Kamis, 24 Mei 2012

Taiko : Kebijakan politik dan Pengaruhnya terhadap Jepang selama era Kinse


TAIKO :
KEBIJAKAN POLITIK DAN PENGARUHNYA TERHADAP JEPANG SELAMA ERA KINSE (1582-1598)

 
ABSTRACT

            There were so many stories about Japan. Especially that talked about loyalty, samurai, and emperor. The era of Japan was take a long time, but the gold era in traditional is era of Kinse, the era when Toyotomi Hideyoshi born and live as the greatest warrior and succeed man who united Japan as one. He called as Taiko.
            Taiko is a reward from Japanese which given to someone who can united Japan as one in era of Kinse. In the way of his politics, in a half ways, Taiko keep continuing the politics of Oda Nobunaga, Taiko’s master before he died. It makes sense that Taiko is a open mind man and famous as the low profile for his people.

Key Words:  History of Japan, era of Kinse, and Toyotomi Hideyoshi as Taiko


Pendahuluan

Negeri Matahari Terbit adalah nama julukan untuk Kepulauan Jepang. Bangsa Jepang sendirilah yang memberi julukan yang demikian karena rasa bangga mereka terhadap keindahan Jepang yang tidak pernah kehilangan sinar matahari sepanjang tahun (Mangandaralam, 1987: 5). Walaupun Jepang secara geografis adalah negara yang sangat minim sumber daya, namun negeri ini mempunyai banyak keunggulan, budaya dan nilai tradisi yang sangat mempesona. Salah satunya bila kita menyimak kekayaan sejarah Jepang yang muncul sejak penyatuan “Uji” dan pembentukan “Amenoshita-Shiroshimesu-Sumeramikoto” hingga Jepang modern saat ini. Terdapat banyak sekali babak sejarah yang memuat kisah-kisah kemajuan yang menginspirasi, salah satunya sejarah Taiko yang terjadi selama era Kinse, atau awal masa Modern (1467-1858). Era Kinse ini terbagi dalam tiga tahap perkembangan lagi yang salah satu perkembangannya disebut era Sengoku (Ishii, 1989: 67).
Bagi Mattulada (1979: 99) penyebutan era Azuchi Momoyama (1573-1603) dan Edo (1603-1867) di masa masyarakat Feodal II sama artinya dengan penyebutan era Sengoku dan Edo yang ada dalam istilah kesenian Jepang untuk menyebut era yang ada di abad pra-modern, yang mana hal ini jugalah yang digunakan oleh Ryōsuke Ishii di dalam bukunya. Hal ini juga disepakati oleh Susilo (2009: 37) di dalam bukunya Spirit Jepang. Hal ini menunjukan bahwa di dalam pembabakan sejarahnya sendiri, setiap penulis memiliki sudut interpretasinya masing-masing.
Menurut Kartodirdjo (Supardan, 2009: 331) politik adalah sejarah masa kini, dan sejarah adalah politik masa lampau. Dalam hal ini, menunjukan bahwa sejarah sering diidentikkan dengan politik, sejauh keduanya menunjukkan proses yang mencakup keterlibatan para aktor dalam interaksinya serta peranannya dalam usaha memperoleh “apa”, ”kapan”, dan ”bagaimana”. Menurut O’Leary (Supardan, 2009: 497) secara garis besar politik cenderung terbagi ke dalam dua kubu, pertama high politics (politik tinggi), yaitu yang mempelajari perilaku politik para pembuat keputusan elite, mereka percaya bahwa kepribadian dan mekanisme para elite politik adalah kunci pembuat sejarah. Kedua, adalah low politics (politik bawah), atau politik dari bawah. Mereka percaya bahwa perilaku politik massa memberikan kunci untuk menjelaskan episode-episode politik utama, seperti halnya beberapa revolusi yang terjadi. Melihat  penjelasan O’Leary di dalam pembagian politik ini, sejarah politik Taiko yang dilakukan selama era Kinse cenderung lebih menitikberatkan pada bagian pertama yaitu high politics, karena sang Taiko adalah orang penting di Jepang, walaupun pada awalnya dia hanyalah keturunan kaum petani. Toyotomi Hideyoshi yang sanggup menata ulang penduduk Jepang berikut hukum pemerintahannya adalah satu-satunya orang Jepang menyandang sebutan Taiko karena berhasil menyatukan Jepang, setelah sekian lama Jepang terpecah belah.

A.      Selayang Pandang Tentang Sang Taiko: Toyotomi Hideyoshi
Kisah Toyotomi Hideyoshi memiliki awal yang sederhana. Ia lahir pada tanggal 2 Februari 1536 dan meninggal pada tanggal 18 september 1598. Dia adalah seorang daimyo Jepang yang hidup dari zaman Sengoku hingga zaman Azuchimomoyama. Pada tahun 1554 Toyotomi Hideyoshi mulai bekerja pada Oda Nobunaga. Tugas Toyotomi Hideyoshi cukup berat, dimulai dari pelayan penata sepatu, pelayan kandang, anggota pasukan militer, hingga bisa menjadi Jenderal Samurai. Namun hal yang terpenting dari kisah hidup Hideyoshi adalah bahwa melalui kerja keraslah Toyotomi Hideyoshi mampu tetap berjuang dan membuktikan bahwa di adalah orang yang layak mendapatkan kepercayaan dari Oda Nobunaga. Pada tahun 1574, Toyotomi Hideyoshi mencapai tonggak kepemimpinannya, yaitu ketika Oda Nobunaga memberinya hadiah tanah hingga menjadikan Hideyoshi sebagai daimyo yang kemudian nantinya akan menjadi tempat berdirinya benteng Nagahama. Toyotomi Hideyoshi adalah penguasa daerahnya sendiri. Dengan diangkatnya Toyotomi Hideyoshi menjadi tuan tanah, maka sudah jelaslah dikatakan Toyotomi Hideyoshi berhasil. Hadiah yang diberikan Oda Nobunaga tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh Toyotomi Hideyoshi.

B.       Politik Sang Taiko
1.             Sebelum Taiko Muncul (Pemerintahan Oda Nobunaga)
Sebagaimana disebutkan bahwa pada tahun 1554 Toyotomi Hideyoshi mulai bekerja pada Oda Nobunaga. Berbagai tugas dan profesi telah banyak dijalani, dari hanya sekedar tempat menjaga kandang kuda hingga akhirnya diangkat sebagai panglima perang Nobunaga dan menjadi orang kepercayaannya. Tahun 1582, Hideyoshi diperintahkan oleh Nobunaga untuk bertempur merebut Istana Takamatsu di Bitchū. Tidak berapa lama setelah Hideyoshi melapor bahwa dia telah mulai melaksanakan penyerangan, Nobunaga menerima utusan bernama Hashiba yang dikirim Hideyoshi untuk meminta tambahan pasukan dari Nobunaga. Posisi Hideyoshi yang sedang dalam keadaan sulit karena jumlah pasukan Mōri berada di atas jumlah pasukan Hideyoshi. Nobunaga menanggapi permintaan bantuan Hideyoshi dengan mengirim Mitsuhide, salah seorang bawahannya yang kemudian diperintahkan memimpin pasukan bantuan untuk Hideyoshi.
Nobunaga sendiri berangkat ke Kyoto pada tanggal 29 Mei 1582 dengan tujuan mempersiapkan pasukan yang dikirim untuk menyerang pasukan Mōri melalui jalur lain. Nobunaga menginap di kuil Honnōji, Kyoto. Tidak disangka, Akechi Mitsuhide yang sedang dalam perjalanan memimpin pasukan bala bantuan untuk Hideyoshi malah berbalik arah dan secara tiba-tiba muncul di Kyoto untuk melakukan serangan mendadak terhadap kuil Honnoji dan melakukan pemberontakan kepada Nobunaga hingga banyak pernyataan bahwa Nobunaga terpaksa melakukan bunuh diri. Alasan Mitsuhide sendiri untuk membunuh Oda Nobunaga adalah karena Akechi Mitshuhide ingin merebut kekuasaan Oda Nobunaga. Peristiwa ini kemudian dikenal sebagai Insiden Honnōji. Hideyoshi sendiri ketika mendengar berita kematian Nobunaga, Hideyoshi langsung mendatan Mitsuhide untuk menuntut balas kematian tuannya, dan akhirnya dalam peperangan Yamazaki ia berhasil mengalahkan Akechi Mitsuhide dan dengan demikian ia membalas dendam terhadap pengkhianat tuannya.
Setelah Nobunaga meninggal, Hideyoshilah lantas diangkat sebagai penerus pemerintahan Oda Nobunaga, alasannya karena prestasi Hideyoshi di bidang politik dan militer ketika zaman Oda Nobunaga dianggap sangat luar biasa dan tanpa tanding, mulai dari Insiden Honnoji, Penarikan Pasukan dari Chugoku, Pertempuran Yamazaki, berkesempatan menghadiri Pertemuan Kiyosu, dan bertempur gagah berani dalam Pertempuran Shizugatake. Sebagai Panglima Tentara dan Peperangan dan penerus dari kepemimpinan Oda Nobunaga sendiri, Hideyoshi dalam tempo delapan tahun telah berhasil menguasai seluruh Jepang. Jika melihat dari prestasinya selama dia memerintah, sudah dipastikan Panglima Hideyoshi adalah seorang Komandan Tentara terbesar dalam sejarah Jepang (Mattulada, 1979: 101).

2.             Politik Jepang Pada Masa Taiko (1582-1598)
Meskipun Nobunaga maupun Hideyoshi merupakan jenderal samurai, mereka tidak mendirikan bakufu. Sebagai gantinya mereka memangku kedudukan resmi di istana dan memerintah negara atas nama wewenang tradisional yang dimiliki Kaisar. Hideyoshi memangku jabatan sebagai kampaku yang dahulu menjadi monopoli keluarga Fujiwara. Sebagai kampaku ia sangat menghormati keluarga kaisar. Banyak kebijakan politik yang diakukan oleh Hideyoshi, di bidang pemerintahan sipil, ia mengadakan survey atas tanah yang mencakup wilayah yang luas dan mendirikan basis bagi sistem pemilikan tanah feodal. Mattulada (1979: 102) juga berpendapat dalam bukunya bahwa walaupun Panglima Nobunaga teramat sibuk dalam hidupnya untuk menghadapi dan menumpas kekacauan, namun dia berhasil juga membangun sebuah puri (kastil) besar di Azuchi pada tahun 1576. Panglima Toyotomi Hideyoshi pun berhasil membangun sebuah puri besar di Osaka pada tahun 1583, dan meletakan dasar-dasar perkembangan kota Osaka menjadi kota metropolitan. Kebijakan lainnya yaitu Hideyoshi memerintahkan mencetak mata uang Jepang untuk pertama kalinya.
Sedangkan kebijakannya di dalam situasi sosial yang menghadirkan banyak orang-orang Kristen di Jepang, Hideyoshi sudah sejak awal menyadari bahaya Kirishitan (sebutan pada zaman itu untuk agama  Kristen) dan mengetahui rencana terselubung para misionaris yang membantu politik kolonialisme negara-negara Eropa di zaman penjelajahan, termasuk di antaranya perdagangan orang Jepang sebagai Budak. Hideyoshi mendapat informasi tentang peran misionaris membantu Kerajaan Spanyol memperluas wilayah koloni dari seorang misionaris penumpang kapal San Felipe yang mengalami kecelakaan dan hanyut ke provinsi Tosa (Shikoku). Pada tahun 1587, Hideyoshi mengeluarkan perintah Bateren Tsuhorei atau pengusiran misionaris Kristen, yang antara lain isinya adalah melarang agama Kristen dan melarang daimyo mengkristenkan pengikutnya.
Menurut Ishii (1988: 75-102) kebijakan politik Hideyoshi selama menjadi penguasa Jepang dapat dikategorikan sebagai berikut:
a.        Status Kepala Rumah-Rumah Golongan Militer. Setelah perang Onin pecah dalam tahun 1467, kebanyakan wilayah kekuasaan honjo dan kuge diambil alih oleh golongan militer, dan di bawah pimpinan Hideyoshi, semua tanah milik candi dan tempat-tempat suci, begitu pula yang menjadi milik daimyo, dibagi-bagikan kembali sebagai fief setelah diteliti dan dikenakan pajak (penetapan pajaknya dinyatakan atas dasar jumlah produksi beras tahunan). Sebagai akibatnya menjelang awal era Edo, semua tanah di dalam negeri telah menjadi wilayah kekuasaan kaum militer.
b.        Penelitian Kadaster (Taiko Kenchi) Masa Hideyoshi. Yaitu sebuah sistem perpajakan atas tanah yang dilakukan melalui penelitian kadaster. Sebelum Hideyoshi naik tahta, penelitian tanah sudah dijalankan, tetapi belum merupakan penelitian di lapangan yang sesungguhnya. Misalkan penelitian Oda Nobunaga, hanya mengharuskan para pemilik tanah untuk menyerahkan buku bukti milik (sashidashi) mereka kepada para pejabat yang memeriksa. Tetapi untuk menyusun taiko kenchi, Hideyoshi mengirimkan para pejabat-pejabatnya ke seluruh pelosok Jepang, dan menyuruh mereka membuat sertifikat tanah berdasarkan pengukuran tanah yang nyata.
c.         Feodalisme “Han” dan Desa. Salah satu tindakan Hideyoshi yang paling penting dalam hal ini ialah kebijaksanaannya yang membeda-bedakan antara kaum militer dengan penggarap tanah. Sebelum itu kaum militer tetap tinggal di desa-desa, mereka dikerahkan untuk bertempur, selama era Sengoku mereka semakin terbiasa untuk tetap berada di kota-benteng (jokamachi) secara tetap untuk menjaga kastil tuan mereka. Kecenderungan ini menegaskan suatu pembedaan yang makin nyata antara para petani dan kaum militer yang dilembagakan oleh Hideyoshi pada tahun 1588 dengan mencanangkan “perburuan pedang” (katanagari) untuk melucuti senjata para petani di seluruh negeri.
d.        Struktur Pengawasan. Hideyoshi membagikan tanggung jawab politik di antara  kelima pembantu utamanya dan mengangkat lima orang sesepuh (toshiyori), termasuk Tokugawa Ieyasu, untuk bertugas sebagai Dewan Pertimbangan Agung. Ia menempatkan wakil-wakilnya (daikan) di daerah-daerah yang langsung berada di bawah pengawasannya (kurairi) dan wakil-wakil istimewa untuk melayaninya sebagai komisaris (bugyo) di Osaka dan Sakai.
e.         Desa dan Kota, Di bawah pemerintahan Hideyoshi, satuan-satuan yang dinamakan sho, go, ho, dan ri dilebur menjadi mura atau desa. Penduduk desa agraria terdiri dari petani-petani pemilik tanah (hon-byakusho) dan petani-petani yang tidak bertanah atau “petani peminum air” (mizunomi-byakusho). Terdapat kewajiban untuk menggabungkan diri ke dalam kelompok-kelompok tetangga yang masing-masing terdiri dari lima keluarga (gonin-gumi). Kota Osaka menjadi pangkalan utama bagi Hideyoshi, tetapi ia juga menempatkan kota pelabuhan Sakai langsung di bawah pengawasannya dengan tujuan memperoleh keuntungan dari perdagangan luar negeri kota itu. Banyak kota yang berkembang yang berada di bawah perlindungan para pemimpin politik dan kota-kota itu kemudian memperoleh otonomi dalam mengurus masalah-masalah sendiri sampai batas tertentu.

C.      Dampak Kebijakan Politik Taiko Selama era Kinse (1582-1598)
Dilangsir dalam bukunya, Mattulada (1979: 103-106) menyebutkan bahwa selama permulaan zaman peralihan, dengan berakhirnya perang Onin, yang disusul oleh perang sipil yang berkepanjangan dan yang memunculkan panglima-panglima perang yang tangguh, mulai dari Panglima Nobunaga, yang kemudian digantikan oleh Hideyoshi, secara kultural telah terjadi perubahan-perubahan dalam pandangan kehidupan masyarakat luas Jepang. selama kurang lebih 15 tahun  Hideyoshi memimpin usaha pemulihan, ia berhasil mengembalikan ketertiban dan stabilitas politik, sebagai dasar untuk pertumbuhan yang lebih mantap. Cara berpikir yang mulai terbuka dari kelas penguasa, memberi pengaruh yang luas pula kepada pertumbuhan-pertumbuhan anasir kebudayaan yang cemerlang yang dapat dicapai pada zaman yang masih baru dalam peralihan ke arah yang lebih mapan.
Kreativitas mulai nampak dan dikembangkan dalam kehidupan masyarakat yang menghayati tuntutan kehidupan era baru itu. Hubungan dengan dunia luar, baik dunia Timur lainnya maupun dunia Barat khususnya, perlahan-lahan terbuka. Hal inipun membawa pengaruh yang kuat dalam perubahan-perubahan pandangan kemasyarakatan orang Jepang. Untuk pertama kalinya orang Jepang menyadari tempat kedudukan negeri mereka dalam hubungan dengan negeri-negeri dunia, yang tertera di atas peta bumi.

D.      Akhir Hidup Hideyoshi : Runtuhnya Klan Toyotomi
Kegagalan invasi Joseon yang merupakan ambisi masa tua Hideyoshi untuk memperluas wilayah kekuasaan berakibat pada banyaknya pengikut klan Hideyoshi yang membelot ke kubu klan Tokugawa. Pembelotan besar-besaran pengikut setia Hideyoshi mengakibatkan basis kekuasaan klan Hideyoshi menjadi lemah, yang nantinya menjadi sebab berakhirnya pemerintahan Hideyoshi. Menurut Toynbee (2007: 271) Hideyoshi menyerbu Korea, tetapi perlawanan orang-orang Korea sangat gigih dan kuat. Ekspedisi-ekspedisi ke Korea oleh Hideyoshi itu dimaksudkan untuk langkah awal menuju serbuan ke Cina.  Namun, kematian Hideyoshi dalam ekspedisi ini pada tahun 1598, seperti kematian Timur Lenk pada tahun 1405, menyelamatkan Cina Ming dari bahaya serius yang akan datang.

Penutup
      Toyotomi Hideyoshi adalah salah satu tokoh sejarah yang paling terkemuka di Jepang. Dalam waktu satu tahun setelah Nobunaga tutup usia, Hideyoshi berhasil menjadi pewaris kekuasaan Nobunaga. Hideyoshi berhak menjadi pengganti Nobunaga walaupun pangkatnya pada waktu itu masih 3 sampai 4 tingkat di bawah. Alasannya, prestasi Hideyoshi di bidang politik dan militer dianggap sangat luar biasa dan tanpa tanding, mulai dari Insiden Honnoji, Penarikan Pasukan dari Chugoku, Pertempuran Yamazaki, berkesempatan menghadiri Pertemuan Kiyosu, dan bertempur gagah berani dalam Pertempuran Shizugatake.
Di akhir hayatnya, Hideyoshi menjadi diktator bertangan besi dan tidak secemerlang Hideyoshi di zaman Oda Nobunaga. Ada banyak pendapat yang mengatakan, walaupun pada akhirnya klan Hideyoshi dihancurkan oleh Ieyasu, Hideyoshi sebenarnya juga bertanggung jawab atas kehancuran klannya. Kalangan sejarawan berpendapat eksekusi Hidetsugu dan seluruh anggota keluarga serta invasi ke Joseon merupakan keputusan paling bodoh yang pernah dilakukan Hideyoshi.
Pada zaman Meiji hingga zaman Showa sebelum Perang Dunia II, Jepang melancarkan propaganda "memakmurkan negara dan memperkuat militer". Pemerintah Jepang antara lain mencoba menjadikan perjalanan hidup Toyotomi Hideyoshi dari kalangan bawah menjadi pejabat tinggi Kampaku Dajo Daijin sebagai panutan orang banyak. Kisah perjalanan hidup Hideyoshi kemudian ternyata banyak disukai orang. Konon ada dokumen zaman itu yang mengganti istilah Perang tahun Bunroku dan tahun Keichō menjadi Penaklukan Joseon  dengan tujuan menakuti-nakuti musuh (pemimpin militer Joseon) dan menunjukkan kepada dunia bahwa Jepang adalah negara yang kuat.


DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
Supardan, Dadang. (2009). Pengantar Ilmu Sosial (Sebuah Kajian Pendekatan Struktural). Jakarta: PT. Bumi Aksara
Ishii, Ryōsuke. (1988). Sejarah Institusi Politik Jepang. Jakarta: Kerjasama Yayasan Karti Sarana dengan PT. Gramedia
Mangandaralam, Syahbuddin. (1987). Mengenal Dari Dekat Jepang Negara Matahari Terbit. Bandung: Remaja Karya CV
Mattulada. (1979). Pedang Dan Sempoa (Suatu Analisa Kultural Perasaan Kepribadian Orang Jepang). Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Susilo, Taufik Adi. (2009). Spirit Jepang. Yogyakarta: Garasi.
Toynbee, Arnold. (2007). Sejah Umat Manusia. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Oleh :
0906458          Heryati Puspitasariningsih
0906595          Setia Rohmah Hanifah
0909160          Roy Martin Komune


Rabu, 16 Mei 2012

PENYEBARAN KEBUDAYAAN CINA KE JEPANG DAN KOREA PADA ABAD KE 3 - 8 M

Abstract

China culture is one of the oldest culture in the world. Until now people in China still  keep their ancestor culture by doing it in their daily life. Because of that, the culture of china can spread widely to another countries and many of that countries adapt the china culture and combine it to their culture. Such as Korean and Japan which adapt the china culture in many aspects of life. The adaptation happens because those countries think that China culture is a modern culture and has a good value for their country.

Pendahuluan
Berkembangnya kebudayaan Cina ke Jepang tidak lepas dari peran orang-orang Tionghoa yang datang dan menetap di Jepang. Mereka mempengaruhi kebudayaan Jepang dengan ajaran yang dibawanya seperti Konfusianisme, Taoisme dan Agama Budha yang sangat erat dengan kebudayaan di Cina yang dibawa ke Jepang.
Orang-orang Tionghoa tidak secara sengaja menyebarkan kebudayaan Cina. Dalam konteks teori difusi budaya yang terdiri dari penetrasi damai dan penetrasi kekerasan, penyebaran budaya Cina ke Jepang pada masa ini tergolong pada penetrasi secara damai, karena proses penerapan budaya Cina oleh masyarakat Jepang tidak berdasarkan paksaan dari orang Cina yang datang ke Jepang.Sebagai pendatang di Jepang, orang-orang Cina ini tetap hidup dengan budaya mereka sendiri.Awalnya orang Jepang hanya melihat cara hidup orang-orang Cina, kemudian lama-kelamaan mereka menganggap cara hidup orang Cina tersebut sebagai sesuatu yang indah dan menganggap tinggi kebudayaan orang-orang Cina, hingga akhirnya mereka menirunya. Pada saat itu kebudayaan Cina dianggap sebagai budaya yang modern, karena bila dibandingkan dengan kebudayaan di Jepang pada masa itu, budaya Cina jauh lebih maju dan dianggap indah oleh orang-orang Jepang yang melihatnya. 
Dari berbagai wilayah yang telah disebutkan diatas, terdapat dua negara yang mendapat pengaruh budaya Cina yang sangat kuat, yakni Jepang dan Korea. Kedua negara tersebut memiliki budaya yang mirip dengan budaya Cina pada umumnya. Hingga kini, kita dapat melihat kemiripan tersebut, misalnya dalam hal arsitektur, bangunan-bangunan tradisional Jepang dan Korea sangat mirip dengan bangunan tradisional Cina. Selain itu dalam hal kepercayaan, adanya pengaruh dari paham Konfusianisme dalam berbagai segi kehidupan bangsa Cina, Jepang dan Korea. Berbagai kemiripan tersebut menimbulkan suatu hipotesis awal bahwa kebudayaan ketiga negara tersebut berasal dari satu wilayah yakni Cina, dalam artian bahwa Jepang dan Korea menerapkan unsur-unsur budaya Cina dalam kehidupan mereka setelah menerima pengaruh dari budaya yang disebarkan oleh orang-orang Cina yang melakukan migrasi ke wilayah mereka.


