ABSTRAK
Diki
Hidayat (1206428)
Ryan
Hermawan (1202585)
Zimbabwe
adalah sebuah negara tanpa lautan yang dikelilingi oleh daratan yang berada di
bagian selatan Afrika. Zimbabwe pernah berada dibawah kekuasaan Inggris, dan
mendeklarasikan kemerdekaannya pada tanggal 18 April 1980 dengan Robert Mugabe
sebagai presiden pertamanya. Zimbabwe dikenal sebagai negara kuno yang kaya
akan gading dan emas. Bahkan sampai saat ini, Zimbabwe
diberkati dengan kelimpahan berbagai bahan tambang seperti emas, tembaga, bijih
besi, nikel, platinum, lithium, batubara, kromium, dan asbes. Negara ini
mempunyai iklim tropis dan mengalami hujan lebih dari lima bulan setiap tahun.
Memanfaatkan tanah yang subur dan kaya akan bahan tambang, masyarakat di
Zimbabwe mayoritas bekerja di sektor pertanian dan pertambangan.
Zimbabwe
adalah satu dari banyak negara yang sedang berkembang dan bangkit dari
keterpurukan dan kemiskinan. Masalah ekonomi di negara ini sangat memprihatinkan,
hal ini berkaitan dengan sistem pemerintahan yang ada di Zimbabwe sendiri. Tidak
dapat dipungkiri suatu kebijakan politik dalam suatu negara dapat mempengaruhi
sistem pereokonomian di negara tersebut. Kebijakan Robert Mugabe yang pada saat
itu menjabat sebagai presiden mengeluarkan program landreform. Landreform mengandung
dua makna yaitu pada suatu sisi negara dapat mengambil tanah-tanah yang
dikuasai oleh perorangan kemudian membagi-bagikan tanah tersebut (kepada
perorangan tentunya) dalam unit yang kecil, dalam hal ini tentunya sesuai
dengan prosedur yang telah ditentukan. Tapi di dalam pelaksanaannya, program
ini lambat dalam mendistribusikan tanah subur kepada petani, sehingga Robert
Mugabe memberlakukan fast-track land
reform, bentuk lain dari landreform tetapi
pelaksanaannya bersifat memaksa.
Kebijakan
tersebut di ambil agar Zimbabwe dapat terlepas dari ekonomi yang masih labil
dan bisa bersaing dengan negara di eropa dan barat yang sudah lebih dulu
memulai merintis kehidupan ekonomi negaranya. Karena di benua Afrika masih
terpengaruh oleh kolonialisasi dan beberapa daerahnya berjuang memperoleh
kemerdekaan, di sekitar negara Zimbabwe juga masih terjadi konflik yang
memberikan tantangan bagi Zimbabwe untuk berjuang menyeimbangkan perekonomian
agar bisa sejajar dengan negara yang berada di luar Afrika.
Dalam
perkembangan ekonomi di negara berkembang selalu dihiasi oleh hambatan dan
rintangan yang sewaktu-waktu bisa meruntuhkan keberhasilan yang sudah ditempuh
dengan usaha yang tidak sedikit dan waktu yang singkat.
Meskipun
ekonomi tumbuh rata-rata lebih dari 4% per tahun antara 1980-1990. Dekade
berikutnya melihat pertumbuhan yang lebih, tapi ini semua berubah pada tahun
2000. Disinilah merupakan titik balik utama bagi perekonomian mereka. Pertanian
merupakan ekspor utama Zimbabwe, dan banyak peternakan yang sebelumnya
memproduksi dan mengekspor tanaman di luar negeri kini dialihkan ke tangan
orang lain, dalam banyak kasus, peternakan mereka berada di tangan pejabat
pemerintah yang tidak tahu bagaimana bertani. Inflasi pada tahun 2000 di
Zimbabwe lebih dari 55%, tetapi hanya satu tahun kemudian pada tahun 2001
inflasi telah mencapai lebih dari 112%. Tanah terus didistribusikan, modal
terbang keluar negeri. Investor kehilangan kepercayaan yang diinvestasikan ke
Zimbabwe, dan tidak ingin mengambil risiko memiliki modal mereka terikat dengan
rezim Mugabe. Inflasi pada tahun 2003 adalah 598%. Dolar Zimbabwe mulai runtuh.
