kondefenderasi terbuka”. Persantuan diperlukan hanya dalam bidang militer
ketika mendapatkan serangan dari luar. Namun tidak jarang juga terjadi
persaingan dan ingin saling menguasai di antara Negara-negara kota sendiri.
Sebagai contoh ialah ketika Dungi berkuasa, bangsa Sumeria berada di bawah
kekuasaan tunggalnaya. Sistem pemerintahan bersifat despotik. Sebagai besar
penduduknya merupakan budak atau dianggap sebagai budak yang hidup dalam sebuah
tirani yang secara terpaksa harus rela menerima setiap kehendak raja. Raja
berkedudukan sebagai dewa yang memerintah manusia di bumi. Kebebasan
intelektual hanya sedikit diberikan (http://el-fathne.blogspot.com/2010/05/peradaban-mesopotamia.html, di unduh tanggal 9 Mei 2012).
Kebudayaan
Bangsa Sumeria di Mesopotamia
-
Bahasa
Bahasa Sumeria adalah bahasa yang
digunakan di Mesopotamia
selatan dari abad ke-4 SM. Bahasa ini kemudian digantikan oleh bahasa Akadia sebagai
bahasa lisan pada awal abad ke-2 SM, namun tetap digunakan dalam upacara
keagamaan, tulisan, dan ilmu pengetahuan sampai abad ke-1 SM. (http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Sumeria,
di unduh tanggal 17 Mei 2012)
Seperti
yang telah kita ketahui sebelumnya, Sebagian dari pemukiman bangsa Sumeria yang
paling awal adalah Ur, Uruk, dan Eridu yang semuanya berada di daerah wilayah
ujung barat daya rawa besar yang bersebelahan dengan jazirah Arab. Walaupun
daerah tersebut begitu berdekatan dengan wilayah jazirah Arab, bangsa Sumeria
itu sendiri bukanlah bangsa yang berasal dari jazirah Arab, karena bahasa
aktivitas sehari-hari dari bangsa Sumeria tidak memiliki aktivitas dengan
menggunakan bahasa-bahasa keluarga Semitik. Bangsa Sumeria berbeda dengan para
pendatang berurutan yang berasal dari Jazirah Arab ke daerah-daerah Asia dan
Afrika yang semuanya berbahasa Semitik (Toybee, 2007).
-
Perkembangan kebudayaan di Bidang
Kesenian
“Eksplorasi arkeologis modern telah menguak tahap-tahap
perkembangan setidaknya dua ciri khas peradaban
Sumeria yaitu: tulisan dan arsitektur candinya”
(Toynbee, 2007:71).
Peninggalan bangsa Sumeria yang antara
lain berupa lukisan - lukisan para penguasa yang terlukis dalam peta, kuil-kuil
maupun dalam gundukan-gundukan tanah yang tertutup oleh benda-benda yang tidak
berharga. Dan mereka berhasil mengungkapkan karateristik kebudayaan bangsa
Sumeria dalam bidang arsitektur Sumeria terletak pada tingkat kerumitannya yang
khas. Sebagai contoh ialah istana para raja (3500 SM ) dibangun berdasarkan
perencaan yang rumit. Bangunan terdiri dari tangga yang besar dan
tembok-temboknya dihiasi dengan relief-relief dengan bentuk binatang dan
manusia. Sebenarnya orang-orang Sumeria lebih familiar dengan bangunan-bangunan
yang berbentuk kubah. Akan tetapi karna tidak adanya batu besar di Mesopotamia
membuat bangunan-bangunan seperti itu kurang berkembang.
Seni pahat bangsa Sumeria terdiri dari
relief-relief yang digunakan untuk dekorasi dan isinya berupa cerita-cerita
yang berupa bentuk badan manusia ataupun binatang. Manusia yang kekar adalah
bentuk khas seni pahat yang paling digemari oleh bangsa Sumeria.
Tradisi
kesusasteraan Epik Gilgamesh, kisah Falsafah dan cara hidup masyarakat Mesopotamia.
Tentang kepahlawanan Gilgamesh, ada sifat dua pertiga tuhan, satu pertiga
manusia. Wajah tampan, ada kekuatan dan keberanian. Telah memerintah dan
memberikan perlindungan kepada Kota Uruk. Ceritakan juga kehidupan yang kekal
dan kesaktian. Bidang arsitektur, orang Sumeria
membangun kotanya menurut tata aturan kota yang terencana. Bangunan umumnya
terbuat dari batu bata dan tanah liat. Kemampuan mengolah logam, dari pengolahan logam
dihasilkan cermin, tongkat-tongkat, kapak, dan perlengkapan senjata lainnya.
Mereka juga pandai membuat pakaian lenan, perkakas dari tembikar dan tembaga,
serta perhiasan dari emas, (http://historiaenjoy09.blogspot.com/2012/01/peradaban-mesopotamia.html diunduh tanggal 17 Mei 2012).
-
Tulisan
sebagai upaya pemenuhan keseluruhan kebutuhan masyarakat Sumeria
Prestasi
Sumeria yang bisa dikatakan utama adalah tulisan. Penemuan tulisan sumeria adalah sebuah karya
agung, walau memang sistem penulisannya yang bisa dikatakan rumit dan janggal.