Akulturasi Kebudayaan Cina Terhadap Kebudayaan Jepang
Kebudayaan Cina yang mengalami akulturasi dengan kebudayaan Jepang diantaranya ialah dalam hal tulisan dan bahasa, bangsa Jepang pada awalnya belum bisa membaca dan menulis, Jepang juga tidak punya system tulis, kemudian mengadopsi dan mempribumikan banyak aksara China serta meramunya dengan sistem tulis temuan sendiri (Jacques, 2009: 126). Dibawanya bahasa Cina oleh seorang sarjana Korea yang bernama Wani sebagai perantara, maka orang Jepang mengadopsi tulisan dari Cina tersebut. Pada awalnya Wani mengajarkan tentang huruf Cina di Jepang, karena pada saat itu banyak yang mempelajari dan memang belum ada sistem penulisan di Jepang. Jepang kemudian mengadopsi tulisan Cina tersebut, mereka menggunakan tulisan Cina dengan dua cara, yaitu cara fonetis dan cara ideografis.
Selain itu hal lain yang mempengaruhi kebudayaan Jepang dari kebudayaan Cina ialah dalam hal kepercayaan atau agama, mayoritas di Jepang menganut agama Shinto. Bila dalam bahasa Mandarin maka menjadi shin dan tou yang bermakna “jalan/jalur dewa”. Shinto merupakan agama resmi yang berasal dari Jepang. Shinto merupakan penyembahan kepada kammi (dewa, roh alam, atau sekedar kehadiran spiritual).Kammi merupakan benda-benda dan proses alam, misalnya Amaterasu, sang dewa matahari.
Ajaran Shinto ini merupakan animisme karena mempercayai banyak dewa.Dalam ritual keagamaannya Shinto melakukan penyembahan pada arwah leluhur/ nenek moyang.
Pada sekitar abad ke 5 masuklah agama Budha dari Cina ke Jepang. Ajaran agama Budha di Jepang mempercayai dewa matahari atau dikenal dengan nama Amaterasu sebagai dewa tertinggi yang dianggap sebagai penjelmaan Budha Daichi Nyorai. Agama Budha di Jepang yang paling terkenal adalah ajaran Budha Zen yang diserap dari China. Setelah masuknya Agama Budha ke Jepang, banyak peziarah dari Jepang pada abad ke-9 datang ke Wihara di Cina (Sen, 2010 : 98).
Tak hanya dalam kepercayaan dalam bentuk agama dan ilmu falak, filsafat pun mulai menyebar di Jepang antara lain Konfusianisme dan Taoisme. Konfusianisme menanamkan pengaruhnya seperti pemujaan terhadap nenek moyang, kesetiaan kepada keluarga, kebaktian anak kepada keluarga, dsb. Loyalitas berikut bakti kepada orang tua dan kewajiban terhadap orang yang lebih senior menurutotoritas, darah, dan umur termasuk karakteristik penentu utama hubungan hierarkis yang menjiwai budaya Jepang (Jacques, 2009: 51). Pengaruh Taoisme masuk pula ke Jepang. Unsur dari Taoisme yang berkembang di Jepang terletak dalam bentuk penggunaan magic atau sihir.
Tenunan dan kerajinan di Jepang pun dapat pengaruh dari Cina, sejak zaman Kofun sudah dikenal sistem menjahit pakaian yang nantinya dikenal dengan nama Kimono. Pada awal perkembangannya Cina mempengaruhi Jepang dengan pakaian yang terdiri dari dua potong pakaian yaitu pakaian atas dan pakaian bawah. Haniwa mengenakan baju atas seperti mantel yang dipakai menutupi kantoi. Pakaian bagian bawah berupa rok yang dililitkan di pinggang. Dari penemuan haniwa terlihat pakaian berupa celana berpipa lebar seperti hakama. Baju atas terdiri dari dua jenis kerah yaitu kerah datar sampai persis di bawah leher (agekubi) dan kerah berbentuk huruf “V” (tarekubi) yang dipertemukan di bagian dada. Kerajinan yang mendapat pengaruh Cina ialah dalam sistem penghalusan keramik pada masa Yayoi juga hasil pengaruh yang dibawa oleh Cina ke Jepang selain itu teknologi perkayuan, pengolahan benang sutra yang banyak dilakukan di Jepang berasal dari Cina.
Dalam hal mata pencaharian tradisional di Jepang, kebudayaan Cina juga telah banyak berdatangan sejak abad ke 3 di daerah Kan di Jepang, dengan masuknya perunggu dan pertanian, maka banyak sekali masyarakat Jepang yang memiliki mata pencaharian sebagai petani.
Pengobatan di Jepang Pijat tradisional China kuno yang dikenal Shiatsuatau juga dikenal sebagai ‘anma’. Anma kemudian diadopsi dan diadaptasi oleh masyarakat Jepang. Terapi anma ini secara bertahap berevolusi dan dipengaruhi oleh kebudayaan dari timur dan barat.Terapi Amma (atau anma dalam bahasa Jepang) dapat menyembuhkan sakit ringan, nyeri, sampai sakit yang serius atau parah.
Hubungan antara Cina dan Jepang secara resmi telah dibuka sejak abad ke-5. Hasil dari hubungan tersebut yaitu banyak kebudayaan Cina yang masuk ke Jepang, seperti: kesusasteraan, ilmu falak, obat-obatan, menenun dan juga agama Budha.  