Dengan barang esensial yang diimpor ke Zimbabwe, serta melemahnya mata uang mereka membuat produk lebih mahal untuk dibeli seperti makanan dan tempat tinggal. Pada tahun 2006, Dr Gideon Gono, kepala The Reserve Bank of Zimbabwe, melakukan 're-evaluasi, "di mana mata uang baru akan dicetak. Dolar 'Baru' itu bernilai sekitar 1000 dolar. Inflasi pada tahun 2006 adalah 1.281%. Angka itu terus bertambah hingga mencapai angka 2.2juta% pada tahun 2008. Angka ini amat-sangat mencengangkan, nilai mata uang Zimbabwe sangat kehilangan daya belinya.
Dengan barang esensial yang diimpor ke Zimbabwe, serta melemahnya mata uang mereka membuat produk lebih mahal untuk dibeli seperti makanan dan tempat tinggal. Pada tahun 2006, Dr Gideon Gono, kepala The Reserve Bank of Zimbabwe, melakukan 're-evaluasi, "di mana mata uang baru akan dicetak. Dolar 'Baru' itu bernilai sekitar 1000 dolar. Inflasi pada tahun 2006 adalah 1.281%. Angka itu terus bertambah hingga mencapai angka 2.2juta% pada tahun 2008. Angka ini amat-sangat mencengangkan, nilai mata uang Zimbabwe sangat kehilangan daya belinya.
Terjadinya
krisis ekonomi global (krisis moneter) yang terjadi di berbagai negara, baik
negara berkembang maupun negara maju membuat beberapa mata uang negara
mengalami penurunan kurs dan harga bahan-bahan pokok meningkat secara drastis.
Namun yang dialami Zimbabwe jauh lebih parah dibanding negara-negara lain yang
mengalami dampak krisis global ini.
Dari
penyebab tersebut Zimbabwe mengalami inflasi yang mencapai 2,2juta% sehingga
membuat perekonomian menjadi tak terkendali, banyak penanam modal asing yang kehilangan
sahamnya karena inflasi tersebut dan membuat Zimbabwe di enggan untuk para
penanam modal untuk menanamkan modalnya karena takut kehilangan. Sebenarnya apa
yang dialami Zimbabwe bukan hanya sekedar inflasi, karena yang terjadi di
Zimbabwe ini adalah iflasi yang tidak terkendali atau bisa dikatakan yang
dialami negara Zimbabwe adalah hiperinflasi.
Akibat
dari hiperinflasi tersebut Zimbabwe harus redenominasi mata uang untuk
mengurangi pengaruh dari inflasi. Mereka mencetak mata uang dengan nominal yang
100 triliun dolar Zimbabwe. Di sana untuk membayar ongkos angkutan umum seperti
bus, kita harus membayar 3 triliun dolar Zimbabwe, namun itu setara dengan 50
sen mata uang Amerika Serikat dan apabila dirupiahkan itu setara dengan Rp.
5000. Contoh keunikan lain di negara ini adalah selain berlakunya dolar
Zimbabwe sebagai alat pembayaran, berlaku juga mata uang asing seperti dolar
Amerika dan Rand mata uang Afrika selatan. Akibat dari banyaknya mata uang yang
berlaku, tidak sedikit masyarakat Zimbabwe yang kembali melakukan sistem barter
karena kebingungan untuk menentukan kembalian dan kesulitan masyarakat untuk
membawa uang yang banyak hanya untuk membeli sesuatu. Beberapa pertokoan bahkan
mengganti uang kembali dengan permen, cokelat, atau kupon yang ditulis tangan
dan berlaku sebagai alat tukar. Ada kasus dimana seorang yang ingin membeli
roti harus membawa satu gerobak penuh berisi uang hanya untuk membeli beberapa
potong roti.
Saking
parahnya hiperinflasi, kas negara Zimbabwe hanya sebesar US$ 217 atau sekitar
Rp 2,06 juta (Rp 9.500/US$) yang tersimpan di bank. Dana tersebut merupakan
anggaran pemerintah untuk kepentingan publik tahun ini. Kondisi negara Zimbabwe
yang seperti ini harus segara menemukan pemecahan masalah mengingat bahwa
kondisi ekonomi Zimbabwe akan menjadi efek domino yang panjang bagi Zimbabwe
sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar