Kamis, 20 November 2014

Hiperinflasi di Tanah Menjanjikan, Zimbabwe (1990-2009)


ABSTRAK
Diki Hidayat (1206428)
Ryan Hermawan (1202585)
Zimbabwe adalah sebuah negara tanpa lautan yang dikelilingi oleh daratan yang berada di bagian selatan Afrika. Zimbabwe pernah berada dibawah kekuasaan Inggris, dan mendeklarasikan kemerdekaannya pada tanggal 18 April 1980 dengan Robert Mugabe sebagai presiden pertamanya. Zimbabwe dikenal sebagai negara kuno yang kaya akan gading dan emas. Bahkan sampai saat ini, Zimbabwe diberkati dengan kelimpahan berbagai bahan tambang seperti emas, tembaga, bijih besi, nikel, platinum, lithium, batubara, kromium, dan asbes. Negara ini mempunyai iklim tropis dan mengalami hujan lebih dari lima bulan setiap tahun. Memanfaatkan tanah yang subur dan kaya akan bahan tambang, masyarakat di Zimbabwe mayoritas bekerja di sektor pertanian dan pertambangan.
Zimbabwe adalah satu dari banyak negara yang sedang berkembang dan bangkit dari keterpurukan dan kemiskinan. Masalah ekonomi di negara ini sangat memprihatinkan, hal ini berkaitan dengan sistem pemerintahan yang ada di Zimbabwe sendiri. Tidak dapat dipungkiri suatu kebijakan politik dalam suatu negara dapat mempengaruhi sistem pereokonomian di negara tersebut. Kebijakan Robert Mugabe yang pada saat itu menjabat sebagai presiden mengeluarkan program landreform. Landreform mengandung dua makna yaitu pada suatu sisi negara dapat mengambil tanah-tanah yang dikuasai oleh perorangan kemudian membagi-bagikan tanah tersebut (kepada perorangan tentunya) dalam unit yang kecil, dalam hal ini tentunya sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. Tapi di dalam pelaksanaannya, program ini lambat dalam mendistribusikan tanah subur kepada petani, sehingga Robert Mugabe memberlakukan fast-track land reform, bentuk lain dari landreform tetapi pelaksanaannya bersifat memaksa.
Kebijakan tersebut di ambil agar Zimbabwe dapat terlepas dari ekonomi yang masih labil dan bisa bersaing dengan negara di eropa dan barat yang sudah lebih dulu memulai merintis kehidupan ekonomi negaranya. Karena di benua Afrika masih terpengaruh oleh kolonialisasi dan beberapa daerahnya berjuang memperoleh kemerdekaan, di sekitar negara Zimbabwe juga masih terjadi konflik yang memberikan tantangan bagi Zimbabwe untuk berjuang menyeimbangkan perekonomian agar bisa sejajar dengan negara yang berada di luar Afrika.
Dalam perkembangan ekonomi di negara berkembang selalu dihiasi oleh hambatan dan rintangan yang sewaktu-waktu bisa meruntuhkan keberhasilan yang sudah ditempuh dengan usaha yang tidak sedikit dan waktu yang singkat.
Meskipun ekonomi tumbuh rata-rata lebih dari 4% per tahun antara 1980-1990. Dekade berikutnya melihat pertumbuhan yang lebih, tapi ini semua berubah pada tahun 2000. Disinilah merupakan titik balik utama bagi perekonomian mereka. Pertanian merupakan ekspor utama Zimbabwe, dan banyak peternakan yang sebelumnya memproduksi dan mengekspor tanaman di luar negeri kini dialihkan ke tangan orang lain, dalam banyak kasus, peternakan mereka berada di tangan pejabat pemerintah yang tidak tahu bagaimana bertani. Inflasi pada tahun 2000 di Zimbabwe lebih dari 55%, tetapi hanya satu tahun kemudian pada tahun 2001 inflasi telah mencapai lebih dari 112%. Tanah terus didistribusikan, modal terbang keluar negeri. Investor kehilangan kepercayaan yang diinvestasikan ke Zimbabwe, dan tidak ingin mengambil risiko memiliki modal mereka terikat dengan rezim Mugabe. Inflasi pada tahun 2003 adalah 598%. Dolar Zimbabwe mulai runtuh.