Akulturasi Kebudayaan Cina Terhadap Kebudayaan Korea
Selain Jepang, kebudayaan Cina juga menyebar ke Korea. Awal mula menyebarnya budaya Cina adalah saat Korea belum terpecah menjadi dua negara, melainkan pada saat jaman Tiga Kerajaan yakni Kerajaan Koguryo, Kerajaan Baekje dan Kerajaan Silla. Budaya-budaya Cina yang masuk ke Korea, tidak semuanya langsung diterapkan oleh orang-orang Korea. Namun, disesuaikan dengan kondisi masyarakat Korea saat itu. Sehingga terjadi proses akulturasi antara budaya Cina dan budaya Korea.
Dalam perspektif teori difusi kebudayaan, penyebaran budaya Cina ke Korea terjadi melalui dua cara, yakni: pertama, penetrasi kebudayaan dengan cara kekerasan (paksa) yang dibuktikan dengan adanya agresi kerajaan Cina ke  berbagai wilayah termasuk ke Korea, yang terjadi pada saat Dinasti Han yang berkuasa. Pada awalnya seorang pemimpin emigran Korea asal Cina bernama Wiman, ia menaklukan raja Kojosun di semenanjung Korea pada awal abad ke-2 SM, namun ini tidak berlangsung lama karenaadanya agresi dari Dinasti Han yang datang dan meruntuhkan Kojosun, sehingga jatuh ke tangan kerajaan Han. Dalam agresinya, Dinasti Han banyak menyebarkan kebudayaan-kebudayaan mereka di wilayah jajahannya, termasuk di Korea. Kedua, penetrasi kebudayaan secara damai. Hal ini dibuktikan denganbeberapa sumber yang mengatakan bahwa kebudayaan Cina masuk ke Korea dengan cara diimpor, maksudnya adalah tanpa adanya pemaksaan. Orang-orang Korea menerapkan kebudayaan Cina dalam budaya-budaya yang dimilikinya dikarenakan adanya keinginan mencontoh kebudayaan Cina yang membuat tata kehidupan menjadi baik, teratur dan maju.
Shamanisme merupakan kepercayaan yang berlandaskan hal-hal mistik atau gaib, dan percaya pada roh-roh yang sudah meninggal. Dalam shamanisme di Korea, banyak dilakukannya gut atau persembahan dalam upacara-upacara seperti penyembuhan terhadap penyakit-penyakit, meminta keberuntungan dalam pertanian dan lain-lain, dan perantaranya melalui orang yang kerasukan. Walaupun bukan berasal dari Cina, namun agama Budha dikenalkan di Korea melalui perantara Cina atau Tionghoa (Sejarah Korea, 1995: 31), yang selanjutnya Korea menyebarkan  agama Budha ke Jepang.
Selain itu juga masuknya filsafat Konfusianisme yang merupakan alirat filsafat yang diajarkan oleh Confucius. Tujuan aliran ini yang sesungguhnya dan paling utama adalah konsepsi tentang langkah pencapaian masyarakat yang ideal. Confucius ingin melanjutkan dan memelihara tradisi pemikiran membela dan mempertahankan masyarakat feodal.  Ajarannya tentang moral diperuntukan untuk golongan atas. Dalam pandangannya, rakyat biasa hanya berfungsi untuk mengabdi pada raja. (Wiriaatmadja, 2003: 112). Di Korea, aliran Konfusianisme merupakan budaya  yang diimpor dari Cina dan pertama kali diterima di kerajaan Goguryeo, lalu berturut-turut ke Baekje dan Silla. Aliran ini diduga masuk ke Korea pada abad ke 4 Masehi, saat ketiga negara telah mencapai tingkat kematangan.
Kaum bangsawan terdiri dari keluarga raja yang memegang hak mutlak baik di bidang politik, ekonomi maupun seni budaya sekalipun. Sebagian besar penduduk awam bekerja sebagai petani yang memiliki tanah sendiri, berkewajiban membayar berbagai pajak dan dipanggil oleh kerajaan. Sementara itu, kaum masyarakat yang paling rendah disebut dengan Bugok. (Sejarah  Korea, 1995: 29).
Dalam bidang kesenian pun ada unsur akulturasi, dengan terdapat banyak tari-tarian dan nyanyian-nyanyian dalam budaya seni Korea. Karena sejak zaman dahulu bangsa Korea dikenal sangat menikmati nyanyian dan tarian.
Dalam seni pahatan, di Korea banyak terdapat karya-karya indah, diantaranya adalah Pagoda batu, patung Budha, lonceng, lukisan dan kerajinan tangan. Di antara pagoda batu, pagoda 7 tingkat di kuil Hyonhwa, pagoda 9 tingkat yang bersegi 8 di kuil Woljong dan pagoda bati 10 tingkat di kuil Kyongchon yang menawan. Patung Budha Amitayorai sojo di kuil Busok dianggap sebagai karya terbaik pada masa Koryo. Terdapat banyak karya seni yang mencolok mengenai Budha, ini menunjukan bahwa agama Budha pada saat itu di Korea dianut banyak orang dan mempengaruhi segala kehidupan.
Terdapat begitu banyak kesenian yang ada di Korea yang terpengaruh oleh kebudayaan Cina. Di Korea tedapat seni kaligrafi yang dinamakan soeye. Soeye merupakan seni menulis indah dalam aksara Cina yang berkembang di Korea.Tulisan yang ditulis satu demi satu dalam gaya khas penulis menggunakan kuas yang sudah dioleskan ditinta sebelumnya dibentuk membuat sebuah kalimat bermakna.

