Jumat, 23 Desember 2011

UAN Sebagai Sarana Pembangunan Pendidikan


Negara Indonesia adalah salah satu negara yang sedang berkembang dan memelukan berbagai pembangunan dalam segala bidang, bukan hanya bidang ekonomi, tetapi juga dalam bidang sosialnya. Pembangunan diartikan dalam berbagai definisi, pada intinya pembangunan itu adalah sebuah perubahan atau pertumbuhan yang terjadi dalam berbabagai aspek juga sistem bukan hanya aspek fisik saja tetapi aspek sosial, dan tentunya dalam sebuah pembangunan ini ada faktor positif dan ada juga faktor negatif. Pembangunan juga bisa diartikan sebagai proses yang dilakukan manusia untuk meningkatkan tingkat kehidupannya, baik yang berupa kebutuhan material maupun nonmaterial.
Salah satu upaya untuk melakukan pembangunan di Indonesia bukan hanya dalam bidang yang berbau ekonomi saja, sesngguhnya ada hal yang harus kita bangun dan lebih penting yaitu pendidikan. Pendidikan adalah akar dari semua masalah bangsa kita, dan dengan pendidikan juga solusi yang baik itu ada. Karena sesungguhnya kemajuan suatu bangsa juga dilihat dari mutu pendidikan negara tersebut jika rendah maka negara itu sulit sekali untuk maju, seperti negara kita ini. Pendidikan lah yang mencetak generasi penerus yang nantinya memajukan, membangun dan menyejahterakan bangsa ini, maka dai itu kita memerlukan pendidikan yang handal dan juga berkualitas agar tidak mencetak genrasi penerus yang salah yang hanya mampu korupsi dan merugikan rakyat saja. Pendidikan lah yang harusnya menjadi saluran dalam menciptakan bangsa ini menjadi bangsa yang lebih baik, karena pendidikan seharusnya membentuk pribadi dan juga etos kerja yang berkualitas dalam pribadi manusia Indonesia.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Fungsi dan tujuan pendidikan nasional tertuang dalam Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 yaitu : “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, sehat, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
Pendidikan merupakan pondasi pembangunan suatu bangsa, jika pendidikan tidak berjalan dengan semestinya maka pembangunan tidak akan terlaksana, atau bahkan dapat mengakibatkan krisis multidimensi yang berkepanjangan. Hal ini dikarenakan pendidikan merupakan media pembangunan yang memiliki posisi strategis dalam mengintegrasikan dan mengatur sub-sub sitem dalam masyarakat. Pendidikan juga merupakan sarana transformasi ilmu pengetahuan, yang meliputi sosialisasi ilmu pengetahuan, pengembangan ilmu pengetahuan, sosialisasi norma dan nilai dalam masyarakat, baik budaya, agama, maupun idiologi.
Pemerintah sudah banyak melakukan berbagai kebijakan untuk memperbaiki sistem pendidikan bangsa kita, bahkan rasanya sudah banyak sekali, dan itu dilakukan hanya untuk meningkatkan mutu pendidikan negara kita tetapi rasanya hasilnya masih nol besar. Coba tengok kanan kiri anda apa memang benar pendidikan negara kita sudah mengalami kemajuan? Bukankah pendidikan itu milik semua hak? Jika memang benar sudah mengalami kemajuan tentunya pendidikan itu dapat dirasakan oleh semua kalangan tanpa pandang bulu atau apapun tapi kenyataannya jurang pemisah itu begitu tajam dan hanya si kaya lah yang mampu merasakan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, bahkan si miskin hanya mampu tamat sampai SD saja, inikah figure pembangunan pendidikan bangsa kita? Bagaimana mau maju jika pendidikan masih dianggap sebagai sesuatu yang “wah” dan mahal, dan anggapan bahwa pendidikan hanya diperuntukkan untuk kalangan terntentu saja.
Salah satu kebijakan pemerintah yang masih menimbulkan pro kontra dan sudah menimbulkan banyak permasalahan adalah dalam hal evaluasi pendidikan yaitu UAN. Ujian Nasional biasa disingkat UN / UNAS adalah sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah secara nasional dan persamaan mutu tingkat pendidikan antar daerah yang dilakukan oleh Pusat Penilaian Pendidikan, Depdiknas di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional dilakukan evaluasi sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Ujian Akhir Nasional yang akhir akhir ini menjadi buah bibir sekaligus menjadi sesuatu yang sangat ditakutkan oleh semua peserta didik yang akan melaksanakan ujian termasuk juga guru dan orang tua siswa. Hal ini dirasa aneh kenapa UAN yang seharusnya menjadi tolak ukur untuk memajukan mutu pendidikan justru menjadi hal yang sangat ditakutkan dan malah memunculkan masalah baru dalam pendidikan?
Jika dilihat dari satu sisi UAN ini merupakan langkah yang sangat bagus dalam meningkatkan standar dan juga mutu pendidikan negara kita. Dengan adanya UAN kita bisa menilai sejauh mana pendidikan kita dapat memajukan rakyatnya, dan sejauh mana kualitasnya apa masih jauh jika dibandingkan dengan negara lain ataukah kedudukannya sejajar. Standar inilah yang bisa digunakan untuk memperbaiki pendidikan di negara kita, jika memang masih jelek dan sangat jauh kuliatasnya jika dibandingakn dengan negara lain maka sudah jadi tugas kita untuk kembali meningkatkan mutu pendidikan. Tanpa kita sadari pendidikan itu menjadi hal yang pokok dan sangat penting untuk membangun bangsa dan juga membangun karakter setiap rakyatnya. Karena mutu pendidikan yang baguslah yang mampu mebangun SDM yang bagus, jika SDM bagus maka pembagunan bisa dilakukan dalam berbagai hal dan Indonesia pun bisa melaju cepat, tapi pada kenyataannya SDM negara kita memang sangat rapuh maka tak heran jika negara kita masih mandeg dalam hal pembangunan. Negara ini memang sudah seharusnya bangun dan mulai merintis memperbaiki mutu pendidikan, dan UAN inilah yang akan dijadikan sebagai langkah konkrit dalam memajukan dan menata kembali pendidikan Indonesia.
Tapi jika dilihat dari sisi yang berbeda UAN ini justru memunculkan berbagai permasalahn yang pelik dan hebat untuk bangsa kita. Pendidikan yang baik bukankan pendidikan yang mampu mencerdaskan bangsa nya, tetapi UAN ini maah terkesan semakin mempersulit peserta didik dan malah memberikan ketakutan yang begitu hebat. UAN memang sudah bagus sebagai alat evaluasi tetapi hendaknya UAN ini bukan satu satunya jalan yang digunakan untuk standarisasi kelulusan, karena sesungguhnya kelulusan seseoarng itu bukan hanya dilihat dari nilai kognitif nya saja tetapi juga dari afektif dan psikomoriknya. Jika UAN ini dijadikan sebagai satu satunya standarisasi kelulusan seperti sekarang maka dirasa sangat tidak adil dan menjadi hal yang sangat mematikan untuk para peserta didik, bayangkan UAN yang harus memajukan kualitas pendidikan malah menjadi hal yang mendidik siswa untuk melakukan kecuranan untuk mencapai kelulusan? Apa itu wajah pendidikan negara kita, harus melakukan berbagai hal agar bisa lulus? Ujian dalam 3 hari itu seharusnya bukan menjadi satu satunya jalan dalam standarisasi kelulusan, hendaklah proses pembelajaran mereka yang bertahun tahun lamanya pun dinilai sehingga hal tersebut bisa dianggap adil, dengan begitu kemungkinan besar tidak aka nada lagi anak yang tercatat sebagai juara umum tetapi tidak lulus UAN, hal ini lah yang menjadi hal yang dianggap sangat tragis dalam wajah pendidikan negara kita.
