Rabu, 13 November 2013

Pembangunan di Negara Swedia

Daman: 1000116 
Nuris Tyanti: 1002974

ABSTRAK
Jika melihat pada perkembangan dan pembangunan yang dilakukan Swedia, dapat dilihat bahwa Negara Swedia mengadopsi teori pembangunan ekonomi dari Rostow. Dimana menurut Rostow terdapat 5 tahap pembangunan ekonomi yaitu tahap masyarakat tradisional (the traditional society), prasyarat tinggal landas (the preconditions of take-off), tahap tinggal landas (take-off), menuju kedewasaan (the drive to maturity) dan masa konsumsi tinggi (the age of hingh mass-comsumtion). Dasar pembedaan ke lima tahap tersebut ialah karakteristik perubahan keadaan ekonomi, sosial, dan politik yang terjadi.
Awal komoditi yang dihasilkan oleh Swedia adalah industri tradisional seperti baja, kertas, dan pulpen. Kemudian Swedia mulai mengalami masa tinggal landas pada tahun 1868 yang menurut Rostow ditandai dengan terjadinya kenaikan investasi produktif dari 5% menjadi 10%, serta terjadinya beberapa perkembangan sektor industri dengan tingkat pertumbuhan yang sangat tingggi. Tahap selanjutnya yang dialami oleh Swedia yaitu pada tahun 1930 dimana masyarakatnya telah mencapai tahap menuju kedewasaan. Kemudian negara Swedia bergerak ke tahap konsumsi tinggi yang ditandai dengan memperluas pengaruh ke luar negeri, dan menciptakan negara sejahtera.
Sebagai Negara Kesejahteraan (Welfare State), Swedia mempertahankan sistem ENKnya melalui warganya banyak yang berbisnis dan berpropesi dibidang pengembangan sumber daya alam (SDA), seperti sektor perhutanan, industri otomotif, dan teknologi. Swedia adalah negara yang memiliki kekayaan SDA seperti kayu, biji besih besi dan gandum. Karena sumber daya manusianya memiliki keterampilan yang tinggi, maka Swedia juga terkenal unggul dalam teknologi navigasi kapal laut (perusahaan galangan kapal laut di Gottenbourg) industri otomotif misalnya volvo, dan telekomunikasi (perusahaan Sony Ericsson). Dari perusahaan-perusahaan ini, negara memperoleh penerimaan pajak yang besar untuk kemudian dikelola dan dibelanjakan oleh negara dalam bentuk jaminan sosial dan pelayanan publik pada warganya.

Rabu, 06 November 2013

Perkembangan Ekonomi Vietnam dan Teori Modernisasi



Budi Mulyana             1006560
Faruq Abdul Aziz       1006288



Abstrak
Negara Vietnam merupakan negara yang pertumbuhan ekonominya selalu tinggi dalam 10 tahun belakangan. Pada tahun 2007 pertumbuhan itu bahkan mencapai 8,5persen atau yang tertinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonominya sebesar 7,5 persen. Bank-bank di sana juga tercatat paling agresif menyalurkankredit akibat tingginyapermintaan akan bahan bangunan dan material lainnya untuk sektor properti.
Perekonomian Vietnam berada dalam masa transisi dari ekonomi terpusat yang direncanakanmurni berdasarkan pertanian ke pasar ekonomi sosialis.Vietnam memulai pada sebuah reformasi ekonomi yang dikenal sebagai ‘DoiMoi’ yang membuka jalan bagi Vietnam.Pada dasarnya, reformasi ekonomi ini termasuk rencana yang diarahkan pada pengembangan pasar multi-sektoral, mereformasiperbankan, hukum, fiskal dan moneter sistem, mengendalikan inflasi dan anggaran nasional; dan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk menarik investasi, khususnya investasi langsung asing.
Pertumbuhan dalam perdagangan internasional Vietnam juga amat mengesankan. Hal ini dapat dilihat dari ekspor pada tahun 1994 total US $ 4050000000, yang mengalami kenaikan dari US $ 2,4miliar pada tahun 1990, sedangkan total impor lebih dari dua kali lipat, dari US $ 2750000000 menjadi US $ 5830000000 pada tahun 1990 dan 1994. Pertumbuhan impor ini tentu saja didorong oleh permintaan atas barang modal, mengikuti aliran kuat dari investasi langsung asing.
Ekspor utama Vietnam adalah minyak mentah, tekstil dan garmen, beras, kopi, karet, batu bara, perikanan dan hasil olahan hutan. Meskipun produkpertanian masih mendominasi dalam daftar ekspor, hal ini akan berubah seiring usaha Vietnam memperluas basis industri nya. Dari segi produkimpor, impor utama Vietnam adalah produk minyak bumi, baja, pupuk, elektronik, mesin dan peralata
Perkembangan Vietnam dalam ekonomi ini dapat dikaitkan dengan teori Modernisasi, dimana negara Vietnam berusaha memodernisasikan negaranya dengan carameminjam modal asing pihak-pihak barat.Pihak pemerintah Vietnam pun mulai memperbolehkan perusahaan-perusahaan asing untuk masuk ke negara Vietnam seperti perusahaan makanan cepat saji.
Perekonomian Vietnam pada dasarnya meningkat dengan tajam karena mereka mau menerima pihak asik baik dari segi budaya maupun bantuan berupa dana yang masuk ke negara Vietnam. Hal tersebut berbandinglurus dengan konsep dasar teori modernisasi dimana negara berkembang dapa berkembang dengan baik jika memiliki dana yang diberikan oleh pihak asing. Sikap Vietnam juga dimana mereka mampu menerimapihak asing dengan terbuka juga sesuai dengan salah satu ciri-ciri manusia modern yang dipaparkan oleh Alex Inkeles
 

PEMBANGUNAN DI NEGARA JEPANG (Sejarah, Nilai-Nilai Dan Permasalahan)



Agun Cahyadi             1006146
Niza Egal Septhiady   1006809



Pembangunan-pembangunan di indonesia sebagai negara berkembang (negara ketiga istilah dalam Teori Modernisasi Pasca Perang Perang Dunia Ke II ) ditujukan untuk mencapai atau bertitiktolak kepada negara-negara maju seperti Amerika. Disisi lain pembangunan tersebut memberi dampak terhadap perubahan sosial yang Dalam perkembangan pembangunan-pembangunan ekonomi kesiapan masyarakat atau mentalitas dalam pembangunan  kurang disadari, menurut Koentjaraningrat (1985:45) sifat kelemahan dalam mentalitas masyarakat Indonesia menjauhkan dari jiwa pembangunan.
Sifat-sifat itu diantaranya a) sifat mentalitas yang meremehkan mutu b) sifat mentalitas yang suka menerabas c) sifat tak percaya kepada diri sendiri d) sifat tak disiplin e) sifat mentalitas yang suka mengabaikan tanggung jawab yang kokoh.
Berangkat dari teori modernisasi baru yang dalam pembangunan tersebut tidak perlu terpatok kepada negara maju saja (Amerika), namun dapat ke segala arah. Jepang dapat dijadikan suatu contoh negara yang dapat ditiru dalam pembangunan di Indonesia..
Pembangunan di Jepang dalam hal ini modernisasi di Jepang, sudah terjadi pada Masa Meiji (1868-1912). Di bawah kaisar Meiji Jepang bergerak maju dalam pembentukan suatu bangsa yang modern yang memiliki perindustrian yang modern, lembaga-lembaga politik yang modern dan pola masyarakat yang modern. Pada tahun pertama pemerintahannya kaisar Meiji memindahkan ibukota kekaisaran dari Kyoto ke Edo, tempat kedudukan pemerintah feodal. Edo diberi nama Tokyo (ibukota timur). Di umumkan undang-undang dasar yang menetapkan sebuah kabinet dan badan-badan legislatif yang terdiri dari dua dewan. Golongan-golongan lama pada masa feodal yang membuat masyarakat terbagi-bagi di hapuskan. Pemerintahan Meiji membawa pencerahan dan imajinatif membantu membimbing bangsanya melalui peralihan yang penuh dinamika puluhan tahunnya.
Setelah zaman Meiji industrialisasi berarti pembentukan kota-kota industri baru dan ini juga ikut menyebabkan terjadinya konsentrasi penduduk di kota-kota. Di sisi lain banyak kota di Jepang yang pada mulanya merupakan kota puri milik pangeran-pangeran feodal tetap mempertahankan ciri feodalistiknya dengan penyesuaian modern. Dengan demikian meskipun aspek fisik dan material pertumbuhan itu menimbulkan terjadinya masyarakat perkotaan, namun ciri komunal yang mendalam itu tetap hidup dalam struktur sosial kota-kota Jepang (Fukutake, 1981: 5).  
Dalam pembangunan di Jepang setelah perang dunia ke 2, perekonomian Jepang hampir seluruhnya lumpuh akibat kerusakan perang diantaranya diakibatkan karena kekurangan pangan yang parah, inflasi yang tak terbendung dan pasar gelap dimana-mana. Rakyat Jepang mulai membangun ekonominya melalui tiga cara; Pertama, Demiliterisasi pasca perang dan larangan persenjataan kembali yang tertera dalam undang-undang dasar yang baru meniadakan beban berat pada sumber ekonomi bangsa dari pengeluaran di sektor militer. Kedua, pemecahan zaibatsu (gabungan bisnis atau trust yang besar) melepaskan kekuatan persaingan bebas. Dalam hal ini pertanian disalurkan kembali berdasarkan skala besar khususnya dalam sewa tanah pertanian. Ketiga, sistem prioritas produksi batu bara merupakan suatu usaha pemusatan utama dari usaha industri bangsa (International Society for educational information,1989:36)  
Dalam melihat sikap masyarakat Jepang dalam menyikapi pembangunan kita dapat melihat dari aspek nilai-nilai budaya yang berkembang dan  sejauh mana pandangan pemerintah terhadap peran pendidikan dalam pembangunan. Kesadaran status tradisional bangsa Jepang yang telah bertahan cukup lama memiliki kelebihan untuk merangsang rakyat dan berusaha mengembangkan perekonomian bersamaan dengan nilai tradisional yang dimiliki bangsa Jepang. Berkaitan dengan nilai-nilai tradisional dalam pembangunan, nilai-nilai tradisional di pandang tidak sebagai penghambat pembangunan lagi, namun nilai-nilai tradisional positif mampu menumbuhkan sikap mentalitas masyarakat dalam pembangunan tersebut.
Tradisi zaman Meiji menekankan tujuan untuk memiliki pengetahuan teknik barat sambil sementara itu tetap memelihara semangat Jepang (wakonyosai), sekaligus menitikberatkan pentingnya kesalehan-kesalehan timur serta ilmu pengetahuan dan teknologi barat mengacaukan modernisasi sehingga orang lebih mementingkan perkembangan ekonomi dan perluasan kekauatan militer (Fukutake, T, 1981: 2). Pada zaman Meiji pun seperti yang telah dibahas sebelumnya terjadi urbanisasi kedaerah perkotaan yang menjadi hal yang unik penduduk yang mengalir kedalam kota-kota besar itu tidaklah berubah menjadi warga negara modern tetapi mempertahankan ikatan-ikatan mereka dengan daerah-daerah pedesaan asal usul mereka.
Bangsa Jepang telah mengetahui peran pendidikan dalam aspek kehidupan itu sangat penting khususnya dalam pembangunan. Karena melalui pendidikan pun nilai-nilai budaya di berikan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan melalui pendidikan pun merupakan salah satu pembentukan kepribadian modern (mentalitas).
Permasalahan yang dihadapi oleh Jepang dalam pembangunan yaitu ketergantungan dengan-negara lain. Khususnya negara-negara penghasil bahan baku dalam produksi industri di Jepang. Hal tersebut  tidak terlepas  dari ketersediaan negara Jepang tehadap sumber daya alam yang dimiliki. Selain itu masalah keadaan geografis Jepang yang rawan bencana alam berupa gempa. Namun dengan hal itu menjadikan suatu tantangan tersendiri untuk bangsa Jepang dalam pembangunan.
 

Selasa, 05 November 2013

KEBANGKITAN EKONOMI JEPANG PASCA PERANG DUNIA II

Diah Larasati (1206552)

Rahman Nurdin (1000422)

ABSTRAK
            Jepang merupakan negara maju yang memiliki perekonomian yang kuat. perusahaan-perusahaan milik Jepang sudah terkenal di seluruh dunia, mulai dari barang-barang elektronik sampai kendaraan. Bahkan di Indonesia, kendaraan-kendaraan bermerek Jepang seperti Honda, Yamaha, Suzuki, Kawasaki, Toyota, Isuzu, Daihatsu, dan sebagainya sangat mendominasi. Namun perlu diketahui bahwa untuk menjadi seperti saat ini, tentunya tidak semudah yang kita kira. Tercatat bahwa Jepang membutuhkan proses yang panjang untuk mencapai kemajuan seperti saat ini. Ini bisa kita lihat dalam perjalanan sejarah bangsa Jepang.
            Untuk bisa seperti sekarang, Jepang harus “berguru” kepada para “pemilik peradaban”. Pada masa Klasik, Jepang “berguru” ke negeri China yang menjadi pusat peradaban di Asia Timur kala itu. Segala yang diperoleh dari negeri China oleh Jepang dikembangkan di negerinya, kemudian ditempa dengan baik hingga membentuk mental dan karakter khas bangsa Jepang. Kemudian saat Restorasi Meiji tiba, Jepang disibukkan dengan “berguru” kepada Barat. Hasilnya menjadikan Jepang sebagai negara modern pertama di Asia yang sejajar dengan bangsa Barat. Bahkan Jepang menjelma menjadi negara yang kuat, imperialis, dan terlibat dalam Perang Dunia II. Kekalahan dalam Perang Dunia ke II serta hancurnya dua kota besar Jepang (Hiroshima dan Nagasaki) akibat bom atom ternyata tak membuat Jepang habis. Mereka kemudian “berguru” kepada negara super power Amerika Serikat. Jepang pun dengan cepat kembali bangkit seperti yang bisa kita lihat sekarang.
            Meskipun Jepang banyak “berguru” ke negeri orang, namun Jepang tidak meninggalkan karakteristik watak dan mental mereka. Dalam memodernisasi negaranya, Jepang tidak meninggalkan unsur-unsur tradisi lamanya. Justru mereka memadukan unsur tradisional dengan modernisasi. Hasilnya, Jepang bisa dengan cepat menjelma menjadi salah satu kekuatan Ekonomi dunia.

Menanggapi tulisan penyaji mengenai Kebangkitan Ekonomi Jepang Pasca Perang Dunia II diatas, penulis setuju mengenai isi pokok tulisan yang menyatakan bahwa kebangkitan ekonomi jepang disebabkan karena adanya pembaharuan yang dilakukan bangsa jepang tanpa meninggalkan nilai – nilai tradisional yang telah tertanam kuat di dalam masyarakatnya.
            Akan tetapi selain factor internal dari masyarakatnya, ada pula pengaruh dari eksternal yakni mengenai pendudukan sekutu di Jepang. Pasca PD II Jepang diduduki oleh sekutu yang pada masa itu dikendalikan oleh Amerika Serikat. Adanya pengaruh negara Barat ini membawa bibit nilai-nilai demokratis dalam bidang politik dan nilai-nilai liberal dalam bidang perekonomian Jepang.
            Berakhirnya perang meninggalkan ekonomi Jepang dalam kehancuran. Sekutu memberlakukan pelucutan senjata, liberalisasi, unifikasi wilayah dan desentralisasi ekonomi di Jepang. Sekutu yang dimotori oleh Amerika Serikat, menginginkan kemakmuran dan kekuatan ekonomi di Jepang saat itu tidak terkonsentrasi, tetapi harus lebih disebarluaskan (desentralisasi) dan dijadikan perusahaan publik dalam kerangka demokrasi.
            Selain akibat kebijakan AS yang diberlakukan di Jepang tersebut, Negara jepang sendiri mempunyai jiwa nasionalisme yang tinggi. Pengaruh AS yang menjadikan Jepang Modern tak lantas membuat Jepang lupa terhadap tradisi leluhurnya, bahkan tradisi dan budaya di Jepang justru mendukung tercapainya kebangkitan Negara matahari terbit ini.          Modernisasi yang mereka lakukan tidak menghilangkan atau melenyapkan nilai-nilai tradisional yang telah ada sebelumnya. Modernisasi yang mereka jalankan malah dapat berjalan beriringan dengan nilai-nilai tradisional yang telah ada di dalam kehidupan masyrakatnya. Sehingga saya sependapat dengan penyaji bahwa modernisasi yang Jepang lakukan pasca PD II sejalan dengan Teori Modernisasi Baru dimana nilai-nilai tradisional yang telah ada tidak dihilangkan tetapi menjadi faktor positif untuk pembangunan ekonomi Jepang pasca PD II.
            Jepang memiliki strategi yang sangat tepat dalam menghadapi dinamika politik dan perekonomian yang ada didalamnya. Jepang mampu mengadopsi nilai-nilai Barat yang dapat membantu Jepang untuk dapat maju, dengan tetap mempertahankan nilai-nilai budaya asli Jepang. Perubahan yang terjadi di Jepang pun dilakukan secara gradual tidak berubah sepenuhnya, hal ini dapat kita lihat dari sistem politik Jepang saat ini yang menggunakan sistem monarki konstitusional saat ini, tetap menggunakan kaisar sebagai simbol negara dan menggunakan sistem parlementer. Dan keterbukaan Jepang terhadap pengaruh nilai-nilai liberal Barat juga memiliki peran yang besar bagi kemajuan Jepang dalam bidang perekonomian, sehingga strategi-strategi Jepang ini membuat dunia mengenalnya sebagai Macan Asia. 

Menelaah Perekonomian Singapura Pasca Kemerdekaan Menggunakan Perspektif Teori Modernisasi

Ahmad Toni Harlindo (0608875)

Abstrak

Singapura merupakan negara dengan luas wilayah minimal (kecil), apabila dibandingkan luasnya tidak lebih dari pulau Jawa (Indonesia) dan sumber daya alam maupun sumber daya manusianya terbatas tetapi dapat muncul ke permukaan kancah internasional sebagai negara yang maju dan patut diperhitungkan. Bahkan disebutkan bahwa Singapura merupakan negara yang memiliki pelabuhan tersibuk dan teramai kelima didunia. Hal tersebut tentunya dapat menjadi sebuah pengantar yang menarik untuk membahas kemajuan yang dialami Singapura melihat dari sisi segi sumberdaya alam dan sumber daya manusia yang terbatas, kenapa Singapura dapat muncul menjadi negara yang maju.
Dalam proses kemajuan sebuah negara dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung dalam masyarakatnya selain dari aspek yang sangat mendasar, yaitu sumberdaya alam dan kualitas sumberdaya manusianya yang harus didukung pula dengan bidang lainnya seperti : bidang politik dan pemerintahan yang mengatur, mengarahkan masyarakatnya dalam proses pembangunan untuk mengentaskan bangsanya untuk mencapai taraf hidup yang sejahtera. Selain itu faktor dalam bidang religi (agama) sangat berperan dalam memecut semangat mempertahankan diri dan memenuhi harapan manusia sebagaimana yang diungkapkan Harsojo (1977) bahwa manusia memiliki Basic Drive (Kebutuhan-kebutuhan Dasar), yaitu : 1. Pertahanan diri (contoh : makan, minum, dari cuaca dingin, dari sakit), 2. Untuk melanjutkan keturunan (beristri, bersuami), 3. Menyatakan diri (bekerja, dan berprestasi). Hampir 70% warga singapura berasal dari Cina dan beragama Konfusianisme sehingga nilai-nilai konfusianisme yang berkembang juga berkontribusi pada pembentukan kualiatas pemerintah dan masyarakatnya. Etika konfusianisme menekankan pentingnya faktor efisiensi, harmoni, dan sekaligus integrasi dari berbagai bagian yang berbeda dari masyarakat dalam usaha produksi (Suwarsono-So, 1991:38). Konfusianisme yang tertanam pada diri masyarakat etnis Cina di singapura membentuk suatu karakter yang positif terhadap bangsa Singapura yang mengantarkannya dalam proses kemajuan ekonominya.
Singapura mengalami perubahan strategi perekonomiannya dari industri substitusi impor menjadi industri yang berorientasi ekspor. Perubahan strategi perekonomiannya itu berawal dari gagalnya merger antara Singapura dengan Malaysia, dimana pada tahun 1963 dalam suatu wadah Federasi Malaysia penggabungan tersebut dilakukan. Mengingat luas wilayah singapura dan sumber daya alam yang terbatas, maka singapura merubah arah strategi perekonomiannya, langkah awalnya pasca hengkangnya dari federasi Malaysia, Pemerintah mengubah arah kebijakan Singapura menjadi negara Industri yang berorintasi ekspor dan memanfaatkan letak geografisnya yang strategis menjadi tempat perdagangan dan jasa internasional dengan mengajak perusahaan-perusahaan internasional mendirikan kantor cabang di Singapura. Pemanfaatan selat Malaka secara optimal sebagai pelabuhan internasional dan jasa internasional yang dimana selat jalur laut yang sangat strategis dan padat ini menghubungkan anatara benua Eropa dengan kawasan Asia tenggara. Strategi Industrialisasi yang dilakukan Singapura diikuti dengan strategi menarik investor sebanyak-banyaknya, mengingat modal pembangunan yang sangat terbatas dan terbatasnya sumberdaya manusia yang berkualitas pada masa itu.