Maka dari itu tulisan ini hanya bisa dipahami oleh orang-orang tertentu saja.
Tulisan ini memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat secara keseluruhan. Kita
dapat menulusuri penciptaan tulisan yang dibuat dari piktograf-piktograf
(yakni, gambar-gambar orang, benda, peristiwa dan tindakan). Langkah kreatifnya
adalah penciptaan ideogram, lalu penciptaan fonem-fonem (yakni tanda-tanda
konvensional yang mewakili bunyi-bunyi yang digunakan sebagai bahasa tutur).
Tulisan mereka merupakan kombinasi ambigu dan arbirter antar fonem-fonem dan
ideogram-ideogram. Kelemahan ideogram adalah jumlahnya yang sangat banyak,
kelebihannya dibanding fonem adalah bahwa sebuah ide dan tanda dapat
diasosiasikan secara permanen. Walau demikian, fonem-fonem memiliki kelebihan
dibanding ideogram dalam hal jumlahnya yang terbatas.
Tulisan bangsa Sumeria bentuknya
menyerupai paku, sehingga disebut tulisan Paku. Tulisan Paku ini mirip dengan
huruf Cina. Tulisan Paku bangsa Sumeria itu dipahat pada lempengan tanah liat
yang dibakar atau dikeringkan. Hal-hal yang ditulis adalah adat istiadat,
perjanjian dagang, dan catatan jual beli. Dalam perkembangannya, tulisan paku
menjadi dasar tulisan Latin yang kita pergunakan sekarang ini. Dalam bidang ilmu
pengetahuan, bangsa Sumeria memberikan sumbangan yang tidak kecil terhadap
peradaban dunia, meskipun tidak sebesar bangsa mesir kuno. Beberapa sumbangan
dalam bidang ilmu pengetahuan dapat diungkapkan di sini antara lain ialah
“tulisan paku”. Tulisan paku ialah sebuah tulisan yang berbentuk baji (irisan)
yang tertulis di atas lempengan-lempengan tanah kering dalam bentuk empat
persegi. Pada awalnya tulisan ini menggunkan sistem pictografi. Secara
berangsur-angsur sistem itu berubah menjadi lambang ujaran (phoenitik signa)
hingga menjadi 150 lambang ujaran (huruf) (http://afghanaus.com/sejarah-bangsa-sumeria/)
[diunduh tanggal 17 Mei 2012].
Dari
catatan tertulis dan gambar inilah maka fase awal kehidupan peradaban Sumeria
menunjukkan ciri-ciri yang sama dengan anggota-anggota lain dari kelompok
masyarakat yang darinya lahir peradaban yang dikenal paling tua. Dengan
mengolah lahan subur tersebut, orang-orang Sumeria menjadi masyarakat yang
menghasilkan surplus. Surplus ini disediakan untuk minoritas istimewa yang
memang dialah yang mengurusi prodeksi pangan yang masih menyita seluruh
kehidupan mayoritas masyarakatnya.
Penutup
Bangsa Sumeria adalah bangsa yang
pertama kali menduduki wilayah Mesopotamia ini, dan membentuk sebuah kebudayaan
yang menjadi awal kebudayaan yang berkembang di daerah tersebut. Yang kemudian
pada kelanjutannya kebudayaan tersebut diteruskan oleh bangsa-bangsa yang dapat
menggantikan posisi Sumeria di Mesopotamia. Penempatan
atau pengolahan lahan Eufrat dan Tigris dibuka secara bertahap, dan dalam
jangka waktu yang panjang, mulailah digarap dan dibuatlah padang-padang rumput
oleh orang Sumeria pendiri masing-masing kota. Penguasaan masing-masing lahan
itu tidak menimbulkan persaingan antar penggarap lahan. Peradaban Mesopotamia menganut
kepercayaan Polytheisme yang berasal dari bangsa Sumeria. Bangsa Sumeria
menyembah Dewa-Dewi yang menguasai suatu Elemen dari alam. Orang
Sumeria sebagian besar hidup sebagai petani, tetapi mereka tidak memiliki tanah
sendiri. Mereka mengerjakan tanah milik para pendeta, bangsawan, dan raja.
Ketiga kelompok tersebut merupakan tuan tanah. Hal ini mengakibatkan para
petani menggantungkan hidupnya pada tuan-tuan tanah. Mereka juga telah mengenal
irigasi yang teratur. Pemupukan juga dilakukan dengan baik, sehingga hasil
pertaniannya baik.
Daftar Pustaka
Toynbee, Arnold, 2004. “Sejarah
Umat Manusia; Uraian Analitis, Kronologis, Naratif, dan Komparatif”. terj.
Agung Prihantoro dkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sjamsuddin,
Helius. 2007. “Metodologi Sejarah”.
Yogyakarta: Ombak
[diunduh tanggal
17 Mei 2012]
http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Sumeria
[di unduh tanggal 17 Mei 2012]
[diunduh tanggal 17 Mei
2012]
info menarik
BalasHapus