Penutup
Sebuah peradaban besar pasti didukung oleh kebudayaan yang besar pula. Begitu pula halnya dengan peradaban Cina yang memiliki kebudayaan kuat sebagai perlambang identitas bangsanya. Dengan basic yang sangat kuat dan sejarah yang panjang, kebudayaan Cina tersebut pada perkembangannya mempengaruhi kebudayaan-kebudayaan di sekitarnya. Sejarah pun membuktikan bahwa Cina merupakan sumber peradaban bagi bangsa-bangsa tetangganya, seperti Jepang dan Korea. Pernyataan ini dibuktikan dengan ditemukannya unsur-unsur budaya Cina dalam berbagai segi kehidupan di Jepang dan Korea. Selain itu juga dibuktikan dengan adanya bentuk-bentuk akulturasi antara kebudayaan Cina dengan kebudayaan asli setempat.
Hal ini sekaligus membuktikan hipotesis awal, bahwa kebudayaan yang dimiliki oleh Cina, Jepang, dan Korea memang bersumber pada satu wilayah, yakni dari Cina. Kebudayaan Cina menyebar ke Jepang dan Korea dan berakulturasi dengan kebudayaan setempat, sehingga membentuk kebudayaan yang khas bagi Jepang dan Korea. Pada saat ini kita dapat melihat adanya kesamaan antara kebudayaan dari ketiga negara tersebut.

Oleh : Rani Anggia Puspita       (0906689)
          Elfa Michellia Karima     (0907228)
          Dwi Setiyono                 (0908890)



Daftar Pustaka 



Jacques, Martin. (2011). When China Rules the World. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Koentjaraningrat.(2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: RinekaCipta
Sen, Tan Ta. (2010). Cheng Ho. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Taniputera, Ivan. (2007). History of China. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Tanpa nama. (1995). Sejarah Korea. Seoul: Radio Korea International KBS.
Wiriaatmadja, Rochiati dkk. (2004). Sejarah dan Peradaban Cina. Bandung: Humaniora Utama Press (HUP).