Dengan barang esensial yang diimpor ke Zimbabwe, serta melemahnya mata uang mereka membuat produk lebih mahal untuk dibeli seperti makanan dan tempat tinggal. Pada tahun 2006, Dr Gideon Gono, kepala The Reserve Bank of Zimbabwe, melakukan 're-evaluasi, "di mana mata uang baru akan dicetak. Dolar 'Baru' itu bernilai sekitar 1000 dolar. Inflasi pada tahun 2006 adalah 1.281%. Angka itu terus bertambah hingga mencapai angka 2.2juta% pada tahun 2008. Angka ini amat-sangat mencengangkan, nilai mata uang Zimbabwe sangat kehilangan daya belinya.
Terjadinya krisis ekonomi global (krisis moneter) yang terjadi di berbagai negara, baik negara berkembang maupun negara maju membuat beberapa mata uang negara mengalami penurunan kurs dan harga bahan-bahan pokok meningkat secara drastis. Namun yang dialami Zimbabwe jauh lebih parah dibanding negara-negara lain yang mengalami dampak krisis global ini.
Dari penyebab tersebut Zimbabwe mengalami inflasi yang mencapai 2,2juta% sehingga membuat perekonomian menjadi tak terkendali, banyak penanam modal asing yang kehilangan sahamnya karena inflasi tersebut dan membuat Zimbabwe di enggan untuk para penanam modal untuk menanamkan modalnya karena takut kehilangan. Sebenarnya apa yang dialami Zimbabwe bukan hanya sekedar inflasi, karena yang terjadi di Zimbabwe ini adalah iflasi yang tidak terkendali atau bisa dikatakan yang dialami negara Zimbabwe adalah hiperinflasi.
Akibat dari hiperinflasi tersebut Zimbabwe harus redenominasi mata uang untuk mengurangi pengaruh dari inflasi. Mereka mencetak mata uang dengan nominal yang 100 triliun dolar Zimbabwe. Di sana untuk membayar ongkos angkutan umum seperti bus, kita harus membayar 3 triliun dolar Zimbabwe, namun itu setara dengan 50 sen mata uang Amerika Serikat dan apabila dirupiahkan itu setara dengan Rp. 5000. Contoh keunikan lain di negara ini adalah selain berlakunya dolar Zimbabwe sebagai alat pembayaran, berlaku juga mata uang asing seperti dolar Amerika dan Rand mata uang Afrika selatan. Akibat dari banyaknya mata uang yang berlaku, tidak sedikit masyarakat Zimbabwe yang kembali melakukan sistem barter karena kebingungan untuk menentukan kembalian dan kesulitan masyarakat untuk membawa uang yang banyak hanya untuk membeli sesuatu. Beberapa pertokoan bahkan mengganti uang kembali dengan permen, cokelat, atau kupon yang ditulis tangan dan berlaku sebagai alat tukar. Ada kasus dimana seorang yang ingin membeli roti harus membawa satu gerobak penuh berisi uang hanya untuk membeli beberapa potong roti.
Saking parahnya hiperinflasi, kas negara Zimbabwe hanya sebesar US$ 217 atau sekitar Rp 2,06 juta (Rp 9.500/US$) yang tersimpan di bank. Dana tersebut merupakan anggaran pemerintah untuk kepentingan publik tahun ini. Kondisi negara Zimbabwe yang seperti ini harus segara menemukan pemecahan masalah mengingat bahwa kondisi ekonomi Zimbabwe akan menjadi efek domino yang panjang bagi Zimbabwe sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar