Ahmad Toni Harlindo (0608875)
Abstrak
Singapura merupakan negara dengan luas wilayah
minimal (kecil), apabila dibandingkan luasnya tidak lebih dari pulau Jawa
(Indonesia) dan sumber daya alam maupun sumber daya manusianya terbatas tetapi
dapat muncul ke permukaan kancah internasional sebagai negara yang maju dan patut
diperhitungkan. Bahkan disebutkan bahwa Singapura merupakan negara yang
memiliki pelabuhan tersibuk dan teramai kelima didunia. Hal tersebut tentunya
dapat menjadi sebuah pengantar yang menarik untuk membahas kemajuan yang
dialami Singapura melihat dari sisi segi sumberdaya alam dan sumber daya
manusia yang terbatas, kenapa Singapura dapat muncul menjadi negara yang maju.
Dalam proses kemajuan sebuah negara
dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung dalam masyarakatnya selain dari
aspek yang sangat mendasar, yaitu sumberdaya alam dan kualitas sumberdaya
manusianya yang harus didukung pula dengan bidang lainnya seperti : bidang
politik dan pemerintahan yang mengatur, mengarahkan masyarakatnya dalam proses
pembangunan untuk mengentaskan bangsanya untuk mencapai taraf hidup yang
sejahtera. Selain itu faktor dalam bidang religi (agama) sangat berperan dalam
memecut semangat mempertahankan diri dan memenuhi harapan manusia sebagaimana
yang diungkapkan Harsojo (1977) bahwa manusia memiliki Basic Drive (Kebutuhan-kebutuhan Dasar), yaitu : 1. Pertahanan diri
(contoh : makan, minum, dari cuaca dingin, dari sakit), 2. Untuk melanjutkan
keturunan (beristri, bersuami), 3. Menyatakan diri (bekerja, dan berprestasi). Hampir
70% warga singapura berasal dari Cina dan beragama Konfusianisme sehingga
nilai-nilai konfusianisme yang berkembang juga berkontribusi pada pembentukan
kualiatas pemerintah dan masyarakatnya. Etika konfusianisme menekankan
pentingnya faktor efisiensi, harmoni, dan sekaligus integrasi dari berbagai
bagian yang berbeda dari masyarakat dalam usaha produksi (Suwarsono-So,
1991:38). Konfusianisme yang tertanam pada diri masyarakat etnis Cina di
singapura membentuk suatu karakter yang positif terhadap bangsa Singapura yang
mengantarkannya dalam proses kemajuan ekonominya.
Singapura
mengalami perubahan strategi perekonomiannya dari industri substitusi impor
menjadi industri yang berorientasi ekspor. Perubahan strategi perekonomiannya
itu berawal dari gagalnya merger antara Singapura dengan Malaysia, dimana pada
tahun 1963 dalam suatu wadah Federasi Malaysia penggabungan tersebut dilakukan.
Mengingat luas wilayah singapura dan sumber daya alam yang terbatas, maka
singapura merubah arah strategi perekonomiannya, langkah awalnya pasca
hengkangnya dari federasi Malaysia, Pemerintah mengubah arah kebijakan
Singapura menjadi negara Industri yang berorintasi ekspor dan memanfaatkan
letak geografisnya yang strategis menjadi tempat perdagangan dan jasa
internasional dengan mengajak perusahaan-perusahaan internasional mendirikan
kantor cabang di Singapura. Pemanfaatan selat Malaka secara optimal sebagai
pelabuhan internasional dan jasa internasional yang dimana selat jalur laut
yang sangat strategis dan padat ini menghubungkan anatara benua Eropa dengan
kawasan Asia tenggara. Strategi Industrialisasi yang dilakukan Singapura
diikuti dengan strategi menarik investor sebanyak-banyaknya, mengingat modal
pembangunan yang sangat terbatas dan terbatasnya sumberdaya manusia yang
berkualitas pada masa itu.
Kajian
mengenai pembangunan perekonomian Singapura ini menarik sekali untuk ditelaah
lebih dalam, oleh karena itu peneliti akan mencoba sekilas mengungkapkan
perkembangan pembangunan perekonomian Singapura ini dalam sudut pandang teori
modernisasi yang diungkapkan oleh Rostow. Menurut Suwarsono-So (1991:21) modernisasi
merupakan suatau proses bertahap. Jelas bahwa untuk mencapai kemajuan modern
harus melalui proses yang ada. Dalam pandangan Rostow pertumbuhan ekonomi yang
dilalui masyarakat akan mengalami berbagai fase. Fase pertama, dimualai dengan fase masyarakat tradisional dimana kebanyakan
masyarakatnya dalam memenuhi kebutuhan ekonomi masih mengandalkan produksi pertanian.
Fase kedua, fase prakondisi tinggal
landas yaitu adanya revolusi industri
dari sistem pertanian tradisional mulai mencoba menerapkan pola pertanian
dengan penemuan – penemuan baru misalnya bibit unggul. Fase ketiga, fase tinggal
landas (lepas landas) dicirikan dengan pertumbuhan ekonomi yang dinamis yang
berkelanjutan dari dalam tidak lagi membutuhkan dorongan dari luar seperti
industri tekstil di Inggris, beberapa industri dapat mendukung pembangunan. Fase keempat, fase menuju kedewasaan, setelah lepas landas akan terjadi proses
kemajuan yang terus bergerak ke depan, meskipun kadang-kadang terjadi pasang
surut. Pendapatan nasional selalu di investasikan kembali sebesar 10% sampai
20%, untuk mengatasi persoalan pertambahan penduduk. Fase
Kelima, fase era konsumsi tingkat tinggi, ini merupakan tahapan terakhir dari lima tahap model pembangunan
Rostow. Pada tahap ini, sebagian besar masyarakat hidup makmur. Orang-orang
yang hidup di masyarakat itu mendapat kemakmuran dan keseberagaman sekaligus.
Pada tahap ini perhatian masyarakat sudah lebih menekankan pada masalah-masalah
yang berkaitan dengan konsumsi dan kesejahteraan masyarakat bukan lagi kepada
masalah produksi.
Fase-fase yang dipaparkan Rostow tersebut dapat
diterapkan dalam tahapan pertumbuhan ekonomi di Singapura. Berawal dari
masyarakat tradisional yang hanya sedikit mengalami perubahan sosial, kemudian
secara lambat laun memasuki tahap pra tinggal landas dimana terdapat perubahan
karena terdapat kaum usahawan yaitu sudah mulai adanya industrialisasi.
Walaupun sudah ada perubahan pada tahap pra tinggal landas ini Rostow
memandangnya sebagai prakondisi untuk mencapai tahap tinggal landas. Investasi
menjadi hal yang cukup penting dalam perubahan ke fase tinggal landas. Rostow
menjelaskan bahwa faktor penentu untuk mencapai tahap tinggal landas dan
pertumbuhan ekonomi yang otonom dan berkelanjutan adalah pemilikan kemampuan
untuk melakukan investasi 10% dari pendapatan nasional (Suwarsono-So, 1991:17).
Hal ini memang terbukti, singapura dapat tinggal landas karena menerapkan peluang
berinvestasi yang cukup besar kepada pihak asing. Dengan adanya pertumbuhan
ekonomi yang otonom dan berkelanjutan Rostow juga memaparkan, maka selanjutnya
akan tercapai tahap kematangan pertumbuhan dengan diikuti oleh pesatnya
perluasan kesempatan kerja, meningkatnya pendapatan nasioanal, peningkatan
permintaan konsumen, dan pembentukan pasar domestik yang tangguh. Rostow
memebrkan label tahapan akhir ini sebagai ‘masyarakat dengan konsumsi massa
tinggi” (Suwarsono-So, 1991:17).
Pertumbuhan perekonomian suatu negara yang
baik ditunjang pula oleh suasana politik yang stabil. Oleh karena itulah
Singapura berupaya untuk mempertahankan dan menjaga suasana politik negaranya
agar stabil dan ditunjang oleh terjaminnya keamanan dan pertahanan. Mereka
sadar dengan keadaan bahwa mereka hanya memiliki wilayah yang sempit dengan
miskinnya sumber daya alam yang dimiliki, mereka sadar pula akan strategisnya
letak wilayah negara mereka sehingga menimbulkan gagasan untuk memajukan
perekonomian negaranya dengan membuka jalur perdangan di pelabuhan dan jasa
internasional di wilayah mereka. Pelabuhan singapura merupakan salah satu
pelabuhan tersibuk di dunia. Dengan stabilnya politik maka kebijakan untuk
membuka investasi asing mendapat respon yang baik dari para investor asing
untuk menanam modal di Singapura. Segala ketakutan-ketakutan para investor
menjadi hilang karena kestabilan politiknya dengan ditunjang oleh keamanan dan
pertahanan. Selain itu, dukungan rakyat sangat penting, pemerintah harus
memastikan persetujuan rakyatnya untuk politik luar negeri maupun politik dalam
negerinya yang dirancang untuk mengarahkan unsur-unsur nasional supaya dapat
mendukung didalam menunjang pemerintahnya untuk melaksanakan program-program
pembangunan yang telah dirancang.
Apabila mencermati
salah satu ciri manusia modern yang disebutkan Inkeles bahwa manusia modern
percaya terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk percaya akan
kemampuannya untuk menundukkan alam semesta. Itulah yang dilakukan penduduk
Singapura dengan wilayahnya yang sempit tetapi dapat dijadikan tempat transit
yang cukup ramai. Mereka juga aktif dalam percaturan politik tetapi disiplin
sehingga dapat dilihat bahwa tingkat korupsi di negara Singapura cukup rendah.
Suksesnya pembangunan ekonomi Singapura dinilai tak bisa dilepaskan dari etika
Konfusianisme yang menekankan pada kerajinan, enovasi, disiplin, kesetiaan pada
keluarga, penghormatan pada orang tua dan otoritas, selalu mencarai harmoni,
dan sifat-sifat baik lainnya yang mendukung sukses. Apabila dilihat dari teori
modernisasi baru, sebenarnya konfusianisme yang bersifat tradisional dapat
bergandengan dengan hal-hal modern. Awalnya tradisi itu dianggap sebagai
penghalang pembangunan dalam teori modernisasi namun dalam kajian modernisasi
baru justru tradisi seperti konfusianisme menjadi faktor positif yang dapat
mendukung pembangunan Singapura. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh
Bellah dalam contoh kasusnya di jepang dan Cina, konfusianisme menekankan
pentingnya faktor efisiensi harmoni dan sekaligus integrasi dari berbagai
bagian yang berbeda dari masyarakat dalam usaha produksi (Suwarsono-SO,
1991:38). Konfusianisme yang tertanam pada diri masyarakat etnis Cina di
Singapura membentuk suatau karakter social yang positif terhadap bangsa Singapura
sebagai bangsa yang tertib, bersih, teratur, dan nyaman.
Selain
bertahap, modernisasi juga merupakan proses sistemik dimana didalamnya ada
proses industrialisasi. Karena sifatnya yang sistemik dan transformatif maka
prosesnya akan berjalan terus-menerus. Teori ini berusaha untuk mengentaskan
kemiskinan bahkan mengajak negara dunia ketiga untuk meninggalkan
keterbelakangan. Singapura dapat berubah kearah yang progresif karena didukung
oleh mentalitas setiap penduduknya. Kesuksesan Singapura juga tidak terlepas
dari peran tokoh Lee Kuan Yew Perdana Menteri pertama Singapura dari tahun 1965
sampai 1990, Lee merancang ekonomi Singapura dengan keunggulan sistem ekonomi
kapitalisme dan sosialisme (Soepriyatno, 2008). Dari sisi kapitalisme,
Singapura membuka selebar-lebarnya peluang investasi asing atau swasta
sedangkan dari sisi sosialisme, sektor usaha strategis seperti telekomunikasi,
pembangunan infrastruktur seperti bandara, jalan raya, dan lain-lain dikuasai
Pemerintah.