Jika dilihat dari segi teknis, UAN ini juga memang kurang cocok jika digunakan dalam evaluasi yang menggunakan standar komputerisasi. Iya mungkin dunia ini sudah modern dengan berbagi alat-alat teknologi dan sudah saatnya pula masyarakat kita melek tekonologi dengan menggunakan teknik penilaian komputerisasi, tapi pada kenyataannya masyarakat kita belum sap dan hasilnya terjadi cultural shock. SDM negara kita belum cukup bagus, sehingga hal hal yang seperti itu masih dianggap menjadi hal yang sangat aeh atau bahkan dirasa mematikan mereka. Krena sesungguhnya masalah UAN itu bukan hanya dalam standar kelulusan tetapi dalam hal teknis, kebanyakn dari siswa merasa ketakutan ketika jawaban yang mereka bulati tidak bisa terdeteksi oleh komputer karena walaupun jawabannya benar tetapi tidak terdeteksi maka akan tetap dianggap salah. Hal itu lah juga yang menjadi salah satu sumber ketakutan yang dirasakan siswa, kenapa harus memaksakan teknologi yang justru bukan meringankan tetapi malah memberatkan.
UAN juga dilakukan serempak dan sama seluruh Indonesia baik itu sekolah yang ada di kota maupun di desa dengan standar nilai kelulusan yang sama pula, sedangkan kondisi dari sekolah sekolah tersebut sudah jelas berbeda. Peserta didik yang ada di kota mungkin siap dengan UAN karena dbarengi dengan fasilitas yang begitu lengkap yang bisa menunjang pembelajaran sehingga lebih banyak peluang untuk belajar dan memperoleh nilai yang bagus ketika UAN. Sedangkan para siswa yang ada di desa tentu fasilitas yang mereka miliki sangat jauh berbeda dengan para siswa yang ada di kota, dan sudah tentu persiapan dalam ujian pun berbeda. Walaupun sebenarnya fasilitas bukan menjadi satu satunya jalan dalam keberhasilan sebuah proses pembelajaran. Jika memang pememrintah ingin memukul rasta nilai standarisasi kelulusan itu, maka fasilitas juga arus disamaratakan, karena pendidikan bukan hanya milik masyarakat kota tetapi juga milik masyarakat desa.
UAN juga bukan tidak mungkin memberikan sisi kecurangan yang sangat hebat, bukan lagi menjadi suatu rahasia umum bahwa UAN bulan memperbaiki pendidikan tetapi malah semakin memperburuk pendidikan di Indonesia. Bayangkan saja, dengan standarisasi kelulusan yang dirasa tinggi para siswa, guru ataupun para orang tua siswa mulai merasa stress dan melakukan berbagai cara untuk mencapai kelulusan termasuk dari cara yang masih wajar hingga cara yang curang sekalipun. Mulai dari yang mencontek, mendapat bocoran dari SMS ataupun membeli soal sekalipun berapa pun harganya, apakah pendidikan seperti ini seharusnya? Walaupun masih ada cara yang baik dengan mengikuti bimbel tetapi justu cara yang curang lebih banyak, maka tak heran jika para guru pun banyak melakukan berbagai kecurangan agar anak didiknya lulus ujian.
Apakah sistem evaluasi harus seperti ini? Memberatkan semua pihak dan malah menimbulkan masalah yang semakin banyak, tak jarang anak anak yang tidak lulus UAN menjadi pengangguran dan enggan untuk melanjutkan sekolah, pantas saja jika negara kita semakin terpuruk karena pendidikan pun semakin jauh dari rakyatnya. Bukankah pendidikan itu seharusnya mampu membentuk kepribadian seseorang sehingga kelak nantinya dia mampu mebangun bangsa ini? Apa yang seharusnya kita lakukan, ada siapa yang harus disalahkan? Sebenarnya tidak ada yang bisa disalahkan, sistem yang dilakukan dan tujuan dari pemerintah untuk mengadakan UAN ini memang sebuah langkah yang bagus hanya saja pelaksanaannya yang masih dirasa kurang bagus. Pendidikan itu seharusnya bukan membuat seseorang menjadi semakin merasa kecil dan kerdil di dunia ini tetapi pendidikan seharusnya mampu menjadi seseorang menjadi besar di dunia ini. Karena keberhasilan pendidikan bukan ditentukan oleh nilai tetapi ditentukan oleh seberapa jauh dia mampu mengaplikasikan pendidikan yang dia punya untuk membangun kehidupannya.
Teori yang cocok untuk mengkaji dan memberikan solusi terhadap masalah yang timbul karena UAN adalah teori modernisasi baik itu klasik atau modern. Selama ini sistem pendidikan negara kita hanya mengacu pada modernisasi klasik, karena modernisasi klasik itu beranggapan bahwa negara negara baratlah yang menjadi sentral dan kiblat untuk negara kita ataupun negara lainnya karena kita terlalu menganggap bahwa kehidupan mereka sudah modern dan memang pautu dicontoh. Dan ini lah sistem yang salah, seharusnya negara kita tidak hanya mampu meniru apa yang negara negara barat lakukan baik itu dalam bidang pendidikan ataupun dalam bidang lainnya tetapi juga mampu menyelarasakn antara apa yang ditiru dari barat dengan keadaan sosio kultura negara kita karena tidak semua sistem atau suatu kebijakan dari barat dapat diterapkan dan berhasil di negara kita.
Seharusnya negara kita lebih banyak menggunakan teori modernisasi modern untuk melakukan pembangunan di negara ini termasuk juga pembangunan pendidikan. Teori modernisasi modern ini beranggapan bahwa negara manapun bisa menjadi kiblat dan bisa maju tanpa menjadikan negara barat sebagai sentralnya, seharusnya negara kita pun begini, membuat suatu sistem tidak selamanya harus berkiblat ke barat tetapi memabuat suatu sistem harus disesuaikan dengan kehidupan sosiokultural negara nya sehingga tidak terkesan memaksakan. Mau dipungkiri ataupun tidak tentu saja banyak perbedaan yang sangat melekat antara negara kita dengan negara lain maupun negara barat tidak bisa disamaratakan, jika kita terus terusan memandang barat sebagai sentral selamanya kita akan terus mengalami keterpurukan karena terlalu memaksakan, SDM negara kita itu masih sangat jauh berbeda dengan SDM negara lain maupun negara barat yang dianggap negara sentral. Dalam pendidikan harusnya negara sentarl itu memang dijadikan contoh tetapi jangan memaksakan diri untuk terus menerus menyamaratakan dengan negara sentral karena negara kita juga memiliki potensi untuk mengembangkan pendidikan sesuai dengan iklim dan budaya negara kita. Contohnya teknik komputerisasi dalam penilaian UAN memang sudah sangat lumrah di Barat bahkan menjadi hal yang biasa, tetapi berbeda dengan negara kita yang masih menganggap hal itu masih sulit dikarenakan SDM yang masih rendah. Hendaknya ketika pemerintah akan mengambil sebuah kebijakan, sistem yang dibuat seharusnya sesuai dengan kepribadian dan keadaan bangsa kita, sehingga dapat memajukan pendidikan Indonesia bukan semakin memperburuk pendidikan Indonesia.

Created : Dinar Siti Jenab (Pend. Sejarah UPI)

Revolusi Kebudayaan China Dalam Perfective Teori Modernisasi Baru


Revolusi Kebudayaan adalah revolusi besar yang terjadi di Cina antara tahun 1966 dan 1969. Revolusi Kebudayaan merupakan revolusi di segala bidang untuk mengembalikan Cina kepada ajaran Maoisme yang dirasakan semakin lama semakin luntur karena digerogoti anasir-anasir Barat. Revolusi ini digerakkan oleh Mao Tse Tung sebagai puncak perseteruannya dengan pejabat Presiden Liu Shaoqi dan kelompoknya yang dituduh beraliran kanan, mendukung intelektualisme dan kapitalisme. Revolusi ini ditandai dengan dibentuknya Pengawal Merah, sebuah unit paramiliter yang mayoritas anggotanya adalah mahasiswa-mahasiswa yang mendukung Mao dan ajaran-ajaranya.
Revolusi Kebudayaan sesungguhnya merupakan reaksi atas kegagalan pelaksanaan kebijakan Lompat Jauh ke Depan, yang dicanangkan Mao Tse Tung pada awal 1958. Setelah kegagalan ekonomi yang dramatis tersebut, Mao mundur dari jabatannya sebagai Presiden Cina. Kongres Rakyat Nasional melantik Liu Shaoqi sebagai pengganti Mao. Mao tetap menjadi Ketua Partai Komunis, namun dilepas dari tugas ekonomi sehari-hari yang dikontrol dengan lebih lunak oleh Liu Shaoqi, Deng Xiaoping dan lainnya yang memulai reformasi keuangan.
Liu Shaoqi sebagai Presiden Cina, diberikan tugas untuk melakukan pemulihan dan penyesuaian kembali keadaan perekonomian negara dari krisis besar dan kekacauan parah yang menimpa Cina akibat gerakan Lompat Jauh ke Depan. Liu mendapat tugas menstabilkan lagi perekonomian, setidaknya seperti keadaan Pelita I dijalankan, sehingga upaya untuk mewujudkan pembangunan Cina ke arah yang lebih baik dapat segera dilaksanakan.
Akhir tahun 1970-an, perdebatan antara berbagai perspektif pokok pembangunan mulai mereda. Pada saat ini muncul pandangan dari pengusung teori modernisasi Baru yang merupakan revisi terhadap berbagai asumsi dasar teori modernisasi klasik. Hasil kajian baru teori modernisasi tersebut telah menemukan beberapa wilayah kajian yang baru pula. Perbedaan utama dari teori Modernisasi Klasik adalah terletak pada hal-hal berikut :
1.       Pada teori Modernisasi Baru, aspek yang berkenaan dengan tradisi tidak dipandang sebagai penghambat pembangunan. Malahan dipandang sebagai faktor positif. Sehingga tidak mempertentangkan dengan tajam antara nilai-nilai tradisional dan modern.
2.       Tidak lagi menjadikan Negara-negara Barat sebagai satu-satunya model dan arah  pembangunan.  Hal  ini  disebabkan secara  metodologis  lebih memperhatikan hal-hal yang nyata dibanding sebelumnya yang lebih abstrak dan  tipologis.  Faktor  kesejarahan  sangat  dipertimbangkan  di  dalam menjelaskan pola perkembangan Negara tertentu.
3.       Lebih memperhatikan faktor internasional yang dianggap mempengaruhi pembangunan di Dunia Ketiga, di samping lebih memperhatikan faktor konflik kelas, dominasi ideologi dan peranan agama.
Akhirnya, dapat disimpulkan Modernisasi Baru dalam koreksinya terhadap Teori Modernisasi Klasik adalah bahwa pentingnya kembali kepada peran-peran nilai tradisional dan kembali kepada  analisis sejarah. Melalui analisis sejarah, akan lebih memberikan perhatian kepada keunikan dari setiap kasus untuk menjelaskan dan mendukung keabsahan teori. Kemudian, menghindari penyajian analisa dan pernyataan yang simplisistik, dan hanya mengandalkan analisa pada satu variable. Tetapi harus mengamati keseluruhan fenomena secara simultan, dari berbagai pranata sosial (sosial,budaya, agama dan politik), berbagai arah pembangunan, serta interaksi internal dan eksternal.
Setelah gagalnya program lompatan jauh kedepan Mao mencanangkan untuk merekontruksi rakyat china untuk menghidupkan lagi budaya leluhur yang pada program lompatan jauh kedepan mulai di tinggalkan oleh rakyat China, ketika program revolusi budaya di gaungkan kepada seluruh rakyat terjadi penutupan budaya barat dan kembalinya konsep kuno china yang sampai saat ini banyak di anut oleh bangsa china sehingga menurut saya teori modernisasi baru di china yaitu mengembalikan budaya ke nilai-nilai tradisional sangat berhasil dikarenakan China memiliki yang memang metafora pranata keluarga yang bagus diterapkan dalam bidang perdagangan dan pembangunan.
Dalam penelitian Wong, thesis tentang nilai-nilai tradisional yang kontra produktif terhadap upaya pembangunan ekonomi tersebut berhasil dijawab dengan sebuah bukti riil, justru metafora pranata keluarga telah cukup memberikan alasan untuk legalitas hubungan antara patron (tuan/pemilik) dengan Klien (pekerja). Secara ekonomis, hubungan paternalisme yang penuh dengan kebajikan itu telah membantu para usahawan untuk menarik dan mempertahankan tenaga kerja yang ada di dalam industri yang sangat fluktuatif. Secara politis, jika para pekerja merasa tidak puas terhadap kebijakan pengusaha, maka tidak aka nada perlawanan secara kelompok, seperti melalui demo. Tetapi lebih diekspresikan secara pribadi. Misalnya, dengan cara mangkir dari tempat kerja atau mengundurkan diri.
Nepotisme, bagi Wong dalam penelitiannya memperlihatkan sisi positif. Melalui nepotisme, berbagai badan usaha di Hongkong berhasil mempertahankan eksistensinya. Melalui sistem penggajian dan pembagian kerja, serta lama bekerja yang fleksibel, dan pengusaha dapat memiliki kekuatan dan posisi yang kuat di dalam persaingan antar perusahaan. Karena , di saat perusahaan mengalami masa kritis, para pekerja yang cakap, terdiri dari sanak keluarga bisa dibayar murah atau ditunda bayarannya. Ketika posisi perusahaan menjadi lebih baik bahkan tumbuh kembang ke arah yang bagus, maka perusahaan membayar hutang mereka kepada para pekerja dan mencoba lebih mensejahterakannya. Jika ada anggota keluarga menduduki posisi manejerial, usahawan etnis Cina tersebut akan memberikan dan mencukupi segala kebutuhannya, dan melengkapinya dengan pendidikan formal sekaligus kesempatan untuk magang. Oleh karena itu, menurut Wong, tenaga menejer keluarga sangat jarang memiliki standar mutu yang rendah.
Di samping itu, tingginya tingkat kepercayaan terhadap antar anggota keluarga kemudahan mencapai konsensus, kemampuan menutupi rahasia dan pengambilan keputusan yang sangat cepat membuat perusahaan keluarga memiliki daya saing yang kuat.
Oleh karena itu, berdasar temuannya tersebut, Wong menyebutkan tiga karakteristik pokok dari etos usaha keluarga. Pertama, konsentrasi yang sangat tinggi dalam proses pengambilan keputusan, kendati dalam saat yang sama terdapat rendahnya derajat usaha untuk memformalkan struktur organisasi. Kedua, Otonomi dihargai sangat tinggi dan lebih menyukai bekerja secara mandiri dalam bentuk hubungan kerja yang paternalistik, ketiga pengawasan yang ketat dengan delegasi wewenang yang sekecil mungkin
Melihat keadaan china ketika revolusi kebudayaan sangat relevan ketika saya mengaitkan revolusi kebudayaan dengan teori modernisasi baru karena teori modernisasi baru berbicara tentang paham-paham tradisional atau tradisi tradisional bukan sesuatu hal yang dapat berpengaruh terhadap pembangunan dengan di buktikan penelitian wong yang mengupas tentang industri keluaraga di China.
Created : Ami Abdullah Fahmi (Pend Sejarah UPI)

Rabu, 07 Desember 2011

Perekonomian Singapura Pasca Kemerdekaan Dilihat Dari Perspektif Teori Modernisasi


Singapura mengalami perubahan strategi perekonomiannya dari industri subtistusi impor menjadi industri yang berorientasi ekspor. Perubahan strategi perekonomiannya itu berawal dari gagalnya merger antara Singapura dengan Malaysia, yang dimana penggabungan tersebut dilakukan oleh kedua negara pada tahun 1963 dalam suatu wadah Federasi Malaysia. Mengingat luas wilayah Singapura dan sumber daya alam yang terbatas, maka Singapura merubah arah strategi perekonomiannya. Langkah awal perjalanan ekonomi Singapura pasca hengkangnya dari Federasi Malaysia, Pemerintah mengubah arah kebijakan Singapura menjadi negara Industri yang berorientasi ekspor dan memanfaatkan letak geografisnya yang strategis menjadi tempat perdagangan dan jasa internasional dengan mengajak perusahaan-perusahaan internasional untuk mendirikan kantor cabangnya di Singapura.
Strategi industrialisasi yang dilakukan Singapura diikuti dengan strategi menarik investor sebanyak-banyaknya ke Singapura, mengingat modal pembangunan yang sangat terbatas dan terbatasnya pula sumber daya manusia yang berkualitas pada saat itu. Serta pemanfaatan Selat Malaka secara optimal sebagai pelabuhan internasional dan jasa internasional yang dimana selat jalur laut yang sangat strategis dan padat yang menghubungkan antara benua Eropa dengan kawasan di Asia Tenggara
 Modernisasi merupakan suatu proses bertahap (Suwarsono-So, 1991: 21). Jelas bahwa untuk mencapai segala sesuatu pun harus melalui proses yang ada. Rostow memaparkan berbagai fase pertumbuhan ekonomi yang hendak dilalui masyarakat. Dimulai dengan fase masyarakat tradisional, kemudian masuk kedalam fase prakondisi tinggal landas, diikuti dengan tahapan tinggal landas, kemudian akan dicapai tahap kematangan pertumbuhan, serta yang akan dicapai masyarakat dengan konsumsi massa yang tinggi. Fase-fase yang dipaparkan oleh Rostow ini juga dapat diterapkan dalam tahapan pertumbuhan ekonomi di Singapura. Diawali masyarakat tradisional yang hanya sedikit sekali mengalami perubahan sosial. Kemudian secara lambat laun memasuki tahap pra tinggal landas dimana sudah terdapat perubahan karena adanya kaum usahawan ataupun sudah mulai adanya industrialisasi. Walaupun sudah ada perubahan tetapi Rostow memandangnya hanya sebagai prakondisi untuk mencapai tahap tinggal landas. Investasi menjadi hal yang cukup penting dalam perubahan ke fase tinggal landas ini. Bahkan Rostow menjelaskan bahwa faktor penentu untuk mencapai tahap tinggal landas dan pertumbuhan ekonomi yang otonom dan berkelanjutan adalah pemilikan kemampuan untuk melakukan investasi 10% dari pendapatan nasional (Suwarsono-So, 1991: 17). Dan ini memang terbukti, Singapura dapat tinggal landas karena menerapkan peluang berinvestasi yang cukup besar kepada pihak asing.
Dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang otonom dan berkelanjutan Rostow juga memaparkan, maka selanjutnya akan tercapai tahap kematangan pertumbuhan dengan diikuti oleh pesatnya perluasan kesempatan kerja, meningkatnya pendapatan Nasional, peningkatan permintaan konsumen, dan pembentukan pasar domestik yang tangguh. Rostow memberikan label tahapan akhir ini sebagai “masyarakat dengan konsumsi massa tinggi” (Suwarsono-So, 1991:17).
Perekonomian yang baik tentunya ditunjang pula oleh suasana politik yang stabil pula. Itulah salah satunya yang dipertahankan oleh Singapura, mereka berupaya untuk menjaga suasana politik yang stabil dan ditunjang oleh terjaminnya keamanan dan pertahanan. Karena mereka sadar dengan keadaan bahwa mereka hanya memiliki wilayah yang sempit dengan miskinnya sumber daya alam yang dimiliki tetapi mereka sadar pula akan strategisnya posisi mereka. Dengan begitu pelabuhan di Singapura ini merupakan pelabuhan yang cukup ramai bahkan menjadi salah satu pelabuhan tersibuk di dunia. Dengan stabilnya politik maka kebijakan untuk membuka investasi asing mendapat respon yang baik dari para investor asing untuk berinvestasi di Singapura. Segala ketakutan-ketakuatan menjadi hilang karena kestabilan politiknya dengan ditunjang oleh keamanan dan pertahanan.
Selain itu, dukungan rakyat sangat menentukan. Pemerintah harus memastikan persetujuan rakyatnya sendiri untuk politik luar negeri maupun npolitik dalam negerinya yang dirancang untuk mengarahkan unsur-unsur kekuatan nasional supaya dapat mendukung keduanya. Dalam kasus di Singapura yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat, dukungan rakyat mempunyai pengaruh yang cukup penting didalam menunjang pemerintahnya untuk melaksanakan program-program pembangunan yang telah dibuatnya.