Kajian mengenai pembangunan perekonomian Singapura ini menarik sekali untuk ditelaah lebih dalam, oleh karena itu peneliti akan mencoba sekilas mengungkapkan perkembangan pembangunan perekonomian Singapura ini dalam sudut pandang teori modernisasi yang diungkapkan oleh Rostow. Menurut Suwarsono-So (1991:21) modernisasi merupakan suatau proses bertahap. Jelas bahwa untuk mencapai kemajuan modern harus melalui proses yang ada. Dalam pandangan Rostow pertumbuhan ekonomi yang dilalui masyarakat akan mengalami berbagai fase. Fase pertama, dimualai dengan fase masyarakat tradisional dimana kebanyakan masyarakatnya dalam memenuhi kebutuhan ekonomi masih mengandalkan produksi pertanian. Fase kedua, fase prakondisi tinggal landas  yaitu adanya revolusi industri dari sistem pertanian tradisional mulai mencoba menerapkan pola pertanian dengan penemuan – penemuan baru misalnya bibit unggul. Fase ketiga, fase  tinggal landas (lepas landas) dicirikan dengan pertumbuhan ekonomi yang dinamis yang berkelanjutan dari dalam tidak lagi membutuhkan dorongan dari luar seperti industri tekstil di Inggris, beberapa industri dapat mendukung pembangunan. Fase keempat, fase menuju kedewasaan, setelah lepas landas akan terjadi proses kemajuan yang terus bergerak ke depan, meskipun kadang-kadang terjadi pasang surut. Pendapatan nasional selalu di investasikan kembali sebesar 10% sampai 20%, untuk mengatasi persoalan pertambahan penduduk.  Fase Kelima, fase era konsumsi tingkat tinggi, ini merupakan tahapan terakhir dari lima tahap model pembangunan Rostow. Pada tahap ini, sebagian besar masyarakat hidup makmur. Orang-orang yang hidup di masyarakat itu mendapat kemakmuran dan keseberagaman sekaligus. Pada tahap ini perhatian masyarakat sudah lebih menekankan pada masalah-masalah yang berkaitan dengan konsumsi dan kesejahteraan masyarakat bukan lagi kepada masalah produksi.
Fase-fase yang dipaparkan Rostow tersebut dapat diterapkan dalam tahapan pertumbuhan ekonomi di Singapura. Berawal dari masyarakat tradisional yang hanya sedikit mengalami perubahan sosial, kemudian secara lambat laun memasuki tahap pra tinggal landas dimana terdapat perubahan karena terdapat kaum usahawan yaitu sudah mulai adanya industrialisasi. Walaupun sudah ada perubahan pada tahap pra tinggal landas ini Rostow memandangnya sebagai prakondisi untuk mencapai tahap tinggal landas. Investasi menjadi hal yang cukup penting dalam perubahan ke fase tinggal landas. Rostow menjelaskan bahwa faktor penentu untuk mencapai tahap tinggal landas dan pertumbuhan ekonomi yang otonom dan berkelanjutan adalah pemilikan kemampuan untuk melakukan investasi 10% dari pendapatan nasional (Suwarsono-So, 1991:17). Hal ini memang terbukti, singapura dapat tinggal landas karena menerapkan peluang berinvestasi yang cukup besar kepada pihak asing. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang otonom dan berkelanjutan Rostow juga memaparkan, maka selanjutnya akan tercapai tahap kematangan pertumbuhan dengan diikuti oleh pesatnya perluasan kesempatan kerja, meningkatnya pendapatan nasioanal, peningkatan permintaan konsumen, dan pembentukan pasar domestik yang tangguh. Rostow memebrkan label tahapan akhir ini sebagai ‘masyarakat dengan konsumsi massa tinggi” (Suwarsono-So, 1991:17).
Pertumbuhan perekonomian suatu negara yang baik ditunjang pula oleh suasana politik yang stabil. Oleh karena itulah Singapura berupaya untuk mempertahankan dan menjaga suasana politik negaranya agar stabil dan ditunjang oleh terjaminnya keamanan dan pertahanan. Mereka sadar dengan keadaan bahwa mereka hanya memiliki wilayah yang sempit dengan miskinnya sumber daya alam yang dimiliki, mereka sadar pula akan strategisnya letak wilayah negara mereka sehingga menimbulkan gagasan untuk memajukan perekonomian negaranya dengan membuka jalur perdangan di pelabuhan dan jasa internasional di wilayah mereka. Pelabuhan singapura merupakan salah satu pelabuhan tersibuk di dunia. Dengan stabilnya politik maka kebijakan untuk membuka investasi asing mendapat respon yang baik dari para investor asing untuk menanam modal di Singapura. Segala ketakutan-ketakutan para investor menjadi hilang karena kestabilan politiknya dengan ditunjang oleh keamanan dan pertahanan. Selain itu, dukungan rakyat sangat penting, pemerintah harus memastikan persetujuan rakyatnya untuk politik luar negeri maupun politik dalam negerinya yang dirancang untuk mengarahkan unsur-unsur nasional supaya dapat mendukung didalam menunjang pemerintahnya untuk melaksanakan program-program pembangunan yang telah dirancang.
            Apabila mencermati salah satu ciri manusia modern yang disebutkan Inkeles bahwa manusia modern percaya terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk percaya akan kemampuannya untuk menundukkan alam semesta. Itulah yang dilakukan penduduk Singapura dengan wilayahnya yang sempit tetapi dapat dijadikan tempat transit yang cukup ramai. Mereka juga aktif dalam percaturan politik tetapi disiplin sehingga dapat dilihat bahwa tingkat korupsi di negara Singapura cukup rendah. Suksesnya pembangunan ekonomi Singapura dinilai tak bisa dilepaskan dari etika Konfusianisme yang menekankan pada kerajinan, enovasi, disiplin, kesetiaan pada keluarga, penghormatan pada orang tua dan otoritas, selalu mencarai harmoni, dan sifat-sifat baik lainnya yang mendukung sukses. Apabila dilihat dari teori modernisasi baru, sebenarnya konfusianisme yang bersifat tradisional dapat bergandengan dengan hal-hal modern. Awalnya tradisi itu dianggap sebagai penghalang pembangunan dalam teori modernisasi namun dalam kajian modernisasi baru justru tradisi seperti konfusianisme menjadi faktor positif yang dapat mendukung pembangunan Singapura. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Bellah dalam contoh kasusnya di jepang dan Cina, konfusianisme menekankan pentingnya faktor efisiensi harmoni dan sekaligus integrasi dari berbagai bagian yang berbeda dari masyarakat dalam usaha produksi (Suwarsono-SO, 1991:38). Konfusianisme yang tertanam pada diri masyarakat etnis Cina di Singapura membentuk suatau karakter social yang positif terhadap bangsa Singapura sebagai bangsa yang tertib, bersih, teratur, dan nyaman.
Selain bertahap, modernisasi juga merupakan proses sistemik dimana didalamnya ada proses industrialisasi. Karena sifatnya yang sistemik dan transformatif maka prosesnya akan berjalan terus-menerus. Teori ini berusaha untuk mengentaskan kemiskinan bahkan mengajak negara dunia ketiga untuk meninggalkan keterbelakangan. Singapura dapat berubah kearah yang progresif karena didukung oleh mentalitas setiap penduduknya. Kesuksesan Singapura juga tidak terlepas dari peran tokoh Lee Kuan Yew Perdana Menteri pertama Singapura dari tahun 1965 sampai 1990, Lee merancang ekonomi Singapura dengan keunggulan sistem ekonomi kapitalisme dan sosialisme (Soepriyatno, 2008). Dari sisi kapitalisme, Singapura membuka selebar-lebarnya peluang investasi asing atau swasta sedangkan dari sisi sosialisme, sektor usaha strategis seperti telekomunikasi, pembangunan infrastruktur seperti bandara, jalan raya, dan lain-lain dikuasai Pemerintah.