Apabila kita mencermati salah satu ciri pokok manusia modern seperti yang disebutkan oleh Inkeles bahwa manusia modern percaya terhadap ilmu pengetahuan, termasuk percaya akan kemampuannya untuk menundukan alam semesta. Itulah yang dilakukan oleh penduduk Singapura dengan wilayahnya yang sempit tapi mereka dapat menundukan alam dengan cara memanfaatkan alamnya yang sempit tetapi dapat dijadikan menjadi tempat transito yang cukup ramai bahkan salah satu yang tersibuk di dunia. Mereka juga aktif dalam percaturan politik tetapi disiplin sehingga dapat dilihat bahwa tingkat korupsi di negara Singapura cukup rendah. Itu juga sedikit banyaknya diakibatkan oleh faktor agama yaitu konfusianisme seperti yang dinyatakan oleh Bellah dalam contoh kasusnya di Jepang. Seperti di Cina, Konfusianisme menekankan pentingnya faktor efisiensi, harmoni, dan sekaligus integrasi dari berbagai bagian yang berbeda dari masyarakat dalam usaha produksi (Suwarsono-So, 1991: 38). Konfusianisme yang tertanam pada diri masyarakat etnis Cina di Singapura membentuk suatu karakter sosial yang positif terhadap bangsa Singapura sebagai bangsa yang tertib, bersih, teratur, nyaman. Hampir 70%  warga Singapura berasal dari Cina dan beragama Konfusianisme sehingga nilai-nilai konfusianisme yang berkembang di Singapura juga turut mengkontribusi pada pembentukan kualitas pemerintah.
Pola perubahan dalam perekonomian di Singapura setelah berpisah dari Malaya berubah dari pola tradisional menjadi modern dengan menggalakan industialisasi di negaranya. Bahkan membuka peluang investasi asing selebar-lebarnya sepertti dipaparkan diatas menjadi sesuai dengan apa yang disebutkan dalam persfektif teori modernisasi memandang pertumbuhan ekonomi dalam sutu negara. Karena selain bertahap, modernisasi juga merupakan proses sistemik dimana didalamnya ada proses industrialisasi. Karena sifatnya yang sistemik dan transformatif maka prosesnya akan berjalan terus-menerus. Teori ini berusaha untuk mengentaskan kemiskinan bahkan mengajak negara dunia ketiga untuk meninggalkan keterbelakangan. Berbeda dengan Indonesia sudah berusaha untuk berubah meninggalkan keterbelakangan tetapi apa boleh buat mentalitasnya yang masih belum kuat untuk menerima itu semua, Singapura dapat berubah kearah yang progresif karena didukung oleh mentalitas setiap penduduknya. Setiap kebijakan pemerintahnya didukung pula oleh setiap warga masyarakatnya.
Sukses ekonomi Singapura dinilai tak bisa dilepaskan dari etika Konfusianisme yang menekankan pada kerajinan, inovasi, disiplin, kesetiaan pada keluarga, penghormatan pada orang tua dan otoritas, selalu mencari harmoni, dan sifat-sifat baik lainnya yang mendukung sukses. Bila dilihat dari teori Modernisasi Baru, sebenarnya konfusianisme yang bersifat tradisional dapat bergandengan dengan hal-hal modern. Awalnya tradisi itu dianggap sebagai penghalang pembangunan dalam teori modernisasi tapi dalam kajian modernisasi baru, justru tadisi seperti konfusianisme itu menjadi faktor positif yang dapat mendukung pembangunan. Itu semua terbukti dalam proses pembangunan di Singapura dimana hal-hal tradisional itu justru dapat mendorong bahkan mendukung pembangunan di Singapura.
Selain faktor-faktor di atas, kesuksesan Singapura tidak terlepas dari peran tokoh Lee Kuan Yew. Sebagai Perdana Menteri pertama dari tahun 1965 sampai 1990, Lee merancang ekonomi Singapura dengan keunggulan sistem ekonomi kapitalisme dan sosialisme (Soepriyatno,2008). Dari sisi kapitalisme, Singapura membuka selebar-lebarnya peluang investasi asing atau swasta sedangkan dari sisi sosialisme, sektor usaha strategis seperti telekomunikasi, pembangunan infrastruktur seperti bandara, jalan raya, dan lain-lain dikuasai Pemerintah. Infrastuktur yang handal pun akan mengundang warga asing untuk berlibur dan tentu saja membelanjakan uang mereka di Singapura sehingga menjadi penghasilan bagi negara.

Created : Nyanyang Engkus (Pend. Sejarah UPI)